Jurnalisme Warga

Gemerlap Malam di Kota Bireuen

Bireuen merupakan daerah lintasan menuju jalur nasional ke Provinsi Sumatera Utara, sehingga sering dijuluki sebagai daerah Segi Tiga Emas Perekonomia

Editor: mufti
Dok Pribadi
Chairul Bariah SE MM, Warek II UNIKI 

CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Bireuen

Bireuen merupakan kabupaten kedua yang terbanyak jumlah penduduknya di Aceh, setelah Kabupaten Aceh Utara, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh  tahun 2021.

Bireuen merupakan daerah lintasan menuju jalur nasional ke Provinsi Sumatera Utara, sehingga sering dijuluki sebagai daerah Segi Tiga Emas Perekonomian Aceh karena berbatasan lanngsung dengan Bener Meriah, Pidie Jaya, dan Aceh Utara.

Memiliki penduduk ± 441 ribu jiwa, sebagian besar warga Bireuen bekerja di bidang pertanian/perkebunan, nelayan, dan aparatur sipil negara (ASN), serta wiraswasta yang membuka berbagai lapangan usaha.

Penduduk Bireuen bukan hanya suku Aceh, melainkan ada juga beberapa suku lain yang menetap di Bireuen, seperti Batak, Minang, Jawa, dan lainnya.

Variasi elemen masyarakat dalam Kabupaten Bireuen menjadi kekuatan tersendiri untuk berpartisipasi membangun kabupaten penghasil aneka keripik ini ke arah yang lebih maju.

Perlahan, sektor perekonomian di daerah ini mulai bangkit pascapandemi Covid-19 yang menerjang seluruh dunia selama hampir tiga tahun.

Salah satu indikator perkembangan ekonomi kota ini adalah meningkatnya usaha bidang pariwisata dan kuliner, serta kebebasan dan kenyamanan masyarakat dalam bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kebutuhan manusia bukan hanya sandang, pangan, dan papan,  melainkan menggunakan waktu untuk bersama keluarga termasuk juga kebutuhan yang perlu dipenuhi agar ikatan cinta kasih antara anak, ayah, ibu, dan keluarga lainnya semakin erat.

Membawa keluarga berkeliling Kota Bireuen di malam Minggu adalah suatu kebahagiaan. Mulai bergerak dari Matangglumpang Dua, kami melewati perbatasan Kecamatan Peusangan dengan  Kota Juang. Di sisi jalan Banda Aceh-Medan terlihat masyarakat banyak yang sedang santai menikmati kopi di warung sederhana dan mayoritas pelanggannya adalah laki-laki paruh baya, sedangkan yang generasi milenial atau generasi Z lebih memilih warung modern atau  kafé.

Pertumbuhan kafé di Bireuen makin menjamur. Di satu sisi, ini adalah salah satu cara untuk mengurangi angka pengangguran. Pemerintah memberikan keleluasaan/kemudahan pada siapa pun penduduk yang ingin membuka dan mengembangkan usaha yang bertujuan peningkatan perekonomian di Kabupaten Bireuen.

Sedangkan dari sisi yang berbeda hal ini (melulu usaha kafe dan warung) dapat membuat masyarakat jenuh sehingga dibutuhkan  kreasi  baru dengan memilih bidang usaha yang lain.

Hampir 80 persen usaha kafé yang dibuka merupakan inovasi para anak muda yang kreatif, mulai dari tampilan gedung modern ala Eropa. Bahkan, ada yang mempertahankan nilai-nilai budaya pada zaman dahulu seperti di Jamen Kupi yang terletak di Cot Bada, Kecamatan Peusangan, perbatasan dengan Kota Juang.

Kafé yang modern berada di sisi jalan elak/alternatif  belok ke kanan dari arah Matangglumpang Dua. Ketika memasuki Kota Bireuen, terlihat gemerlap lampu di setiap kafé seakan berlomba menunjukkan identitas masing-masing.

Kendala yang dihadapi oleh pemilik kafé adalah tidak tersedianya tempat parkir secara khusus. Hal ini menyebabkan jalan umum serasa sempit sehingga kita harus ekstrahati-hati saat melewatinya.  

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved