Berita Ekonomi

Ekonomi Terisolasi Jadi Penyebab Pemuda Aceh Ramai-Ramai Cari Kerja ke Luar Aceh, Begini Kata Pakar

Setiap tahun jumlah mereka yang menganggur meningkat, kurang tertampung oleh kesempatan kerja yang mampu disediakan daerah.

|
Serambinews.com
Rustam Effendi, Pakar Ekonomi dari Universitas Syiah Kuala 

Laporan Said Kamaruzzaman | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sulitnya mencari kerja di Aceh membuat pemuda-pemudi Aceh berusaha mencari kerja di luar Aceh, termasuk di luar negeri.

Sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia, tidak mudah bagi pemuda-pemudi Aceh untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, khususnya di sektor formal.

Namun, minimnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki juga membuat mereka tidak mudah mendapatkan pekerjaan yang ideal di luar Aceh. Yang tersedia justru lapangan kerja nonformal, atau bahkan yang ‘ilegal’.

Sebagian kaum perempuan menjadi TKW di Malaysia, hingga negara-negara Arab. Bagi pria juga demikian, berusaha mendapatkan kerja di sektor-sektor nonformal.

Misalnya menjadi pemetik buah sawit di Malaysia atau mencoba mengadu nasib di ibu kota negara, Jakarta.

Di sektor ini pun tak seluruhnya tertampung. Pasar sangat kompetitif. Hanya mereka yang punya keterampilan, yang berhasil beradaptasi.

Baca juga: Kasus Imam Masykur Ada Kaitan Jual Obat Ilegal?60 Toko Tersebar di Jakarta,Sindikat Orang Aceh Semua

Itu sebab, sebagiannya beralih ke dalam perdagangan barang-barang ilegal, mulai dari sabu, ganja, hingga tramadol.

Yang terakhir ini adalah ‘setengah ilegal’, karena penggunanya tidak bisa mendapatkan secara bebas di apotek, melainkan harus dengan resep dokter.

Nah, ada yang sukses menjalankan bisnis itu, ada juga yang gagal, dan tentu saja ada pula yang harus mendekam di dalam penjara, bahkan harus kehilangan nyawa.

Kini jumlah warga Aceh yang mencari kerja di luar Aceh terus meningkat. Koordinator Forum Koordinasi Jejaring Pemagangan (FKJP) Provinsi Aceh H Jamaluddin ST MM menyebutkan, setelah pandemi selesai, jumlah warga Aceh yang berangkat ke Malaysia semakin banyak.

“Sebagian bahkan dengan cara ilegal, melalui jalur laut. Mereka katanya bayar Rp 3,5 juta untuk sampai ke Malaysia,” kata Jamaluddin kepada Serambinews.com, Jumat (1/9/2023).

Baca juga: 29 Nelayan Aceh Ditangkap di Thailand, Ditetapkan Bersalah dengan Hukuman Denda Perorangan

Pakar ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (USK), Dr H Rustam Effendi SE M Econ CFRM, CHRA, CIFA mengatakan, warga Aceh berbondong-bondong mencari kerja di luar Aceh, karena ekonomi Aceh kini terisolasi.

Dan itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun silam.

Dengan kondisi ekonomi seperti itu, tidak banyak yang bisa diharap.

“Intinya, pertumbuhan ekonomi Aceh yang rendah salah satunya akibat minimnya pendorong mesin pertumbuhan ekonomi.

Mesin pendorong itu adalah belanja modal yang selama ini amat terbatas dikarenakan terlalu bnyak anggaran yg dialokasikan untuk pos-pos yang tidak produktif (konsumtif),” kata Rustam Effendi kepada Serambinews.com, Jumat (1/9/2023).

Dikatakan, lambannya gerak mesin pertumbuhan ditandai dengan rendahnya angka laju pertumbuhan ekonomi daerah Aceh yang rata-rata masih di bawah angka rata-rata Sumatera & Nasional.

Akibatnya, kemampuan perekonomian daerah dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga daerah juga menjadi terbatas, sehingga berdampak pada tingginya angka pengangguran terbuka (TPT).

Di sisi lain, ketersediaan lapangan kerja di sektor formal (yang bergaji tetap/permanen) juga kian menurun, dan sudah tidak dapat dijadikan sandaran lagi oleh angkatan kerja produktif, khususnya lulusan terdidik.

Baca juga: Kisah Wartawan Kompas Pernah Ditawari Tramadol di Tanah Abang: Mereka Sebut Dodol, Harganya Segini

“Setiap tahun jumlah mereka yang menganggur meningkat, kurang tertampung oleh kesempatan kerja yang mampu disediakan daerah,” katanya.

Lebih lanjut, kata Rustam, semua ini akan berdampak pada tingginya angka kemiskinan.

Meski ada penurunan, harus diakui bahwa angka kemiskinan Aceh masih salah satu yang tertinggi di Tanah Air.

Lalu, bagaimana solusinya?

“Solusinya, gunakan anggaran daerah secara selektif. Prioritaskan untuk sektor-sektor yang produktif, arahkan untuk sektor-sektor basis seperti pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, perdagangan/UMKM) di daerah yang dapat menyerap tenaga kerja,” kata Rustam.

Baca juga: Dokter Anestesi RSUDZA Bicara soal Tramadol, Mulai dari Efek hingga Terapi Berhenti Kecanduan

Pengajar di Fakultas Ekonomi USK ini meminta pos-pos alokasi yang tidak produktif dan kontraproduktif untuk penguatan pondasi ekonomi daerah sepatutnya dikurangi.

“Sisir kembali seluruh pos belanja, hindari pemborosan. Kualitas anggaran yang dialokasi lewat dana aspirasi (pokir) juga harus dicermati betul, dan sebaiknya dihapus saja jika tidak bermanfaat dan kurang mampu memberdayakan kemandirian pihak yang dituju,” katanya.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved