Berita Aceh Selatan

Rafly Kande Minta Pemerintah Harus Tegas dan Evaluasi Perizinan Tambang PT BMU di Aceh Selatan

Atas berbagai keluhan dan pandangan yang telah diterima Rafly Kande, ia melihat pemerintah perlu segera mengambil tindakan tegas terkait izin usaha pe

Penulis: Subur Dani | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Anggota DPR RI asal Aceh, Rafly Kande 

Atas berbagai keluhan dan pandangan yang telah diterima Rafly Kande, ia melihat pemerintah perlu segera mengambil tindakan tegas terkait izin usaha pertambangan milik PT BMU.

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Penolakan izin tambang untuk PT Beri Mineral Utama (BMU) di Aceh Selatan menjadi isu nasional dalam sepekan terakhir.

Warga setempat, mahasiswa, hingga aktivis lingkungan menyebutkan, eksploitasi yang dilakukan perusahaan itu tidak sesuai izin yang dikantongi dan telah menimbulkan kerusakan lingkungan alam dan kehidupan sosial di sekitar kawasan tambang.

Demonstrasi massa tidak hanya dilakukan di Aceh Selatan, namun juga di Kantor Gubernur di Banda Aceh.

Masyarakat, mahasiswa, dan aktivis mendesak agar Pemkab Aceh Selatan dan Pemprov Aceh segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi milik PT BMU.

Anggota DPR RI asal Aceh, Rafly Kande juga memberi perhatian khusus terhadap isu ini.

Kepada Serambinews.com, Rafly mengaku masyarakat Kluet telah meluapkan kekesalan kepadanya selaku Anggota Komisi VI DPRI.

Baca juga: 60 Tim Sepak Bola di Aceh Selatan Perebutkan Piala Bupati Berhadiah Rp 68 Juta, Ini 2 Laga Besok

Atas berbagai keluhan dan pandangan yang telah diterima Rafly Kande, ia melihat pemerintah perlu segera mengambil tindakan tegas terkait izin usaha pertambangan milik PT BMU.

“Secara personal dan lembaga dan kontribusi saya selama ini, saya tentu ingin persoalan PT BMU ini tuntas. Pemerintah perlu mengambil tindakan tegas dan mengevaluasi terkait perizinan PT BMU ini,” ujar Rafly Kande.

Pelantun lagu Rawa Tripa ini mengutarakan, keluhan masyarakat perihal tambang PT BMU sudah berlangsung sejak Mei 2023.

Dimulai dari peneliti dari Pusat Kajian Analisis Transaksi (PuKAT) Aceh Selatan, laporan masyarakat terkait pencemaran lingkungan, tinjauan tim evaluasi tambang Aceh, sampai pada puncaknya demonstrasi massa yang terjadi sekarang ini. 

Menurutnya, Pemerintah Aceh melalui Surat Kepala Dinas ESDM dengan Nomor 540/343 tanggal 3 April 2023 memberikan teguran berupa sanksi administratif peringatan pertama kepada PT BMU.

“Akan tetapi, perusahaan tersebut justru melaksanakan kegiatan operasional sampai terjadinya gejolak penolakan secara massif,” ujarnya.

Baca juga: Akhyar Kamil Sebut Ada Pihak Ingin Jatuhkannya Jelang Pemilu Lewat Isu Imam Masykur dan Tramadol

Dalam surat tersebut menjelaskan bahwa PT BMU memegang izin Bupati Aceh Selatan Nomor: 52 Tahun 2012 untuk usaha pertambangan bijih besi.

Perusahaan tidak memiliki izin untuk menambang emas.

“Ini bertentangan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-undang Nomor: 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor: 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” kata Rafly Kande.

Hal yang mencengangkan lagi katanya, sebagaimana disampaikan oleh Kabid Pelayanan dan Perizinan B DPMPTSP Aceh, Marzuki, hasil evaluasi dan verifikasi faktual menunjukkan PT BMU menambang emas.

“Padahal, izinnya menambang bijih besi. Terdapat beberapa pelanggaran seperti adanya kolam perendaman dan lubang-lubang bekas galian,” ujarnya.

Khalayak umum dapat mengakses data IUP milik PT BMU melalui situs MOMI Minerba dan MODI Kementerian Energi Sumberdaya Mineral.

Baca juga: PKB Putuskan Setujui Duet Anies-Cak Imin, Klaim Dapat Dukungan Ulama dan Kiai, Segera Dideklarasi

Tercatat bahwa Luasan Izin yang diberikan oleh Pemerintah, yaitu 1.000 hektare yang ditandatangani oleh Bupati Aceh Selatan melalui SK Nomor 52 Tahun 2012 yang berlaku dari 124/1/2012 sampai 24/1/2023dengan komoditas bijih besi.

“Izin pertambangan tersebut diberikan 6 tahun setelah UU Pemerintah Aceh disahkan, dan sebelum Qanun Nomor 15 Tahun 2013 di mana pemerintah kabupaten memiliki kewenangan penuh menerbitkan perizinan di wilayah Aceh.

“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh melalui regulasinya harus segera bertindak dengan sangat tegas bersama penegak hukum atas temuan-temuan pelanggaran izin tambang dengan segera tanpa pandang bulu,” katanya.

Sebab, pengusahaan minerba merupakan kebijakan strategis nasional yang harus dijalankan oleh negara sesuai UUD 1945 dan harus mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.

“Sektor minerba dapat meningkatkan Pendapatan Asli Aceh.

Pengelolaannya harus taat pada peraturan perundang-undangan dan kaidah keilmuan. Industri ini tidak bisa dikelola secara main-main, karena memiliki modal besar, sumber daya kompeten, teknologi canggih, dan resiko tinggi.

Baca juga: Luna Maya Ultah Ke-40, Marianne Rumantir Singgung Soal Pernikahan: Itu Pilihan Hidup Masing-masing

Aktivitas pertambangan juga mengubah keadaan lingkungan, sehingga perlu penanganan khusus dengan menerapkan program perlindungan dan pemulihan lingkungan.

Hal tersebut bertujuan agar alam tetap memberikan ruang hijau untuk dinikmati oleh segenap makhluk hidupm,” lanjut Rafly Kande.

Para pemegang IUP dituntut harus menjalankan Good Mining Practice (GMP) sebagaimana Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018 di mana menekankan pada Pengelolaan lingkungan hidup yang dibuktikan di lapangan dan laporan pertanggung jawaban.

Terkhusus bagi Aceh, pemberian IUP terhadap PT BMU dirasa menjadi pelajaran untuk memastikan koordinasi yang kuat antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat agar regulasi benar-benar ditegakkan.

“Publik wajib tahu seperti apa pelaksanaan pemulihan lingkungan dan tanggung jawab sosial oleh PT. BMU, termasuk perusahaan tambang yang beroperasi di Aceh. Jika tidak sesuai regulasi, maka pemerintah wajib berikan sanksi, bahkan pencabutan izin” tegas Rafly Kande.

Ia mendorong Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal RI dengan regulasinya harus memberikan respon konkrit atas upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh terhadap izin tambang di wilayah Aceh. 

Ia juga meminta Pemerintah Aceh untuk pro-aktif terhadap izin tambang yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Aceh. Hal ini bertujuan untuk memastikan pengelolaan tambang-tambang asing itu sesuai standarisasi, dan menghormati kekhususan Aceh.

“Kolaborasi aktif Pemerintah Aceh dan Perusahaan Asing menjadi katalisator untuk transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, termasuk juga keterlibatan porsi saham kepada perusahaan pemerintah daerah. Supaya tercipta pengawasan yang berimbang atas data-data temuan seberapa besar potensi sumberdaya dan cadangan dalam WIUP yang diterbtikan," katanya.

Sebagai masukan, Rafly Kande mengajak elemen Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat untuk membentuk Badan Pengelolaan Pertambangan Minerba Aceh agar memperkuat pelaksanaan kekhususan Aceh, sehingga proses koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan terlaksana efektif, efisien, dan tercipta transparansi kepada rakyat Aceh.

Dalam catatan Rafly dari sumber informasi yang valid, PAD Aceh bidang Pertambangan dan Migas yaitu sekitar 1 Triliun.

Bayangkan bila sektor ini dikelola dengan baik, maka akan mendatangkan kesejahteraan bagi Aceh sehingga bisa meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan dan pembangunan ekonomi rakyat.

“Di parlemen pusat selalu saya tegaskan di dalam rapat komisi dan paripurnama bahwa optimalisasi SDA dan SDM adalah bagian terpenting untuk menuju kemandirian Aceh dalam martabat pusat itu sendiri," kata Rafly Kande. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved