Jurnalisme Warga
Haruskah Perempuan Mandiri dan Berdaya?
Di Aceh, terpilih 37 perempuan pengusaha yang telah melalui tahapan pelatihan kewirausahaan secara daring dan luring, dan dalam beberapa minggu ke dep
AYU ‘ULYA, Tim perempuanleuser.com, peserta AWE Indonesia, dan anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh
“Saya dulunya seorang penyintas konflik. Bisnis ini menjadi sumber penghasilan saya selaku tulang punggung keluarga,” jelas Nur Asma haru setelah berhasil melakukan Demo Presentasi Bisnis ‘Sup Buah Eskrim’ miliknya di hadapan para juri program Academy for Women Entrepreneurs (AWE) di Aula Pusat Komunitas kamiKITA pada awal Oktober 2023. Sebagai seorang perempuan, Nur menjelaskan bagaimana dia berproses menjadi pebisnis yang lebih percaya diri selama mengikuti program AWE. “Dulu ketika berbicara di depan orang ramai saya mudah gemetaran, hingga terpaksa duduk kalau presentasi,” kenangnya sembari tertawa renyah.
Academy for Women Entrepreneurs merupakan program yang memberikan pengetahuan, jaringan, dan akses yang dibutuhkan oleh perempuan untuk memulai dan mengembangkan bisnis yang sukses.
Secara garis besar, AWE menghadirkan pembelajaran terkait kepemimpinan perempuan, bisnis lestari, manajemen keuangan, keterampilan teknis seperti copywriting, foto produk, optimasi media sosial, serta desain grafis, dan juga latihan presentasi singkat bisnis (pitch deck) untuk menggaet investor.
AWE merupakan bagian dari program penguatan Strategi Nasional Amerika Serikat dalam dukungan terhadap pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Program AWE sudah dijalankan di lebih 100 negara di seluruh dunia. Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh dan Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, terpilih menjadi dua lokasi temu pelatihan AWE yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia.
Adapun pelatihan AWE di Aceh ditangani langsung oleh Organisasi Kepemudaan The Leader.
“Saya menilai selama ini daya beli masyarakat menurun, tapi harga bahan baku terus naik. Melalui program AWE, saya berharap dapat meningkatkan kapasitas diri dan mengatur ulang strategi pemasaran agar bisnis kuliner saya kembali maju,” ungkap Ayu Wulandari memberi alasan keikutsertaannya dalam program AWE.
Academy for Women Entrepreneurs ini dilaksanakan selama lima bulan dengan tiga tahapan program, yaitu pelatihan bisnis secara daring, pelatihan bisnis secara luring, dan mentoring bisnis.
Di Aceh, terpilih 37 perempuan pengusaha yang telah melalui tahapan pelatihan kewirausahaan secara daring dan luring, dan dalam beberapa minggu ke depan akan melakukan aktivitas mentoring bersama para pakar terpilih di bidang bisnis.
Penanggung Jawab Program AWE Indonesia, Ismi Ariniawati, pada penutupan program pelatihan tatap muka selama empat hari di Banda Aceh mengaku bangga sekaligus haru melihat antusiasme para perempuan pebisnis dari Aceh. “Terima kasih untuk kakak-kakak yang di tengah kesibukannya tetap semangat mengikuti program AWE. Ada yang datang bersama bayinya, ada yang sedang hamil, dan ada juga suami yang hadir menemani dan menjaga buah hati selama istrinya belajar bisnis di sini.”
Kemudian, Ratu Chairunisa, perwakilan The Leader sekaligus alumnus KL YES 2014-2025, menambahkan, “Setelah melewati tahapan mentoring dan finalisasi pitching bisnis, masing-masing peserta akan berkompetisi melakukan presentasi bisnis di depan investor dan dewan juri.”
Menurut keterangannya, kompetisi bisnis tersebut akan dilaksanakan pada pengujung tahun 2023. Kemudian, para pemenang akan menerima total dana hibah senilai 25 juta rupiah.
Adapun materi pelatihan AWE dapat diakses secara luas dan gratis oleh masyarakat melalui website dreambuilder.bluedrop.io/app/
Usaha hijau
“Bisnis itu solusi. Orang yang berbisnis adalah orang yang menciptakan solusi,” jelas Henny Cahyanti, Project Coordinator Yayasan kamiKITA di Gampong Mulia, yang hadir sebagai pemateri pelatihan AWE.
Henny menjelaskan, terdapat empat faktor untuk menjalankan bisnis yang solutif dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Bisnis lestari tersebut mencakup 4P yaitu profit (unsur ekonomi), people (unsur sosial), planet (unsur lingkungan), dan policy (unsur kebijakan pemerintahan).
Usaha hijau (green entrepreneurship), disebutnya, dapat didukung dengan membiasakan diri mengosumsi produk lokal dan mengurangi sampah sekali pakai.
Menurut para ahli, bisnis lestari diyakini dapat melawan efek globalisasi dan kapitalisme yang cenderung meredupkan usaha masyarakat setempat.
Sang perempuan pebisnis yang bergerak di bidang urban farming dan daur ulang sampah plastik itu juga meresahkan banyaknya sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Banda Aceh, lebih kurang 230 ton setiap harinya, yang menurutnya belum dikelola secara maksimal. Dia juga menyebutkan bahwa perempuan pebisnis punya potensi besar untuk mandiri dan berdaya. Hal itu dibuktikannya melalui data bahwa nyaris 64,5 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia dipimpin oleh perempuan.
“Mulailah mencari-cari masalah dan menciptakan solusi. Kalau Aceh ingin maju, maka masyarakat harus mampu menciptakan bahan baku produknya sendiri,” jelas Henny.
Demi memperkuat pemahaman peserta AWE terkait bisnis hijau, sesi workshop daring bersama Ranitya Nurlita yang merupakan Founder of WasteHub pun digelar pada 8 Oktober 2023. Mengusung tema ‘Belajar Cuan Lestari Bareng Kak Lita’, para peserta Academy for Women Entrepreneurs diajak berdiskusi tentang tata cara mengarahkan bisnisnya menjadi usaha bernilai profit yang lebih ramah lingkungan.
Lita memperdalam pemahaman peserta AWE dengan memberikan ragam contoh usaha hijau yang dapat dijalankan. Dia juga turut menghadirkan sesi bedah bisnis dengan menggunakan standar Business Model Canvas (BMC) Lestari. BMC Lestari merupakan salah satu perangkat untuk membantu wirausaha memahami bisnis yang ingin mereka bangun dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dalam merencanakan operasional bisnis.
Materi bisnis hijau dalam program AWE ini membangkitkan kesadaran dan pemahaman para perempuan pebisnis bahwa menghasilkan pundi tidak berarti harus merusak alam.
“Setelah sesi ini, saya jadi sadar ternyata bisnis apa pun bisa diarahkan menjadi lebih sustainable,” tulis salah seorang peserta AWE di kolom percakapan pertemuan daring.
Beberapa peserta lainnya pun berkomentar bahwa materi usaha hijau membuat mereka lebih peka menciptakan solusi bisnis yang membawa nilai-nilai berkelanjutan yang ramah terhadap alam dan lingkungan hidup.
Sebagai manusia yang diberikan akal sehat, penting untuk menjadi kreatif dan memiliki rasa empati dalam memenuhi kebutuhan hidup yang berselaras dengan penjagaan alam. Sebab, pada dasarnya, manusia, alam, beserta isinya saling terhubung dan bergantung satu sama lain.
Penting bagi kita untuk kembali mengingat sebuah petuah kondang dari penulis ternama Eric Weiner, “Bahwa sejatinya ketika pohon terakhir telah ditebang, tetes air sungai terakhir telah hilang, dan ikan terakhir telah ditangkap, barulah manusia sadar bahwa dia tidak dapat memakan uang.”
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.