Serambi Spotlight

Revisi Qanun Kesehatan soal Pembentukan BPJKA untuk Kelola Dana JKA Masih Tertahan di Kemendagri

“Kalau program JKN tidak bisa berjalan, bisa kita bayangkan. Pertama masyarakat dirugikan, lalu tenaga kesehatan yang selama ini bekerja harus kita

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Tangkap Layar Youtube SERAMBINEWS
Ketua Asklin Aceh, dr Teuku Yusriadi SpBA dan Anggota Komisi V DPRA, dr Purnama Setia Budi SpOG menjadi narasumber dalam program ‘Serambi Spotlight’ dengan tema ‘Ancaman Klinik dan Pasien Bila JKA Disetop BPJS Kesehatan’, Sabtu (7/10/2023) dipandu oleh Jurnalis Serambi Indonsia, Agus Ramadhan. 

Anggota DPRA asal Bireuen itu menyampaikan hal ini dalam Program Serambi Spotligt, Sabtu (7/10/2023).

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Anggota Komisi V DPRA dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dr Purnama Setia Budi SpOG, mengatakan sangat memungkinkan Aceh membentuk lembaga khusus untuk mengelola dana Jaminan Kesehatan Aceh atau JKA

Anggota DPRA asal Bireuen itu menyampaikan hal ini dalam Program Serambi Spotligt, Sabtu (7/10/2023).

Program yang mengangkat tema "Ancaman Klinik dan Pasien Bila JKA Distop BPJS Kesehatan" ini menghadirkan Anggota Komisi DPRA, dr Purnama Setia Budi SpOG dan Ketua Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin) Aceh, dr Teuku Yusriadi SpBA, Sabtu (7/10/2023).

Diskusi ini dipandu Jurnalis Serambi Indonesia, Agus Ramadhan, dan disirakan langsung di Youtube dan Facebook Serambinews.com.

Dokter Purnama mengatakan DPRA telah melakukan revisi Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan.

Salah satu poinnya adalah membentuk Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA).

“Jadi (nanti) semua yang membenahi masalah JKA itu mereka,” imbuhnya.

Kendati demikian, draft revisi Qanun Kesehatan tersebut masih tertahan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menunggu persetujuan.

“Belum diberikan nomor registrasi, artinya masih belum disetujui oleh pemerintah pusat,” terang dr Purnama.

Dia menyakini, apabila BPJKA ini terbentuk maka permasalahan terkait JKA yang pada hari ini terjadi dapat teratasi, seperti pembiayaan dan validasi data peserta. 

Seperti diberitakan Serambinews.com sebelumnya, isu program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) terancam tidak bisa dilanjutkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan karena persoalan utang Pemerintah Aceh telah menjadi polemik.

Tidak hanya pasien, klinik kesehatan swasta terancam tak memiliki anggaran bila JKA benar-benar dihentikan.

Karena selama ini, banyak klinik swasta yang pasiennya merupakan peserta BPJS Kesehatan.

“Klinik swasta memberikan peluang kerja bagi tenaga kesehatan, dokter, perawat, dan bidan,"

"Pemerintah harus paham bahwa sektor swasta ini sangat dominan dalam memberikan layanan kepada masyarakat,” ujar Ketua Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin) Aceh, dr Teuku Yusriadi SpBA dalam program Serambi Spotligt, Sabtu (7/10/2023).

Program yang memangkat tema "Ancaman Klinik dan Pasien Bila JKA Disetop BPJS Kesehatan" ini juga menghadirkan Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dr Purnama Setia Budi SpOG, yang dipandu oleh Jurnalis Serambi Indonesia, Agus Ramadhan, dan disirakan langsung di Youtube dan Facebook Serambinews.com.

Baca juga: Pemuda Muhammadiyah Lhokseumawe Desak Pemerintah Aceh Prioritaskan JKA Dibanding PON 2024

Menurut dr Teuku Yusriadi, berdasarkan data yang diperoleh per Februari 2023 ada 142 klinik swasta Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di Aceh yang menerima manfaat dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

“Kalau program JKN tidak bisa berjalan, bisa kita bayangkan,"

"Pertama masyarakat dirugikan, lalu tenaga kesehatan yang selama ini bekerja harus kita kurangi jumlahnya,"

"Hal ini berbeda (di klinik milik) pemerintah, mereka sudah digaji,” ungkapnya.

Baca juga: JKA Terancam, Nasrul Zaman: Pemerintah Aceh Tidak Serius Mengurus Rakyat

Kemudian pada fasilitas kesehatan ditingkat lanjutan seperti rumah sakit (RS) dan klinik utama, ada 38 RS dan 16 klinik utama milik swasta dari total 86 fasilitas di Aceh, yang selama ini juga melayani kesehatan bagi pasien JKA.

Dokter Yusriadi mengatakan, apabila permasalahan JKA ini terkait dengan berkurangnya anggaran Aceh terutama otonomi khusus (otsus), diperlukan validasi dan singkroniasi data peserta JKA.

“Atau dibuat satu lembaga khusus yang melakukan hal ini,” sebutnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved