Jurnalisme Warga
Pengalaman ‘Dom Drien’ yang Asyik dan Unik
Akibatnya, durian menjadi salah satu buah yang dilarang untuk dibawa ke kabin pesawat, kendaraan umum, bahkan hotel.

AZWAR ANAS, Guru Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe dan Pegiat FAMe, melaporkan dari Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara
Durian merupakan jenis tumbuhan tropis yang berasal dari Asia Tenggara dan namanya melekat sesuai dengan bentuk buahnya, berduri. Di Indonesia, termasuk di Aceh tentunya, durian sangatlah populer dan diminati oleh banyak kalangan karena rasanya yang manis dengan tekstur daging yang lembut dan legit. Tak jarang pula buah ini diolah menjadi berbagai jenis panganan seperti selai, es krim, martabak, cendol, dan beragam jenis kuliner lainnya.
Di sisi lain, tidak sedikit juga masyarakat yang kurang suka dengan buah ini dikarenakan aromanya yang tajam, menyengat, dan cenderung busuk bagi beberapa orang. Akibatnya, durian menjadi salah satu buah yang dilarang untuk dibawa ke kabin pesawat, kendaraan umum, bahkan hotel.
Durian berbuah hanya pada musim tertentu dan berbeda pada setiap daerah di Indonesia. Kawasan Aceh saat ini sedang memasuki musim durian. Hal itu terindikasi dengan menjamurnya para pedagang durian di berbagai tempat. Bahkan, pedagang musiman yang hanya menjual durian saat musimnya tiba menggelar lapak dagangan di mana-mana, seperti di pinggir jalan, lahan kosong, dan berbagai area lainnya.
Durian juga termasuk buah yang unik. Hal ini dikarenakan perbedaan cara memanen durian dibandingkan dengan buah-buahan lain. Jika buah lain dipanen dengan cara dipetik, sebaliknya panen durian malah ditunggu di kawasan kebun. Kegiatan menunggu durian jatuh di kebun tersebut di Aceh dikenal dengan tradisi ‘dom drien’ yang bermakna bermalam di kebun untuk menunggu durian jatuh.
Dom drien juga bertujuan untuk menjaga durian dari hama seperti binatang agar durian dapat dipanen dengan selamat.
Pekan lalu, saya bersama beberapa teman guru dari Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe mendapat kesempatan untuk merasakan pengalaman seru dom drien. Ide ini awalnya muncul dari obrolan singkat di warung kopi tentang fenomenalnya durian yang sedang menjamur di masyarakat.
Salah satu teman pemilik kebun mengajak kami untuk melihat langsung bagaimana proses panen durian dari pohonnya lewat tradisi dom drien ini. Sontak semuanya tertarik untuk ikut serta dan menentukan waktu untuk melakukan jelajah malam di kebun durian.
Dom drien ini merupakan pengalaman perdana bagi saya. Rasa penasaran dan ingin menikmati durian langsung di bawah pohonnya telah mengantarkan kami untuk bergegas menuju ke lokasi. Kebun durian tujuan dom drien terletak di kawasan Seuneubok Drien, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara.
Setelah semua tim yang berjumlah 16 orang berkumpul, kemudian perjalanan ditempuh dari Kota Lhokseumawe lebih kurang satu jam melewati kawasan Buloh Blang Ara. Suasana kental pedesaan tergambar dengan jelas mulai dari kawasan yang terang penuh dengan lampu jalan hingga jalan berbatu yang gelap gulita tanpa sentuhan listrik.
Begitu pula pinggir jalan yang penuh dengan rumah warga hingga hamparan lahan perkebunan dengan pepohonan besar menemani perjalanan dom drien kami malam itu.
Setiba di kebun durian, kami ngumpul di sebuah gubuk yang terbuat dari kayu dan beratapkan daun rumbia. Malam indah dom drien ini ikut ditemani oleh sebuah lampu tenaga surya yang menyala sepanjang malam dan menyinari kawasan gubuk yang kami tempati. Tiba di lokasi, tim kami bergegas menurunkan barang bawaan berupa makanan dan minuman untuk dikonsumsi selama dom drien.
Anggota kemudian langsung menyisir area kebun durian seluas 1,5 hektare tersebut guna mencari durian yang sudah jatuh ke tanah. Semua kami berpencar menuju bawah pohon durian yang memenuhi kebun. Saat menemukan durian di bawah pohon, rasa bahagia menyeruak sambil berteriak kegirangan karena berhasil menemukan si raja buah dalam gelapnya malam. Hampir semua langsung mengabadikan momen lewat ponsel pintar masing-masing agar bisa eksis di sosial media saat pulang dari dom drien ini.
Puas menyisir area kebun, kami kemudian mengumpulkan durian temuan masing-masing di area gubuk istirahat. Tanpa aba-aba, beberapa dari anggota tim langsung mengampil pisau dan membuka durian yang sudah dikumpulkan. Membuka durian rupanya juga memiliki teknik tersendiri. Jika tidak dilakukan dengan benar, maka akan melukai isi durian sehingga daging durian tak lagi menyatu dengan bijinya. Cara terbaik membuka durian adalah dengan memotong kulit durian mengikuti ruas garis pada kulit durian dan kemudian menariknya menggunakan jari hingga durian terbelah. Durian yang telah terbuka akhirnya kami santap dengan bahagia. Rasanya manis dan legit dengan balutan daging durian yang tebal.
Untuk menambah kenikmatan rasa, kami juga memakan durian menggunakan pulut ketan yang khusus dibawa ke lokasi dom drien.
Puas menyantap durian, kami akhirnya memutuskan untuk istirahat sambil menikmati kopi yang telah disediakan sebelumnya. Sambil duduk dan rebahan diiringi dengan obrolan-obrolan ringan terkait pekerjaan di sekolah dan pengalaman kami sebagai guru. Suasana malam begitu indah dan ditemani oleh sinar bulan serta suara binatang di hutan.
Sambil istirahat pula, durian terus berjatuhan dari pohonnya dalam beberapa selang waktu. Setiap bunyi durian jatuh rasa bahagia menyeruak dan berteriak sambil bergegas lari menuju ke lokasi sumber suara.
Beberapa menit kemudian, tim pengutip durian kembali ke gubuk istirahat dengan menenteng durian segar yang baru saja mendarat. Begitulah malam tersebut kami lewati hingga pagi.
Kebun yang dihiasi dengan puluhan pohon durian serta beberapa jenis tanaman lain seperti pinang dan pala, dibatasi oleh sebuah sungai kecil yang jernih dan mengalir melewati bebatuan yang alami.
Sungai ini menjadi sumber yang kami gunakan untuk kebutuhan air seperti wudu dan buang air. Untuk menuju ke lokasi sungai, kami harus melewati kebun dengan medan menurun dan berjalan kaki sekitar lima menit. Airnya begitu segar dan bersih serta kami gunakan untuk kebutuhan persiapan shalat Subuh pagi itu.
Usai shalat berjamaah, kegiatan selanjutnya ialah sesi muhasabah singkat yang diisi dengan berbagai refleksi diri tentang kehidupan. Kajian ini diisi oleh beberapa anggota tim kami yang ikut serta. Muhasabah ringan lebih kepada menceritakan pengalaman, kehidupan, dan apa yang kira-kira perlu kami lakukan ke depan, khususnya dalam hal penguatan pendidikan. Sesi ini berakhir dengan sarapan bersama menikmati kembali durian yang telah kami kumpulkan.
Begitu matahari muncul, perjalanan dom drien kami akhiri dengan sesi foto bersama dan senam ringan untuk melepaskan otot-otot yang tegang selama perjalanan ini.
Bagi para pembaca yang juga akan melakukan dom drien dalam waktu dekat, saran dari kami jangan lupa untuk membawa alat penerangan, kebutuhan makanan dan minuman, peralatan ibadah, jaket, cairan antinyamuk, serta memastikan daya (baterai) ponsel penuh. Semoga pengalaman dom drien ini bisa terulang kembali!
< azwaranas1993@yahoo.com>
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.