Opini
Ketika Ransomware BSI Menggoyang Qanun LKS
MENCEGAH lebih baik daripada mengobati Semboyan ini mungkin bisa menjadi refleksi kita terhadap kejadian yang saat ini sedang menimpa Bank Syariah Ind
Perjalanan tersebut tidaklah mudah, dimana hijrah tersebut dicegah dengan memisahkan Ummu Salamah, Abu Salamah dan anak mereka secara paksa. Sehingga, hanya Abu Salamah yang berhasil melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju Madinah. Sedangkan Ummu Salamah, harus hidup sebatang kara di Mekkah terpisah dari suami dan anaknya sampai lebih dari setahun lamanya. Singkat cerita, setelah setahun lebih berlalu, barulah Ummu Salamah dipersatukan kembali dengan anaknya.
Walaupun sudah setahun lamanya, niat Ummu Salamah untuk hijrah tidaklah kendur. Beliau tetap melanjutkan perjalanan hijrah berdua dengan anaknya walaupun keduanya tidak tahu jalan menuju Madinah. Semangat untuk hijrah yang ditunjukkan oleh Ummu Salamah harus menjadi sikap dan nafas yang menghidupi qanun LKS dalam menerapkan syariah di Bumi Serambi Mekkah. Setiap permasalahan yang dialami harus dievaluasi dan dicari jalan keluar terbaiknya.
Penulis berpendapat bahwa ketika Aceh meresmikan qanun LKS tentu Aceh punya mimpi untuk mewujudkan negeri yang bersyariat. Haruskah mimpi memiliki negeri bersyariat ini dikubur dengan sebuah insiden ransomware? Memang benar, kejadian serangan siber BSI yang lalu terkesan bertolak belakang dengan salah satu tujuan maqasid al-khamsa yaitu untuk menjaga harta (Hifdz Al-Maal), sedangkan serangan yang lalu telah membahayakan harta para nasabahnya.
Dan harus diakui bahwa insiden ini telah memperburuk citra bank syariah karena menunjukkan adanya kelemahan pada bidang mitigasi bencana siber. Akan tetapi, mengambil ibrah dari kejadian hijrah Ummu Salamah, penulis melihat insiden ransomware BSI bisa menjadi momen evaluasi untuk perbaikan dan penguatan qanun LKS. Jangan sampai satu dua permasalahan menghalangi niat mulia untuk membangun negeri bersyariat.
Implementasinya, penguatan regulasi siber Indonesia dan khususnya qanun LKS harus bisa bersinergi dengan baik. Qanun LKS harus terus dikuatkan dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Praktisi IT dan akademisi lintas disiplin harus bahu membahu memberikan masukan dan rekomendasi untuk menciptakan qanun yang lebih kuat ke depannya.
Sehingga ada mekanisme yang bisa diambil secara standar ketika serangan serupa terjadi lagi di kemudian hari dan bank syariah, tetap terlindungi dengan baik dalam menghadapi tantangan teknologi yang terus berkembang. Dan lagi, bank syariah di Aceh bukan hanya BSI, di samping mencontoh usulan perbaikan dari negara tetangga Australia, mungkin ke depannya perlu dilakukan kerja sama dengan bank-bank syariah lainnya dalam hal penguatan keamanan siber demi mengantisipasi serangan-serangan lainnya.
Jadi, kesimpulannya, serangan ransomware BSI ini bisa terjadi pada organisasi mana saja. Mitigasi dan kontingensi ketika insiden harus lebih diperkuat termasuk dalam menciptakan regulasi siber yang berpihak dan membantu korban serangan siber di Indonesia.
Tidak perlu lagi saling menyalahkan, tapi marilah saling bekerja sama baik dari elemen pemerintah, akademik, praktisi keamanan siber dan juga pelaku bisnis demi menciptakan keamanan siber yang merata sehingga bisa lebih sigap mencegah serangan-serangan siber lainnya ke depan. Ingat, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.