Berita Banda Aceh

MaTA Minta Polisi Respon Putusan DKPP Terkait Suap, Alfian: Ada Ketidakpedulian Aparat Penegak Hukum

“Jadi ini terkesan dibiarkan saja. Artinya ada ketidakberdayaan aparat penegak hukum dalam sektor ini. Tentu ini menjadi catatan bagi kita,” tuturnya.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Agus Ramadhan
For Serambinews.com
Koordinator MaTA, Alfian 

MaTA Minta Polisi Respon Putusan DKPP Terkait Suap, Alfian: Ada Ketidakpedulian Aparat Penegak Hukum

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian meminta kepada Kepolisian Daerah (Polda) Aceh untuk merespon tindak pidana korupsi terhadap ketua dan anggota KIP Nagan Raya.

Alfian mengatakan, kedua orang ini telah dinyatakan bersalah oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena menerima uang suap dalam seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Dimana DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua KIP Nagan Raya, Muhammad Yasin dan anggota, Syahrul Iman.

Keduanya terbukti menerima uang suap Rp 18 juta dalam seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

“Seharusnya Polda Aceh merespon itu karena dia sudah melakukan tindak pidana korupsi,”

“Nah salah satu alat buktinya apa, putusan DKPP ini,” ungkap Alfian dalam Diskusi Publik Pemantauan Tahapan Pemilu 2024, di Banda Aceh pada Kamis (20/7/2023).

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diskusi publik pemantauan tahapan Pemilu 2024 di Paopia Garden, Gampong Pango Raya, Banda Aceh pada Kamis (20/7/2023).
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diskusi publik pemantauan tahapan Pemilu 2024 di Paopia Garden, Gampong Pango Raya, Banda Aceh pada Kamis (20/7/2023). (SERAMBINEWS.COM/AGUS RAMADHAN)

Baca juga: BREAKING NEWS - DKPP RI Berhentikan Ketua dan Seorang Anggota KIP Nagan Raya

Ia melihat, terdapat ketidakpedulian aparat penegak hukum terhadap sektor ini. Padahal ini bukan merupakan delik aduan.

“Karena kan publik butuh kepastian hukum. Nah, dalam catakan kami, kepolisian di Aceh belum pernah berpengalaman mengungkapkan kasus-kasus yang sektor ini,” paparnya.

Ketika misalnya kemarin, kata Alfian, ada informasi dugaan suap yang berkembang terkait dengan rekrutmen KIP Aceh.

“Seharusnya Polda Aceh merespon ini. Karena ini bukan delik aduan. Itu yang harus dipahami,”

“Jadi ini terkesan dibiarkan saja. Artinya ada ketidakberdayaan aparat penegak hukum dalam sektor ini. Tentu ini menjadi catatan bagi kita,” tuturnya.

Koordinator MaTA juga mengatakan, dalam diskusinya dengan beberapa orang-orang intelektual, dikatakan bahwa kasus seperti ini ‘sudah biasa’ terjadi setiap tahun tahapan pemilu.

“Artinya apa, bahaya juga saya pikir ketika para orang intelektual itu cara pandangnya sudah demikian,”

“Nah akhirnya terjadi krisis secara moralitas dan integritas, ditambah lagi ketidakberdayaan aparat penegak hukum dalam melihat ini,” ungkapnya.

Baca juga: Ini Pelanggaran Kode Etik Ketua dan Anggota KIP Nagan Raya Hingga Dipecat DKPP

Ia menegaskan, aparat penegak hukum memiliki kewenangan penuh untuk memastikan bahwa isu ini benar atau tidak, sehingga tidak ada isu liar lagi di publik.

“Kalau aparat penegak hukum punya Political will, jalannya sudah ada. Tinggal kemauan mereka mau mengusut atau tidak,”

“Secara sejarah peristiwa memang belum pernah ada aparat penegak hukum mengusut sektor ini, walaupun secara hukum jelas,” imbuhnya.

Sehingga kasus ini akan menjadi catatan penting dari MaTA yang perlu didorong, sehingga proses pemilu ke depan tidak ada cawe-cawe.

“Karena saya lihat ketika proses rekrutmen dan isu suap menyuap terus bergulir tapi tidak ada respon apa-apa dari aparat penegak hukum, ini akan menjadi potensi besar terhadap proses pemilu nanti,” pungkas Alfian

 

Klub Juralis Investigasi (KJI) Aceh Temukan Pencatutan Nama Pemilih

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggelar diskusi publik, setelah Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Aceh menemukan adanya pencatutan KTP dan data pemilih ganda dalam menghadapi Pemilu 2024.

Diskusi publik ini digelar di Paopia Garden, Gampong Pango Raya, Banda Aceh pada Kamis (20/7/2023), dengan menghadirkan Ketua Bawaslu Aceh Agus Syahputra, Mantan Komisioner KIP Aceh Akmal Abzal, Direktur Katahati Institute Raihal Fajri, dan Anggota Badan Pekerja MaTA Hafijal.

Perwakilan KJI Aceh, Fitri Juliana dalam paparannya menyampikan, ada sejumlah warga Aceh yang namanya terdaftar sebagai anggota partai politik pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU, padahal dia tidak menyerahkan identitas dirinya.

Seorang warga Kabupaten Aceh Timur bernama Adhil misalnya. Dia telah menjadi salah satu dari banyak korban pencatutan.

Diskusi publik pemantauan tahapan Pemilu 2024 menghadirkan Ketua Panwaslih Aceh Agus Syahputra (dua kanan), Mantan Komisioner KIP Aceh Akmal Abzal (tengah), Direktur Katahati Institute Raihal Fajri (kanan), dan perwakilan MaTA Hafijal (dua kiri) di Paopia Garde, Gampong Pango Raya, Banda Aceh pada Kamis (20/7/2023). Diskusi itu dipandu oleh aktivis ICW, Tibiko Zabar.
Diskusi publik pemantauan tahapan Pemilu 2024 menghadirkan Ketua Panwaslih Aceh Agus Syahputra (dua kanan), Mantan Komisioner KIP Aceh Akmal Abzal (tengah), Direktur Katahati Institute Raihal Fajri (kanan), dan perwakilan MaTA Hafijal (dua kiri) di Paopia Garde, Gampong Pango Raya, Banda Aceh pada Kamis (20/7/2023). Diskusi itu dipandu oleh aktivis ICW, Tibiko Zabar. (SERAMBINEWS.COM/AGUS RAMADHAN)

Akibatnya, ia tidak bisa mendaftar sebagai Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) akhir tahun lalu karena NIK-nya terdaftar sebagai anggota partai politik nasional.

Menanggapi hal tersebut, mantan Komisioner KIP Aceh, Akmal Abzal mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh publik terhadap perilaku para peserta pemilu masih lemah.

Menurutnya, masyarakat hanya berfokus dalam mengawasi penyelenggaran pemilu.

“Padahal maladministrasi itu yang acap kali dilakukan oleh para peserta pemilu, seperti mengumpulkan KTP tanpa sepengetahuan kita. Ini realita yang terjadi,"

"Dengan adanya temuan dari KJI Aceh itu membuktikan potret buram partai peserta pemilu,” ungkapnya.

Sebagai penyelenggara, kata Akmal, KPU telah membuka Helpdesk untuk digunakan oleh masyarakat melaporkan pencatutan nama dan NIK-nya agar data tersebut dihapus dari Sipol.

“Kalau periode 2023 ini begitu carut marutnya kondisi pendaftaran partai politik peserta pemilu 2024, yang dimana mencatut NIK tanpa izin dan berakhir tanpa sanksi, maka yakinlah Pemilu 2029 akan terjadi hal yang sama,” tegasnya.

Akmal mengatakan, meskipun KPU telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 pada 27 Juni 2023 lalu, namun data tersebut belum selesai.

Mengingat akan ada banyak warga yang akan menjadi pemilih pemula pada Pemilu 2024.

Dikatakan Akmal, banyak pemilih pemula yang umurnya telah mencapai 17 tahun setelah KPU menetapkan jumlah DPT hingga hari pemungutan suara 14 Februari 2024.

“Dia baru sadar kalau dirinya tidak terdaftar. Sampai dengan hari ini rekam digital terhadap identitas pemilih pemula itu belum dimiliki,” ungkapnya.

Sementara itu Ketua Bawaslu Aceh, Agus Syahputra tak menampik adanya temuan KJI Aceh terkait pencatutan NIK oleh partai peserta Pemilu 2024.

Berdasarkan penelusuran pihaknya, banyak pencatutan NIK ini disebabkan oleh program-program bantuan dari partai politik.

“Maka namanya itu dimasukkan sebagai anggota partai politik. Ini korbannya masyarakat itu sendiri,"

"Jadi pada waktu yang bersamaan sedang dilakukan verifikasi partai politik, Bawaslu juga melakukan rekrutmen panita pengawas kecamatan (Panwascam),"

"Jadi banyak NIK mereka yang tercatut di Sipol hingga akhirnya gugur,” terang dia.

Ia mengatakan, sejauh ini Bawaslu bersama KIP Aceh telah memperbaiki puluhan ribu data pemilih tetap di Aceh, seperti data ganda, pemilih pemula hingga pemilih yang telah meninggal dunia.

Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri mengungkapkan bahwa, ditemukannya data ganda pemilih merupakan kesalahan administrasi kependudukan pada saat melakukan perekaman E-KTP.

“Namun ada juga tindakan masyarakat yang sengaja merekam data kependudukan lebih dari satu kali di dua lokasi berbeda,” paparnya.

Dalam diskusi tersebut, Raihal memberi catatan kepada Bawaslu dan KIP Aceh terkait adanya ‘pemilih siluman’ yang terorganisir pada hari pemungutan suara yang terjadi di Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara.

“Itu selalu menjadi tren dan diskusi kami dalam beberapa kali pemilu. Jadi mereka ini adalah orang-orang TKI dan TKW yang sengaja ‘dipulangkan’,"

"Jadi dua daerah ini harus dilihat,” pintanya.

Hal yang sama juga diungkapkan, Anggota Badan Pekerja MaTA, Hafijal.

Ia meminta, pelaksanaan Pemilu 2024 harus dikontrol oleh semua pihak, baik masyarakat sipil maupun media. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved