Berita Banda Aceh

Warkop Tempat Silaturahmi dan Diskusi Masyarakat Aceh, Prof Syamsul: Sudah Berlaku Sejak Abad ke-18

Dalam masyarakat Aceh, sebut Prof Syamsul, warung kopi menjadi salah satu tempat untuk menjalin silaturrahmi dan mendiskusi banyak hal.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
IST
Guru Besar Ilmu Filsafat Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Syamsul Rijal MA memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) 

Praktisi: Jangan mengkambinghitamkan warung kopi

Praktisi Warung Kopi Aceh, Dr H Agam Syarifuddin MA meminta kepada semua pihak untuk tidak mengkambinghitamkan warung kopi.

Hal itu menjawab Surat Edaran (SE) Pj Gubernur Aceh tentang Penguatan Syariat Islam yang mengatur jam operasional warung kopi dan kafe atau kegiatan usaha sejenis lainnya.

Dalam SE itu, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki meminta warung kopi (warkop) dan kafe untuk menutup kegiatan usahanya pada pukul 00:00 WIB.

Dr Agam mengutarakan, dalam hal penerapan Syariat Islam, mestinya Pemerintah Aceh dalam hal ini Pj Gubernur Aceh menjalankan aturan yang sudah ada, dengan memaksimal dan memperkuat instansi terkait.

“Pemerintah Aceh mestinya meningkatkan perannya dalam mengedukasi masyarakat agar mau menjalankan Syariatnya, bukan malah mengkambinghitamkan warung kopi,” katanya dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) malam.

“Aceh saat ini sudah sangat aman, dan jangan dibuat terkesan seolah Aceh hari ini tidak baik dan tidak aman,” tegasnya.

Praktisi Warung Kopi Aceh, Dr H Agam Syarifuddin MA memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023)
Praktisi Warung Kopi Aceh, Dr H Agam Syarifuddin MA memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) (SERAMBINEWS.COM/IST)

Ia meminta, seharusnya dalam penguatan Syariat Islam ada kearifan-kearifan lokal yang dipertimbangkan oleh Pj Gubernur Aceh, bukan hanya sekedar mengeluarkan Surat Edaran.

Dr Agam pun mempertanyakan SE Pj Gubernur Aceh tersebut, yang seolah-olah warung kopi di Aceh sebagai tempat maksiat.

“Poin SE Pj Gubernur yang melarang membuka warung kopi di atas pukul 12 malam, ini menjadi pertanyaan serius bagi kita, apakah warkop ini menjadi sarang maksiat?,” tanya.

“Mestinya yang perlu ditekankan juga adalah penerapan Syariat Islam di kantor-kantor pemerintahan, terutama Kantor Gubernur Aceh,” tegasnya.

Ia mengatakan, sejak dahulu kedai kopi di Aceh sudah dipahami sebagai tempat bersilaturahmi dan menjadi simbol budaya dan ekonomi masyarakat Aceh.

Kedai kopi itu, lanjutnya, sebuah bentuk kehidupan di masyarakat Aceh, dan menjadi pusat silaturrahmi dan informasi, karena banyak hal yang dibahas saat meminum kopi.

“Kalau ada sebagian tempat di warung kopi yang kedapatan ada terjadinya pelanggaran syariat Islam, mestinya pelaku yang ditindak, dan pemilik workopnya diberi peringatan bukan malah memerintah menutup warung kopi secara keseluruhan,” ungkapnya.

 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved