Breaking News

Jurnalisme Warga

Perjuangan Menghadiahkan Mahkota untuk Orang Tua

Ketiga bisnis itu yaitu studio foto, pakaian, dan penjualan telur. Semua ini kebutuhan dasar di pemondokan sehingga potensi ekonominya sangat menggiur

|
Editor: mufti
IST
MUHAMMAD KHALIS AL-GHAZIE 

MUHAMMAD KHALIS AL-GHAZIE, Santri Hafiz Quran Indonesia di Bandung dan Alumni SMP-IT Nurul Fikri Boarding School (NFBSA), melaporkan dari Jawa Barat

Memberikan sepasang mahkota dan jubah kehormatan kepada kedua orang tua di akhirat kelak menjadi impian semua anak. Sayangnya, meraih kemulian bergengsi tersebut amat sulit, tak semudah khayalan. Banyak proses yang harus dilewati, terutama menghafal Al-Qur'an dan beramal baik.

Saya teringat hadis bernilai motivasi bagi muslim yang berhasrat menghafal Al-Qur'an. Rasulullah bersabda, "Siapa menghafal Al-Qur'an, mengkajinya, dan mengamalkannya maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari."
Melalui mutiara nasihat di atas, Rasulullah memberikan harapan besar bagi para penghafal Qur'an. Mereka diminta mengamalkannya untuk membahagiakan ibu dan bapaknya dengan mahkota kemegahan. Ini tidak bisa digapai tanpa tercipta anak bergelar hafiz Qur'an. Sebaiknya, orang tua dan anak memanfaatkan peluang itu agar menjadi manusia beruntung di dunia dan akhirat.

Sekarang sudah banyak ditemukan rumah tahfiz Quran yang siap membimbing generasi muslim menjadi penghafal Al-Qur'an sejati dan pribadi qurani. Karenanya, dalam reportase ini saya ceritakan sekelumit proses yang mesti dilalui saat menghafal Qur'an di rumah tahfiz Hafiz Quran Indonesia yang berlokasi di Kelurahan Pasirlayung, Kecamatan Cibeunying Kidul, Bandung, Jawa Barat.

Selain menghafal Qur'an, ada banyak hal yang dapat dipelajari seperti kesempatan menjadi seorang enterpreneur. Kerennya lagi, semua aspek enterpreneur didukung dengan modal hingga bimbingan langsung dari guru yang expert di bidangnya. Salah satunya, Ustaz Riza Zacharias. Ia pengusaha muda yang tercatat sebagai CEO Syamil Grub.

Saya mendapatkan banyak konsep dan motivasi berbisnis darinya. Cipratan kiat bisnis dari pengusaha santri itu membuat saya merasakan hanya bisnis yang patut ditekuni untuk menopang ekonomi masa depan. Wajar memang, Riza Zacharias sudah merintis tiga usaha sekaligus yang dibantu tenaga santri sebagai teknis operasional.

Ketiga bisnis itu yaitu studio foto, pakaian, dan penjualan telur. Semua ini kebutuhan dasar di pemondokan sehingga potensi ekonominya sangat menggiurkan.

Semua santri dituntut menjadi penghafal Qur'an dan jago bisnis. Santri yang baru masuk pesantren, satu tahun pertama difokuskan untuk menghafal Qur'an. Satu tahun berikutnya, diberikan bimbingan dan motivasi bisnis supaya jiwa enterpreneur menjadi ciri khas alumni lembaga Hafiz Qur'an Indonesia.
Proses menghafal Qur'an tidak luput dengan yang namanya godaan dan rasa ingin menyerah. Istilah humornya, kalah sebelum berperang. Memang, itu sudah lumrah bagi manusia, apalagi saat intensif dengan Al-Qur'an, seharian penuh sibuk membuka lembaran kitab suci muslim ini, menghafal pelan-pelan sambil menutup mata. Ah! Memang terasa jenuh dan penuh godaan sesat. Ditambah lagi dengan kajian dan memetik intisari Qur'an, lengkap sudah kesehariannya hidup dengan Al-Qur'an.

Setiap pagi, para santri shalat Subuh berjamaah di Masjid An Nur, di Kelurahan Pasirlayung, yang biasa digunakan warga, letaknya tidak terlalu jauh dengan pondok. Suasana memang sunyi, dingin, dan tidak banyak kendaraan yang lalu-lalang. Tentu membuat santri nyaman, betah, dan bisa menghafal Qur'an dengan tenang.

Usai shalat Subuh, santri kembali ke asrama dan melaksanakan rutinitas pagi, yaitu membaca al-Maksurat. Hati terasa damai dan tentram kala melantunkan doa yang diajarkan Nabi Muhammad. Semua tampak menyemangati diri dengan afirmasi sebagai pendorong menghafal Al-Qur'an.
Sebelum masuk ke fase hafalan, santri diwajibkan memperbaiki bacaan dan belajar kitab tajwid yang disusun Ustaz Abdul Aziz Abdurrauf. Kitab at-Tibiyan juga jadi santapan ilmu bagi santri yang menjelaskan ciri-ciri ahlul Quran. Tentu atas bimbingan guru.

Setiap pagi, sebelum mandi dan beraktivitas, diawali dengan menghafal Qur'an pada tempat idola masing-masing, seperti di kelas, di tangga, bahkan ada juga yang menghafal di genteng karena sambil hirup udara segar dan melihat banyaknya bangunan di Kota Bandung.

Saya beraktivitas ketika santri lain mempersiapkan diri untuk sekolah. Saya lebih dahulu siap dengan seragam sekolah dan lanjut menghafal sebelum masuk kelas. Entah mengapa, di sela-sela kegiatan ada saja godaan menghambat target hafalan. Kadang ada tetangga mengajak makan bersama dan teman ajak ngobrol. Parahnya lagi, saat fokus menghafal justru mata mengantuk hingga ketiduran.
Tinggal di kompleks perumahan memiliki kesan unik, selain mengenal banyak warga, bisa berbagi ilmu dan memperkuat interaksi sosial. Saya teringat, Ramadhan lalu, beberapa santri tidak pulang ke kampung halaman. Namun, kesedihan mereka terobati karena merasa ada keluarga baru yang selalu memberi semangat.

Mungkin ini pengamalan Surah Al-Hujurat ayat 13, yang intinya manusia diciptakan dengan latar belakang berbeda agar saling mengenal.

Saat fase down, menghafal seakan jadi beban dan hampir ingin angkat tangan alias menyerah. Masa penuh cobaan ini Allah perkenalkan penulis dengan banyak orang hebat yang memberikan motivasi untuk menggapai harapan hafal Al-Qur'an.

Umi Siti Maria Ulfah, sosok yang setiap kali bertemu dengan saya selalu memberi wejangan, supaya bertahan dalam kepahitan proses menghafal Qur'an. Ada juga Ustaz Razas Muhammad Saleh Ginting, yang hampir setiap matahari terbit bercuap-cuap menebarkan nasihat agar tidak pulang kampung sebelum bergelar hafiz Qur'an.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved