Sejarah Hari Ini, 24 Tahun Tragedi Simpang KKA, Ini Catatan Hitam Pelanggaran HAM yang Diakui Negara

Tragedi akibat imbas konflik Aceh ini pun menjadi catatan hitam bagi masyarakat Aceh, dan kini telah diakui negara sebagai salah satu Pelanggaran HAM

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
Serambinews / Zaki Mubarak
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (11/1/2023) telah mengakui secara resmi beberapa peristiwa masa lalu sebagai pelanggaran HAM berat. Ada 12 peristiwa kelam di masa lalu yang diakui negara sebagai pelanggaran HAM Berat. 

Menurut keterangan masyarakat setempat, sulitnya pendataan jumlah korban juga disebabkan karena ada korban tewas ditempat yang langsung dibawa pulang ke rumah oleh keluarganya.

Wakil Koordinator Tim Pencari Fakta TPF Pemda Aceh Utara, TS Sani pada masa itu menghubungi Serambi mengatakan tambahan sebanyak 4 korban yang terdata di lembaga tersebut.

Baca juga: Mahasiswa HI Umuslim Bireuen Kunjungi Tugu Peristiwa Simpang KKA, Ikut Serta Saksi Sejarah

Sementara di Rumah Sakit Arun, berlokasi di Komplek Perumahan PT Arun NGL (Sekarang PT Perta Arun Gas), Batuphat Timur, Lhokseumawe, mendata 1 wanita dan 1 anak-anak masuk dalam daftar 11 orang yang tewas.

Hingga pukul 20.00 WIB, jumlah korban penembakan tercatat sebanyak 73 orang.

Dua foto yang merekam tragedi Simpang KKA tayang pada halaman 1 Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 4 Mei 1999.
Dua foto yang merekam tragedi Simpang KKA tayang pada halaman 1 Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 4 Mei 1999. (DOK. SERAMBI INDONESIA)

Di antaranya, 36 korban dilarikan ke RSU Lhokseumawe, 8 orang di RS PT AAF dan 29 orang di RS Arun.

Menurut keterangan masyarakat kala melukiskan peristiwa itu, tembakan senjata dimulai pukul 12.30 WIB yang berlangsung selama beberapa menit.

Setelah suara tembakan berhenti selama beberapa menit, kemudian terdengar kembali beberapa kali hingga pukul 13.30 WIB.

Riuhnya suara rentetan tembakan itu membuat warga di Pasar Krueng Geukueh yang tak jauh dari lokasi iti ketakutan dan menutup rapat pintu rumah dan toko mereka.

Berawal TNI Menyusup dan Ditangkap

Peristiwa berdarah yang masih menjadi trauma bagi masyarakat setempat berawal dari lokasi rapat besar Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Desa Cot Murong, Kabupaten Aceh Utara.

Di acara itu, disebut-sebut ada seorang anggota tentara Sersan Aditia dari Satuan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) Peluru Kendali (Rudal) 001.

Dikatakan oleh masyarakat, Sersan Aditia ketika itu mengenakan seragam tentara dengan membawa pistol dan handy talky (HT) di tangannya menyusup di kerumunan warga.

Ia kemudian ditangkap oleh massa dan dilakukan interogasi sebelum kemudian dilepaskan kembali.

Namun informasi dari markas Arhanud, disampaikan bahwa Sersan Aditia belum juga kembali ke satuannya.

Kehilangan anggota itu membuat sejumlah anggota Arhanud melakukan pencarian sepanjang hari di Desa Cot Murong sebelum peristiwa berdarah terjadi, Minggu 2 Mei 1999.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved