Berita Aceh Singkil
LPHD di Singkil Pertanyakan Kepastian Hukum Usulan Perhutanan Sosial
Permohonan perhutanan sosial untuk beberapa kawasan di Singkil sudah diajukan kepada KLHK sejak 2019. Namun sudah 4 tahun berlalu belum ada jawaban.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Dede Rosadi | Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Warga di Kecamatan Danau Paris dan Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, yang tergabung dalam Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) pertanyakan kepastian hukum dalam proses permohonan perhutanan sosial.
Pasalnya, permohonan itu telah mereka ajukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) didampingi Lembaga Earthqualizer Foundation dari Bogor, sejak 2019. Akan tetapi sudah empat tahun berlalu belum ada jawaban.
Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan (PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan pasal 1).
Perhutanan sosial ini juga merupakan perwujudan Nawacita Pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar, yaitu lahan, kesempatan berusaha dan sumberdaya manusia.
Hal ini dibuktikan dengan adanya lahan seluas 12,7 hektar yang siap dijadikan objek program ini dan ditetapkan dalam peta indikatif arahan perhutanan sosial (PIAPS) yang direvisi setiap 6 bulan sekali.
Kabupaten Aceh Singkil, juga mendapatkan alokasi perhutanan sosial. Berdasarkan Peta Indikatif Perhutanan Sosial Revisi V tahun 2019, terdapat sekitar 14.429 hektar areal yang dialokasikan untuk perhutanan sosial yang berada di kawasan hutan produksi.
Wilayah sebaran alokasi perhutanan sosial ini merupakan penyangga DAS Lae Cinendang dan tersebar di wilayah administrasi Kecamatan Danau Paris, Simpang Kanan, Gunung Meriah, Suro dan Kecamatan Singkohor.
Pada September tahun 2019 melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat di Kecamatan Danau Paris dan Simpang Kanan, mengajukan permohoanan perhutanan sosial kepada KLHK di dampiangi Earthqualizer Foundation.
Pengajuan tersebut antara lain di Kecamatan Danau Paris, oleh LPHD Siitubuh-tubuh Desa Situbuh-tubuh yang mengajukan skema hutan desa seluas 534 hektar.
Berikutnya LPHD Marsada, Desa Biskang mengajukan skema hutan desa seluas 2.957 hektar dan skema hutan kemasyarakatan seluas 280 hektar.
Kemudian di Kecamatan Simpang Kanan, LPHD Desa Kuta Tinggi mengajukan skema hutan desa seluas 183 hektar dan LPHD Si Mbersak, Desa Lae Gecih mengajukan skema hutan desa seluas 796 hektar.
Keseluruhan permohonan tersebut berada dalam wilayah kerja UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI Aceh.
"Pengajuan tersebut telah mendapatkan rekomendasi dari KPH VI pada tahun 2020 dan dilakukan verifikasi teknis oleh KLHK terhadap empat permohonan hutan desa dan tahun 2021 untuk permohonan HKM Sibual-bual Indah 185 hektar," kata Pengurus LPHD Si Mbersak Desa Lae Gecih, Tigor, dalam keterangan tertulis Minggu (4/6/2023).
"Terhitung sejak September 2019 hingga sampai saat ini sudah tiga tahun delapan bulan permohonan tersebut diajukan masyarakat. Namun belum juga mendapatkan izin dari KLHK dan bahkan beberapa peraturan terkait perhutanan sosial telah pula berganti," ujarnya.
Padahal jika merujuk aturan, proses pengajuan hingga keluarnya izin pengelolaannya hanya 22 hari kerja.
Begitupun peraturan berkaitnan dengan perhutanan sosial yang berubah, masyarakat telah menambah kelengkapan dokumennya. "Hanya saja setelah dipenuhi, kabar baik tentang keluarnya izin tersebut juga belum didapatkan oleh masyarakat," tukasnya.
Pengurus LPHD Situbuh-tubuh Wasiman menyebutkan pengelolaan hutan desa tersebut untuk peningkatan ekonomi dan penyelamatan hulu sungai Cinendang.
"Kami siap mengelola tanpa merambah dan tidak menanam sawit. Masyarakat bisa mengelola potensi wisata dan pemfaatan sumber air bersih dari sumber air terjun Lae Muntu," kata Wasiman.
Sumber air tersebut bisa memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyrakat desa dan kecamatan Simpang Kanan khususnya dan masyarakat Aceh Singkil umumnya.
Sedangkan Pengurus HKM Pardomuan Tumangger menyebutkan proses pengajuan permohonan hingga verifikasi teknik sudah dilaksanakan.
Begitupun semua proses administrasi sudah terpenuhi mulai KTP anggota, struktur organisasi, peta usulan lokasi dan rekomendasi dari KPH VI soal zonasi HKM dan rekmendasi dari DLHK Provinsi Aceh.(*)
Baca juga: Janganlah Tuan Melupakannya, In Memorial 13 Tahun Teungku Hasan Tiro
Baca juga: Polres Pidie Jaya Dalami Kasus Terbakarnya Beko Proyek Irigasi APBA di Ulim, Kemungkinan Dibakar?
Kapolres Aceh Singkil 'Ngobar' dengan Wartawan, Joko: Pers Mitra Strategis Polri |
![]() |
---|
Ternak Bebas Berkeliaran di Jalan, Kapolres Aceh Singkil Imbau Pemilik Kandangkan Hewan Peliharaan |
![]() |
---|
Meski Jadi Potensi Unggulan, Pariwisata di Aceh Singkil Masih Minim Hasilkan PAD |
![]() |
---|
Pencurian Sawit Resahkan Warga, Kapolres Aceh Singkil: PMKS Jangan Beli TBS Curian |
![]() |
---|
Miris! Hanya Dua Destinasi Wisata di Aceh Singkil Sudah Sumbang PAD |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.