Opini
Menanti Keadilan dari Kasus Imam Masykur
Kejadian yang menimpa Imam Maskur bukan kasus tunggal. Ketiga pelaku ternyata telah melakukan penyiksaan dan pemerasan kepada sejumlah pemuda Aceh di
Pengadilan paling adil
Kasus ini telah mengerucut simpati ke korban. Sebaliknya publik juga menuntut tiga pemuda degil ini untuk dihukum maksimal. Tak ada sikap untuk bisa memaafkan tindakan pemerasan dan pembunuhan itu.
Panglima TNI Yudo Margono sendiri menunjukkan kegeramannya atas perilaku oknum prajurit ini. Tindakan mereka mengabaikan kerja keras TNI untuk menunjukkan citra positif dan manusiawi kepada publik. Termasuk tidak menoleransi segala bentuk pelanggaran etik apalagi pidana yang dilakukan anggotanya. Ia bahkan menyatakan tidak menutup kemungkinan ketiganya dihukum maksimal.
Amnesti Internasional yang ikut memperhatikan kasus ini meminta adanya hakim yang berintegritas dan penyelidikan sebaiknya dilakukan melalui peradilan umum (Kompas.com, 28 Agustus 2023). Ada kekhawatiran kasus ini akan direkayasa dengan memberikan hukuman ringan sehingga mencederai rasa keadilan publik seperti tercermin dari saga kasus Sambo.
Padahal jika dilihat, peradilan militer adalah salah satu peradilan yang diakui di republik ini. Meskipun diadopsi dari model peradilan Belanda – seperti juga peradilan sipil di Indonesia – ia juga menjalankan peran hukum acara untuk memeriksa dan mengadili perkara yang melibatkan anggota militer.
Sebelumnya peradilan militer boleh menghukum sipil yang bekerja di institusi kemiliteran berdasarkan UU No. 31 tahun 1997. Namun sejak adanya UU No. 34 tahun 2004, sipil seperti kepolisian diadili oleh peradilan umum.
Ketakutan bahwa peradilan militer tidak berjalan fair juga sebuah sikap terlalu dini. Jika melihat kasus Nagrek dengan pelaku Kolonel Inf Priyanto, yang melakukan pengaburan kasus tabrak dua remaja, dan kasus perdagangan sabu dan ekstasi yang dilakukan Sertu Yalpin Tarzun keduanya dihukum secara maksimal, yaitu seumur hidup. Artinya peradilan militer juga memiliki kredibilitas yang kuat.
Bayangan publik juga tidak boleh dikacaukan oleh Pengadilan Koneksitas kasus pembantaian Tgk Bantaqiyah tahun 2000 yang penuh prosedur menyesatkan dan cenderung melegalkan impunitas. Proses peradilan saat itu masih didorong oleh sikap untuk membela korps dan dilakukan sebelum UU TNI pascareformasi hadir.
Pernyataan sang Panglima bagi saya adalah janji seorang prajurit yang patriotik. Ketika proses peradilan akan memandu pada bukti kuat dan meyakinkan, maka tak ada hukuman yang tepat bagi ketiga pemuda degil itu kecuali hukuman maksimal: ditembak sampai mati!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.