Berita Aceh Tengah

Inen Mayak Teri, Pengantin Baru Gayo yang Menuntut Balas Belanda Atas Kematian Suaminya

Kisah tentang sosok Inen Mayak Teri diungkap oleh penulis MH Gayo dalam bukunya "Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda," penerbit PN Balai Pusta

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Nama Inen Mayak Teri dijadikan nama taman di Takengon, letaknya di samping Pendopo Bupati Aceh Tengah. Taman ini jadi tempat penyelenggaraan Kopi Gayo Didong Runcang. Foto direkam baru-baru ini 

Kisah tentang sosok Inen Mayak Teri diungkap oleh penulis MH Gayo dalam bukunya "Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda," penerbit PN Balai Pustaka (1982).

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Inen Mayak Teri adalah perempuan pejuang Gayo dari Lokop Serbejadi, sekarang masuk dalam wilayah Aceh Timur.

Nama Inen Mayak Tri ditabalkan sebagai nama taman di samping Pendopo Bupati Aceh Tengah, Jalan Lebe Kader, Takengon.

Kisah tentang sosok Inen Mayak Teri diungkap oleh penulis MH Gayo dalam bukunya "Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda," penerbit PN Balai Pustaka (1982).

Buku ini diberi pengantar oleh tokoh nasional dari Aceh, Mr Teuku Mohammad Hasan.

Tulis MH Gayo, "Kalau di pesisir Aceh kita mengenal pahlawan perempuan Cut Nyak Dien,  janda pahlawan Teuku Umar yang telah ikut memimpin perang gerilya setelah suaminya meninggal, maka di Tanah Gayo terkenal dengan seorang pejuang perempuan yang bernama Inen Mayak Teri."

Kisah  Inen Mayak Teri diceritakan pada halaman 231 buku tersebut.

Baca juga: VIDEO - NGERINYA Nyonya N, Suami Pertama Dianggap Tiada, Nikah Lagi Untuk Lanjut Bisnis Narkoba

Inen Mayak Tri adalah pengantin baru. Dalam tradisi Gayo, seorang perempuan yang baru menikah dipanggil Inen Mayak. Sedangkan suaminya dipanggil Aman Mayak.

Disebutkan, pada tahun 1916, pasangan pengantin ini sedang dalam perjalanan ke Kampung Lokop Serbejadi. 

Pada saat itu Belanda telah menguasai daerah ini dan telah menempatkan tangsinya di Lokop.

Pasangan pengantin baru ini berpapasan dengan pasukan patroli Belanda.

Tiba-tiba pasukan Belanda menahan suaminya dan  memukulinya beramai-ramai, ditendang,  diinjak-injak,  dipukul dengan popor senjata. 

Setelah puas disiksa,  suaminya ditembak mati di hadapan Inen Mayak Teri. Darah mengucur dari sekujur tubuh suaminya.

Baca juga: Sambil Kuliah Nyambi jadi PSK, Mahasiswi Kedokteran Ini Terciduk Bareng Remaja 16 Tahun

Inen Mayak Teri menyaksikan peristiwa brutal itu  sambil menjerit meronta-ronta dan marah. 

Dengan mata melotot dan suara melengking, ia menuntut tindakan serdadu Belanda yang kejam itu. 

Tetapi serdadu marsose  yang ganas tidak memedulikan dan tidak menghiraukan ratap tangis perempuan malang ini. 

Tulis MH Gayo, rupanya  peristiwa penembakan dan penyiksaan suaminya inilah membangkitkan amarah mendalam dalam dirinya.

Ia ingin menuntut balas. Rasa dendam bergelora dalam Inen Mayak Teri.

Kematian suaminya yang telah dibunuh dengan kejam di depan matanya telah menimbulkan semangat keberanian untuk menuntut balas. 

Baca juga: Sosok Suami Pertama Ratu Narkoba Aceh, Ditangkap di China dan Divonis Mati, Ruko Besar Jadi Saksi

Dia tahu benar tangsi Belanda berada di Lokop,  tidak jauh dari kampungnya. 

Inen Mayak Teri memutar otak untuk  menuntut balas kekejaman Belanda tersebut. Semakin hari semakin membara  dendamnya. Dia juga mengetahui bahwa masih banyak kaum muslimin yang bergerak di sekitar Lokop dan daerah Serbejadi  umumnya yang menentang dan melawan Belanda

Akhirnya ia mengambil  keputusan bulat untuk ikut bertempur bersama kaum gerilya, menghancurkan Belanda. Ia bergabung dengan pasukan muslimin (sebutan pejuang Gayo yang melawan Belanda).

Untuk melaksanakan keputusannya ini, Inen Mayak Teri  terlebih dahulu mengumpulkan kekuatan batinnya, memusatkan pikirannya, berdoa kepada Allah untuk menguatkan jiwa, hati dan semangatnya. 

Ia berhasil menemukan dan menguasai  ilmu kecepatan bergerak guna melakukan serangan secepat kilat terhadap musuh.

Sasaran pokoknya ialah pasukan Belanda di tangsi Lokop.

Inen Mayak Teri mengumpulkan pengikut-pengikutnya untuk dilatih bertempur, dilatih menggunakan senjata, menyerang secara kilat dan hilang secara cepat pula. Pasukannya terdiri atas kaum laki-laki dan perempuan.

Demikianlah, pada tahun itu juga, 1916, ketika persiapan dianggap sudah cukup matang,  Inen Mayak Teri  dengan seluruh pasukannya menyerang tangsi Belanda di Lokop pada malam buta secara tiba-tiba.

Secepat kilat pasukan Inen Mayak Teri berhasil memasuki tangsi dengan memanjat kawat berduri. 

Pasukan Inen Mayak Teri berhasil menyusup dan mengobrak-abrik tangsi Belanda tersebut. 

Puluhan serdadu Belanda yang sedang tidur nyenyak berhasil dibabat dan dicincang oleh pasukan Inen Mayak Tri.

Kemudian secepat kilat pasukan ini menghilang di tengah malam buta di dalam hutan. Serdadu- serdadu Belanda yang berada dalam tangsi sangat kaget atas serangan tiba-tiba ini dan tidak tahu siapa penyerangnya. 

MH Gayo menyebutkan, peristiwa serangan Inen Mayak Teri ini telah menggemparkan seluruh daerah Lokop dan mengherankan komando militer Belanda di Kutaraja.

Pasukan Belanda mengejar pasukan Inen Mayak Teri, tapi sia-sia karena mereka telah lenyap dan melanjutkan perjuangan dan bersembunyi di tengah-tengah hutan.

Bagaimana selanjutnya dari Inen Mayak Teri dan pasukannya tidak diketahui, sebab mereka bergerak secara bergrilya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved