Jurnalisme Warga

Lima Kunci Kemakmuran Masjid Jogokariyan

Terletak di tengah perkampungan Jogokariyan Yogyakarta, Masjid Jogokariyan langsung mengadopsi nama kampungnya.

|
Editor: mufti
For Serambinews.com
SAIFUDDIN A. RASYID, Ketua BKM Masjid Fathun Qarib UIN Ar-Raniry, Imuem Syik Jamik Baitul Jannah Tungkop, Aceh Besar, melaporkan dari Yogyakarta 

SAIFUDDIN A. RASYID, Ketua BKM Masjid Fathun Qarib UIN Ar-Raniry, Imuem Syik Jamik Baitul Jannah Tungkop, Aceh Besar, melaporkan dari Yogyakarta

Terletak di tengah perkampungan Jogokariyan Yogyakarta, Masjid Jogokariyan langsung mengadopsi nama kampungnya. Nama Jogokariyan tampaknya langsung melekat dan menyatu di hati warga kampung itu. Mudah diingat dan menimbulkan rasa kepemilikan dari warga sekitar masjid.

Dari diskusi dengan Ustas Rizqi, ketua takmir masjid itu, pada 15 Juni 2023, Jogokariyan diambil dari nama pasukan tim pengaman kraton yang dibentuk di kampung itu. Namanya Jogokaryo atau pasukan jaga karya. Yaitu, penjaga tempat raja yang disegani dan memiliki peran penting di tengah masyarakatnya.

Kampung dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.600 jiwa yang terbagi dalam 18 RT dan 4 RW itu  tampak bersahaja, kecuali dua hotel yang terletak di gerbang jalan masuk perkampungan. Selebihnya semua bangunan khas Yogya. Bersahaja, padat, tetapi tertata bersih dan ramah.

Mari Berinfak dan Tunaikanlah Zakat
Mari Berinfak dan Tunaikanlah Zakat (For Serambinews)

Dengan warna khas biru lembut Masjid Jogokariyan bukanlah bangunan mewah yang berukuran besar. Dibangun tahun 1966, yaitu saat azan shalat Jumat perdana dikumandangkan di masjid itu, bangunan utamanya tampak hanya sekitar 10 x 10 meter. Kubahnya berbentuk dome, khas masjid-masjid Nusantara. Namun, masjid ini dalam perjalanan waktu mengalami perluasan, sehingga sekarang mampu menampung sekitar 1.500 jamaah.

Berkesempatan berada lima waktu dan shalat Jumat, 16 Juni 2023 di Masjid Jogokariyan, saya merasakan perbedaan. Tak pernah sepi. Setiap waktu shalat tiba ruang masjid selalu dipenuhi jamaah. Tak kurang 500 orang. Setiap waktu. Subuh, sama. Bahkan saat shalat Jumat jamaah meluber ke jalan utama perkampungan samping kanan masjid.

Apa kekuatannya?

Saya coba serap dan bikin catatan kecil mengenai kekuatan dan kunci sukses manajemen masjid ini. Setidaknya terdapat lima kunci sukses kemakmuran masjid ini.

Pertama, inklusif. Masjid tak berdiri jauh dari masyarakat. Dekat dari berbagai arah. Namun, yang saya maksudkan di sini adalah spiritnya menyatu dengan masyarakat. Akrab. Tak tampak ada sekat-sekat yang memisahkan antara masjid dengan warganya. Terbuka, tanpa pintu dan pagar eksklusif. Suasana cair. Warga bebas keluar dan masuk masjid sesuai kebutuhan mereka untuk ibadah dan belajar.

Selesai shalat Jumat saya masuk ke ruang takmir, sekadar untuk melihat suasana di dalam sekretariat mereka. Para takmir yang ada di situ sekira enam orang bebas lepas dalam canda dan gurau. Tampak dari raut wajah mereka bahwa mengurusi masjid seperti Jogokariyan itu menyenangkan. Tidak ada beban yang melelahkan dan menguras energi.

Kedua, baseline. Takmir memiliki baseline data warga sekitar masjid, yaitu data warga Jogokariyan yang detail. By name by address. Siapa namanya, kepala keluarganya, pekerjaannya, pendapatannya, pendidikan masing-masing anggota keluarga, kemampuan baca Qur'an, kemampuan menjalankan shalat, bahkan data penyakit yang diderita. Semua hal dicatat dalam baseline masjid. Baseline data itulah yang digunakan oleh takmir dalam membangun program-program masjid. Jadi, programnya tepat sasaran.

Ketiga, orientasi menarik jamaah. Objective masjid clear, yaitu membawa warga berjamaah di masjid. Semua warga, khususnya kaum pria. Perempuan, anak-anak juga. Remaja, apalagi. Untuk tujuan itu maka pernah Masjid Jogokariyan membuat program menshalatkan orang hidup. Yaitu, dengan mengirim ustaz ke rumah-rumah untuk membimbing warga yang belum bisa shalat. One by one. Ditangani khusus, di rumah masing-masing. Setelah agak bisa, maka didampingi oleh ustaznya untuk pergi menunaikan shalat di masjid.

Keempat, memenuhi kebutuhan dan perhatikan kepentingan jamaah. Per kategori, per individu. Ditangani dengan pendekatan berbeda  berdasarkan kategori masing-masing. Setiap kategori memiliki kebutuhan dan kepentingan tersendiri yang berbeda-beda. Masjid mengelola program yang menyentuh masing-masing kategori jamaah itu. Di masjid ini anak-anak tidak dimarahi meski mereka main game. Difabel perlu jalur kursi roda maka masjid menyediakan tangga yang sesuai sekaligus menyediakan kursi rodanya.

Orang kaya ingin imam seperti di Masjidil Haram atau Nabawi, maka manajemen masjid mendatangkan imam yang suaranya bagus. Intinya masjid mengikuti dan melayani kebutuhan dan kepentingan jamaah.

Kelima, memfungsikan jamaah. Umumnya di masjid-masjid jamaah datang untuk melaksanakan shalat, wirid, berdoa, dan pulang. Di Jogokariyan tidak seperti itu. Jamaah yang sudah ada di masjid, difungsikan sesuai minat dan kapasitas masing-masing. Masuk dalam tim relawan pengelola program masjid. Saat ini di manajemen Jogokariyan telah ada 30 divisi program (yang disebut biro) yang masing-masing biro ada timnya yang mengurusi, direkrut dari jamaah. Biro tidak dibentuk berdasarkan keinginan masjid, tetapi berdasarkan identifikasi program yang diusulkan jamaah. Untuk program kurban saja misalnya terserap sampai 500 orang dengan rata-rata kurban disembelih setiap tahunnya 50 ekor sapi dan 50 ekor kambing.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Adu Sakti

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved