Kajian Islam

Tegaskan Tidak Wajib Mencari Uang untuk Haji, Buya Yahya : Nafkah Istri Lebih Wajib!

"Tidak dianjurkan, tidak diperintahkan, tidak diwajibkan anda mencari duit untuk haji, kurang ekstrim apa omongan saya," kata Buya Yahya menegaskan.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Ansari Hasyim
YOUTUBE/AL BAHJAH TV
Buya Yahya. 

Tegaskan Tidak Wajib Mencari Uang untuk Haji, Buya Yahya : Nafkah Istri Lebih Wajib

SERAMBINEWS.COM - Haji merupakan rukun Islam kelima, ibadah ini wajib dilaksanakan bagi yang mampu secara finansial dan fisik.

Terkadang, sebagian umat muslim sangat rindu pergi haji hingga ia rela berusaha mencari uang, menabung atau bahkan meminjam uang ke bank demi bisa berangkat ke tanah suci.

Namun ternyata menurut Buya Yahya, tidaklah wajib seseorang mencari uang untuk pergi haji.

Hal tersebut disampaikan Buya Yahya dalam video short yang diunggah melalui kanal YouTube Al Bahjah TV, Kamis (20/7/2023).

"Tidak dianjurkan, tidak diperintahkan, tidak diwajibkan anda mencari duit untuk haji, kurang ekstrim apa omongan saya," kata Buya Yahya menegaskan.

Menurut Buya Yahya, ada kewajiban lain yang harus dipenuhi daripada mati-matian mencari uang untuk pergi haji.

Kewajiban tersebut adalah memenuhi nafkah istri, ini sering kali yang dilupakan kata Buya Yahya.

Baca juga: Benarkah Bulan Suro adalah Bulan Malapetaka, Keramat, Penuh Sial? Buya Yahya: Itu Hanya Bualan Dukun

"Anda tidak wajib mengumpulkan duit, cari duit untuk haji, nggak wajib.

Yang wajib suami cari duit, nafkah istri, tapi anda tidak wajib mencari duit untuk naik haji, gak ada," tegasnya. 

Lantas bagaimana sebaiknya usaha yang dilakukan agar bisa pergi haji?

Kata Buya, jika anda suatu saat memiliki rezeki berlebih, disinilah baru anda diwajibkan pergi haji.

"Jika anda ternyata tiba-tiba kaya, baru wajib haji, itu saja," pungkas Buya Yahya.

Baca juga: Larangan Membangun Rumah di Bulan Suro/Muharram, Buya Yahya Jelaskan Kapan Sebenarnya Hari Jelek Itu

Belum Mampu Haji? Buya Yahya Sarankan Lakukan Amalan Ini pada Bulan Dzulhijjah, Raih Pahala Besar

Ibadah haji merupakan salah satu rukun islam yang kelima.

Karena termasuk dalam rukun islam, maka ibadah haji hukumnya wajib.

Hanya saja hukum ibadah haji menjadi wajib bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan untuk menunaikannya baik secara fisik, finansial, dan spiritual untuk berangkat ke Baitullah.

Haji termasuk ibadah penting dalam agama Islam yang memiliki tujuan mulia, yakni mendapatkan ridha Allah dan meraih surga-Nya.

Banyak umat Islam yang memiliki keinginan ataupun kerinduan untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci.

Namun sayang, niat ibadah tersebut terkadang kandas karena faktor ekonomi, usia, atau bahkan tidak tahan dengan masa tunggu haji yang sangat lama.

Baca juga: Dibuka Pintu Kebaikan, Ini 3 Adab Berbicara dengan Orang Tua Kata Buya Yahya, No 2 Sering Diabaikan

Lantas bagaimana jika kita belum mampu pergi haji tapi ingin mendapatkan pahala besar pada bulan haji?

Menurut Buya Yahya, jika ada keinginan untuk berangkat haji tetapi anda belum mampu, anda bisa melaksanakan kurban pada bulan haji.

Dilansir Serambinews.com dari kanal YouTube Al Bahjah TV, Senin (19/6/2023), awalnya Buya Yahya mengungkap ada dua amalan yang ada di bulan haji dan memiliki pahala besar.

Kedua amalan tersebut adalah menunaikan haji dan ber kurban.

"Ada dua amalan yang hanya ada di bulan haji, yang pertama adalah kurban, yang kedua adalah haji," kata Buya Yahya.

Buya Yahya kemudian mendoakan semua umat Muslim agar bisa melaksanakan rukun Islam yang kelima itu.

Baca juga: Pesan Buya Yahya untuk Pemilu 2024, Para Tim Sukses Penting Banget Tahu untuk Kepentingan Bersama

"Semoga anda bisa haji semuanya," sambungnya.

Melaksanakan ibadah haji merupakan syariat yang diturunkan Allah SWT kepada hamba-Nya.

Jika anda belum mampu pergi haji, anda bisa mulai untuk menumbuhkan rasa rindu pergi haji.

Lalu lakukan amalan lainnya yaitu ber kurban. Pelaksanaannya dilakukan bersamaan hari Raya Idul Adha.

Dengan kurban, anda akan mendapatkan pahala besar yang tidak bisa dibandingkan dengan pahala sedekah biasa.

"Ayo kita berkurban, kurban adalah agung, kemudian pahalanya nggak bisa dibandingkan dengan sedekah biasa," imbuh Buya Yahya.

Lebih lanjut, Buya Yahya kemudian memberikan contoh perbedaan pahala jika anda menyembelih kambing pada hari biasa dan menyembelih kambing atau kurban pada momen haji atau Idul Adha.

"Kalau anda hari ini menyembelih kambing, anda mendapatkan pahala besar untuk fakir miskin dan yang lainnya, tapi kalau anda sembelih di bulan haji, jauh lebih besar, nggak bisa dibandingkan, maka ayo ber kurban semuanya," pungkas Buya Yahya.

Penjelasan Buya Yahya Hukum Patungan Kurban Idul Adha, Sah dan Tidak Sah?

Bagi yang ingin ber kurban pada hari raya idul adha tahun ini, simak penjelasan Buya Yahya.

Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah atau Idul Adha 2023 tidak lama lagi akan tiba.

Dengan demikian, saat ini umat muslim yang memiliki rencana untuk ber kurban sudah mempersiapkan dana atau hewan untuk disembelih di momen Hari Raya Idul Adha.

Diketahui, Hari Raya Idul Adha diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah.

Jika mengacu pada kalender 2023, 10 Dzulhijjah 1444 Hijriah atau Hari Raya Idul Adha tahun ini jatuh pada tanggal 29 Juni 2023.

Begitu pula dengan SKB 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama yang menuliskan tanggal 29 Juni 2023 merupakan Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah.

Sementara itu PP Muhammadiyah sudah menetapkan tanggal Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah jatuh pada tanggal 28 Juni 2023.

"Tanggal 1 Zulhijah 1444 H jatuh pada hari Senin Legi, 19 Juni 2023 M. Hari Arafah (9 Zulhijah 1444 H) jatuh pada hari Selasa Wage, 27 Juni 2023 M. Iduladha (10 Zulhijah 1444 H) jatuh pada hari Rabu Kliwon, 28 Juni 2023 M," bunyi Maklumat bernomor 1/MLM/I.0/E/2023.

Meski begitu patut diingat bahwa pemerintah baru menetapkan Hari Raya Idul Adha pasca menggelar sidang isbat penetapan awal Dzulhijjah 1444 Hijriah yang biasanya diadakan sehari sebelumnya.

Disamping itu, momen Hari Raya Idul Adha merupakan momen penting bagi umat muslim.

Sebab bertepatan pada lebaran Idul Adha, ada satu dari dua ibadah utama di bulan Dzulhijjah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh umat muslim.

Ibadah tersebut yakni ibadah kurban, yang dikerjakan tepatnya pada hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah.

Ibadah kurban sendiri menjadi salah satu topik yang selalu dibahas setiap kali momen Idul Adha tiba.

Termasuk mengenai hukum kurban secara patungan yang kerap dilakukan oleh umat muslim.

Oleh karena sering diterapkan oleh umat muslim, perlu mengetahui hukum dari kurban secara patungan.

Sebab sebagaimana diungkapkan oleh Pendakwah Buya Yahya, hukum kurban secara patungan ini ada yang sifatnya sah dan tidak sah.

Lalu, ibadah patungan kurban seperti apa yang dikatakan sah dan tidak sah itu?

Simak selengkapnya penjelasan Buya Yahya dalam artikel yang telah dirangkum Serambinews.com berikut.

Hukum kurban secara patungan

Dalam sebuah tayangan video yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV pada 29 Juni 2022, Buya Yahya mengatakan, mengenai ber kurban secara patungan, ada yang hukumnya sah dan tidak sah.

"Dalam patungan hewan kurban ini, ada yang sah dan ada yang tidak sah," ujar pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah tersebut, sebagaimana dikutip dari video unggahan YouTube Al-Bahjah TV.

Berikut tayangan video penjelasan lengkap Buya Yahya soal hukum kurban secara patungan.

Dalam video itu Buya Yahya menjelaskan, kurban secara patungan atau patungan kurban sendiri berarti bergabungnya beberapa orang dalam hal mengumpulkan dana untuk membeli hewan kurban.

Namun dalam hal patungan kurban ini, kata Buya Yahya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yang berujung pada sah dan tidak sahnya kurban.

Hukum patungan, jelas Buya Yahya, menjadi tidak sah jika sekumpulan orang ber kurban dengan satu kambing.

Dalam hal ini, Buya Yahya mencontohkan kurban yang dilakukan di lingkungan sekolahan.

"Satu kelas kumpul duit beli satu kambing, kurban dengan satu kambing. Maka yang demikian ini dianggap tidak sah sebagai kurban," jelas Dai yang bernama lengkap Prof. Yahya Zainul Ma'arif, Lc, MA, PhD tersebut.

Namun meski tidak sah menjadi kurban, sembelihan seekor kambing tersebut tetap menjadi sebuah pahala untuk menyenangkan sesama di Hari Raya Idul Adha.

"Artinya tidak ada kurban patungan (dengan seekor kambing) semacam ini," imbuh Buya Yahya.

"Makanya kalau di SMP SMA ada patungan kurban, itu namanya saja kurban. Tapi (secara hukum) bukan kurban. Tapi jangan dilarang juga, kan lumayan ada 10 kambing itu. Biar tidak jadi kurban, maka ia tetap mendapatkan pahala untuk menyenangkan orang di hari itu dengan sembelihan kambing," sambungnya.

Buya Yahya menambahkan, sembelihan seperti itu tidak disebut sebagai kurban, lantaran hewan yang disembelih hanyalah seekor kambing.

Sementara hewan itu diperuntukkan bagi seluruh siswa dalam satu kelas.

"Gak ada satu kambing untuk satu kelas," ujar Buya Yahya sekali lagi.

Sementara itu, patungan kurban dianggap sah, apabila patungan dilakukan semisal tujuh orang mengumpulkan dana untuk membeli seekor sapi.

"Satu sapi tersebut dijadikan kurban untuk tujuh orang tersebut. Maka patungan yang seperti ini adalah sah sebagai kurban," jelas Buya Yahya.

Selain itu, Buya Yahya juga memberikan contoh bagaimana pelaksanaan kurban di lingkungan sekolah agar sah menjadi kurban.

Misalnya saja seluruh siswa dalam satu kelas berpatungan uang untuk membeli seekor kambing.

Lalu kambing tersebut diberikan kepada salah seorang yang ada di lingkungan sekolah tersebut sebagai kurban atas dirinya.

Maka kurban tersebut sah.

"Kurban diberikan kepada salah satu dari mereka. Dia yang kurban. Maka sah jadi kurban. Kita dapat pahala membantu orang ber kurban," papar Buya Yahya.

Jadi kurbannya hanya satu orang. Satu kambing untuk satu orang" sambungnya.

Lebih lanjut Buya Yahya mengatakan, penting untuk menerapkan cara ber kurban dengan benar di lembaga pendidikan khususnya yang sering melaksanakan kurban.

"Misalnya para siswa di sekolah mengumpulkan dana untuk membeli satu ekor kambing atau satu ekor sapi, kemudian diberikan kepada guru mereka untuk dijadikan kurban. Maka kambing atau sapi tersebut sah dianggap menjadi kurban dengan catatan setiap guru diberikan satu kambing, atau satu sapi untuk tujuh guru," kata Buya Yahya.

"Dalam hal ini sang murid memang gak ber kurban. Sang murid mendapat pahala besar karena membantu gyrunya, dan sang guru mendapat pahala kurban," pungkasnya.

(Serambinews.com/Firdha Ustin)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved