Kupi Beungoh
Alexei, Kejernihan Gibran, Dilema Jokowi, dan Fenomena Anies
Pernyataan Gibran mengingatkan kita tentang sebuah kutipan yang ditulis oleh Profesor Sejarah Universitas Princeton, Stephen Kotkin.
Gibran menjadi sangat dewasa, sementara lingkaran inti Jokowi menjadi anak-anak belum cukup umur dalam konteks kearifan dan kedewasaan, persis seperti Alexei.
Kenapa skenario mempertahankan kekuasaan dibuat dalam sejumlah versi yang sulit diterima oleh akal sehat?
Kenapa ada ide presiden tiga periode?
Kenapa ada ide memasangkan Jokowi dengan Prabowo, layaknya mencontoh Rusia di mana pasangan Medvedev-presiden dan Putin-perdana menteri, setelah Putin habis jabatan presidennya pada 2008?
Kenapa Presiden Jokowi awalnya ngotot Ganjar, dan sekarang beralih kepada Prabowo?
Kenapa ia mensponsori Koalisi Indonesia Bersatu, dan ia kini menjadi “ayah angkat” Koalisi Besar.
Akhirnya, kenapa ia sangat anti Anies Baswedan?
Seorangpun tak tahu kenapa Jokowi, jangankan berkata manis, bersikap netral pun ia tak mau ketika menempatkan posisinya tentang siapa penggantinya.
Ia bahkan kini secara terbuka menganjurkan cukup dua calon saja untuk Pilpres.
Jika Anies tak terbendung, cukup Anies dan calon yang disponsori oleh dirinya saja yang bertanding.
Kesalahan dan “drakula” macam apa yang telah menggerayangi Anies sehingga ia dianggap berbahaya untuk masa depan Indonesia oleh Jokowi?
Bagaimana mungkin seorang presiden terpesona dengan narasi murahan dedengkot PSI dan para buzzer, sehingga dari mulutnya keluar “capres politik identitas”?
Bukankah AS yang cukup peka penciumannya tentang “fundamentalis” juteru mempertontonkan kepada publik nasional bahwa Anies ndak masalah ketika G 20 di Bali?
Bukankah undangan makan siang Anies di Bali tak ubah bagai “proklamasi” formal, “we have no problem with this guy” dari pemerintah AS via Dubesnya Sung Yong Kim.
Jika memang Anies melekat dengan “politik identitas”, bagaimana mungkin salah satu Universitas tertua dan terhebat di Dunia,-Universitas Oxford, menempatkan Anies untuk menjadi anggota dewan pendiri internasional, pada Institute of ASEAN studies.
Masih cukup banyak lagi lembaga dan “orang besar” di berbagai negara yang memberi penghargaan kepada Anies yang mustahil, kalau memang ia terkontaminasi dengan Islam garis keras.
Lihat saja misalnya ketidaksukaan AS dan Uni Eropa kepada Erdogan yang dituduh tidak moderat, walaupun Turki anggota NATO.
Bukankah segala posting buzzer dan statemen Jokowi tentang Anies menjadi tak relevan?
Bukankah semua pengakuan dan penghargaan itu menjadikan orang-orang yang mengaitkan Anies selama ini dengan politik identitas seperti Ade Armando, Dany Siregar, dan Ruhut Sitompul, masuk dalam kelas “cicak mengkarung”?.
Kesalahan, tepatnya prestasi Anies yang menganggu mereka yang tak mau melihatnya menjadi presiden, tidaklah banyak.
Anies mengalahkan Ahok, membatalkan proyek reklamasi teluk Jakarta, menjalankan program yang membuat Jakarta menjadi “liveable city”, menempatkan Jakarta dalam deretan kota internasional untuk balapan tahunan mobil listrik, menjalankan “good governance” dan “clean government”, dan memperkenalkan realisasi keadilan sosial dan kesetaraan dengan cara baru dan unik.
Kita tidak tahu apa yang diucapkan Gibran kepada Rosi, di Kompas TV itu telah atau akan disampaikannya kepada presiden Jokowi.
Berbeda dengan lingkaran Jokowi yang bertanya bagaimana Indonesia tanpa Jokowi atau tanpa pemimpin besutan Jokowi, Gibran justeru lain.
Ia berkesimpulan bapaknya “pulang ke Solo, dan istirahat.”
Rona wajah Gibran cukup serius ketika menggucapkan kalimat itu kepada Rosi.
Adakah kemungkinan Jokowi sendiri yang berkebalikan dari Gibran?
Mungkinkah presiden Jokowi mengucapkan kalimat yang sangat sulit dipercaya akan keluar dari mulut seorang presiden RI pertama kali terjadi dalam sejarah.
Cukupkah alasan baginya untuk gundah tentang nasib Indonesia, ketika ia, atau orang yang ia percaya bukan presiden?
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.