Bolehkah PON di Aceh Tanpa Sharing APBA? Begini Jawaban MTA

Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menjawab terkait apakah boleh pelaksanaan PON di Aceh tanpa sharing dari APBA.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Taufik Hidayat
YouTube Serambinews
Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA (kiri) menjawab terkait apakah boleh pelaksanaan PON di Aceh tanpa sharing dari APBA. Hal itu disampaikan dalam program Serambi Spotlight dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali di Studio Serambinews.com, Jumat (20/10/2023). 

SERAMBINEWS.COM - Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menjawab terkait apakah boleh pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Aceh tanpa sharing dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA).

Hal itu disampaikannya dalam program Serambi Spotlight dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali di Studio Serambinews.com, Jumat (20/10/2023).

Dalam bincang-bincang itu dia menjelaskan, sepanjang perjalanan perencanaan PON terjadi dinamika tersendiri di pusat soal anggaran.

Terutama terkait Program Proyek Strategi Nasional (PSN), kemudian pemindahan ibu kota (IKN), pemilu serentak dan dilanjutkan pilkada serentak pada tahun yang sama.

"Dan itu berefek pada pelaksanaan pembangunan-pembangunan fasilitas PON," jelas MTA.

 

 

Akhirnya pemerintah memilih supaya PON tetap dijalankan, namun harus ada rasionalisasi dan pegembangan sarana dan prasaran yang sudah ada.

Di saat yang bersamaan Pemerintah Aceh juga menghadapi masalah fiskal yang sangat serius.

Kalau dulunya Aceh mempunyai dana otonomi khusus (Otsus) dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional sebesar 2 persen sekarang, turun menjadi 1 persen.

Kondisi ini kata MTA sangat terasa sebab Aceh punya tanggungan wajib seperti program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), pembangunan rumah dhuafa, beasiswa anak yatim hingga pembiayaan-pembiayaan yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik.

"Nah, kemudian pemerintah merasionalisasikan pelaksanaan PON sebagaimana legacy Jokowi ini harus tetap berlangsung sebagai akhir periode beliau," ungkap MTA.

"Di sisi lain memang keberadaan masalah fiskal baik di nasional dan daerah ini harus disiasati dengan penghematan-penghematan," tambahnya.

Baca juga: MTA: Tak Mungkin PON di Aceh Tanpa Sharing Dana Daerah, Namun Penggunaan APBA Harus Diminimalisir

Baca juga: Anggaran Penyelenggaraan PON 2024 Dirasionalisasi, Turun dari Rp 1,2 T Menjadi Rp 800 Miliar

Jubir Pemerintah Aceh itu menjelaskan. Sumut memang dibangun stadion yang baru.

Sementara Aceh, bila dilakukan pembangunan venue baru seperti yang diharapkan di tanah Universitas Syiah Kuala (USK) sebagaimana rencana awal, hal itu tidak tercover karena ada fasilitas-fasilitas lain sebagai pusat kegiatan olahraga pasca-PON.

Akhirnya pemerintah menetapkan bahwa untuk Aceh dilakukan pemaksimalan sarana-prasarana yang ada untuk memenuhi standar PON.

"Misalnya rehab berat terhadap Stadion Harapan Bangsa, itu sebenarnya statusnya pembangunan baru, cuma karena lokasinya (saja sama)," jelas MTA.

"Kenapa diambil karena di pusat kota, kemudian aktivitas mobilitas masyarakat kota banyak terkonsentrasi di sana, kemudian ada beberapa venue di kawasan itu," tambahnya.

Pembangunan Stadion Harapan Bangsa dijelaskannya menghabiskan anggaran sampai Rp 400-an miliar.

"Kenapa Sumut lebih cepat beberapa bulan mulai, Lhong Raya ini baru mulai karena dia rehab berat itu sudah dimulai ada hal-hal yang masih dipakai di sana seperti fondasi dasar, yang lain nanti akan dirobohkan kemudian dibangun," jelas MTA.

Kemudian rehab besar juga dilakukan terhadap Stadion Dimurthala, serta arena kolam dan fasilitas lainnya yang secara keseluruhan harus berstandar internasional.

"Pertimbangan perbaikan-perbaikan itu sebenarnya pasca-PON dia lebih meningkatkan mobilitas dan aktivitas dalam olahraga, itu sumbernya APBN," ungkap MTA.

"Kemudian pacuan kuda di Bener Meriah, dan banyak fasilitas-fasilitas yang dilakukan rehab itu untuk standar PON sumbernya dari APBN," tambahnya.

Jubir Pemerintah Aceh itu mengungkapkan, APBN menanggung anggara PON untuk Aceh sampai Rp 883 miliar, bahkan lebih rendah dari Sumatera Utara yang hanya Rp 700-an miliar.

"Artinya, kondisi ini bukan seakan-akan pusat menganaktirikan Aceh, tidak," jelas MTA.

"Lebih kepada memang kondisi fiskal negara yang kemudian harus jadi PON ini sebagai legacy akhir periode pak Jokowi," tambahnya.

Baca juga: Ditanya soal Survei Bacapres, Anies: Saya Mengkhawatirkan Masa Depan Peneliti-peneliti Ini 

Ribut Anggaran PON Rp 1,2 T Ditanggung Aceh

Selain anggaran untuk pembangunan fasilitas, dibutuhkan juga anggaran penyelenggaran yang awalnya dirasionalisasikan antara tim dari pusat dan Pemerintah Aceh sebesar Rp 1,2 triliun.

"Untuk Aceh termasuk ada pembukaan, itu dibutuhkan anggaran Rp 1,2 triliun dan sumber anggarannya belum ditetapkan," ungkap MTA.

"Tapi begitu muncul Rp 1,2 triliun seakan-akan pusat menginginkan Aceh menggunakan APBA Rp 1,2 triliun, inilah yang diviralkan kemudian," tambahnya.

Menurut Jubir Pemerintah Aceh itu, ada yang informasi yang kurang tepat sampai ke publik mengenai anggaran tersebut.

"Dihitung sama-sama kemudian pada saat itu titiknya Rp 1,2 triliun, kemudian diviralkan bahwa seakan-akan Aceh menggunakan Rp 1,2 triliun untuk penyelenggaran PON," kata MTA.

"Memang tidak salah, tapi kita harus menjelaskan jadi Rp 1,2 triliun itu anggaran untuk penyelenggaran," tambahnya.

Dijelaskannya, jauh sebelum ada biaya penyelenggaraan itu, Kemenpora sudah punya plan terkait alat-alat, masuk dalam biaya penyelenggaraan mencapai Rp 400-600 miliar.

"Dan itu sudah menjadi agenda Menpora untuk alat," tambahnya.

Baca juga: Firli Bahuri Minta Tunda Pemeriksaan, Polda Metro Akan Kirim Surat Panggilan Kedua jika Mangkir Lagi

Baca juga: Pria Ini Siksa Istri sampai Tewas di Bogor, Korban Dipukuli di Depan Dua Anaknya, Ini Motif Pelaku

Jubir Pemerintah Aceh itu menjelaskan, mengenai skema anggarannya nanti ada yang bersumber dari APBN, kemudian dari sponsor , tiket, parkir, baru kemudian termasuk sharing APBA.

"Ketika ada yang mengatakan jangan gunakan otsus untuk PON, kita harus sambut positif itu bahwa ada benar juga keinginan publik dengan kondisi fiskal kita saat ini," ungkap MTA.

Termasuk dalam hal ini yang dikritik DPRA, karena PON dianggap hajat pusat maka penggunaannya anggarannya harus dari APBN.

"Tetapi hajat ini adalah hajat yang kita inginkan yang kemudian juga kita harus berkontribusi," ungkap MTA.

"Dan kontribusi itu kan juga dalam hal penyelenggaraannya di Aceh, berefek terhadap Aceh sendiri," tambahnya.

Sekarang yang semestinya dipikirkan adalah bagaimana komunikasi dilakukan agar APBA bisa ditekan seminimal mungkin penggunaannya.

"Karena ini memang kondisi fiskal kita, kemudian hajat ini pusat walau kita jemput, inilah yang kita butuhkan kekompakan di Aceh untuk bisa mengkomunikasikan itu," kata MTA.

"Dan kalau menurut kami, tidak perlu kita melakukan manuver komunikasi yang membangun resistensi di publik, tetapi lebih kepada bangun komunikasi yang baik agar hal ini menjadi pertimbangan khusus oleh presiden," tambahnya.

Dijelaskannya, pusat dalam hal ini Kemendagri dan KONI sebagai PB PON Pusat sudah datang ke Aceh melakukan rapat rasionalisasi secara simultan selama dua hari terkait anggaran Rp 1,2 triliun ini.

"Rasionalisasi dilakukan pada misi penghematan, karena mungkin fiskal APBN sedikit bermasalah," jelas MTA.

"Jadi anggaran Rp 1,2 triliun itu dilakukan penghematan menjadi sekitar Rp 800-an miliar," tambahnya.

Hasil ini kemudian akan dilaporkan pihak tim pusat bersama gubernur dalam rapat terbatas dengan presiden nantinya.

"Presiden nanti akan mengambil kebijakan anggarannya dari mana," jelas MTA.

"Bagi kita, tanpa sharing APBA itu gak mungkin, tetap harus ada. Kemudian sharing ini pun lebih kepada kesiapan kita sendiri dalam menunjang pelaksanaan PON dan itu juga akan berefek terhadap aktivitas perekonomian masyarakat," tambahnya.

Meski demikian, nanti akan dilakukan rapat terbatas dengan presiden, gubernur dan tim pusat mengenai ketetapan skema sumber anggarannya dari mana.

DPRA Keberatan Anggaran Otsus Dipakai, Bagaimana Solusinya?

Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menjelaskan kalau memang penggunaannya tidak dari APBA semisal otsus dalam hal ini yang paling besar, mungkin sumber lain bisa jadi dari pendapatan asli (PAD) dan sebagainya.

"Seperti yang kita sampaikan tadi, komunikasi yang intens dengan pusat sebisa mungkin untuk tidak menggunakan APBA," ungkap MTA.

Meski demikian, bila kondisi negara tidak memungkinkan dan mengharuskan suntikan dari APBA, maka Pemerintah Aceh akan berkomunikasi dengan DPRA melakukan rasionalisasi.

"Nanti akan kita komunikasikan dengan dewan, rasionalisasi bersama kepatutan-kepatutan berapa yang bisa tercover untuk penyelenggaran dari APBA sendiri," kata MTA.

Masalah Anggaran JKA yang Terganggu karena PON

Jubir Pemerintah Aceh itu juga menanggapi kritik DPRA terkait potensi terganggu anggaran JKA untuk penyelenggaraan PON.

"Memang secara politik penekanan dari dewan itu positif dia, karena kita menghadapi fiskal begini, ada tanggungan wajib seperti JKA yang harus kita selesaikan," ungkap MTA.

"Tapi dalam waktu bersamaan memang PON sebagai cita-cita bersama harus terlaksana. Maka, tanpa sharing tidak mungkin," tambahnya.

Dengan demikian, dalam proses ini pihaknya masih menunggu tanggapan dari presiden usai rapat bersama nantinya.

"Dan apa yang disampaikan dewan itu juga menjadi pertimbangan bagi presiden oh begitu kondisi Aceh, nanti mungkin bisa dimaksimalkan penggunaan dari APBN daripada APBA," ungkap MTA.

Dan persoalan JKA ini juga dikatakannya, harus diselesaikan. Misalkan tidak tercover 2023, maka harus tercover pada 2024.

"Hari ini juga sedang pembahasan di dewan yang dipimpin oleh pak Sekda sebagai Ketua TAPA dalam hal rasionalisasi seperti ini juga, nanti akan kita lihat bagaimana komunikasi dengan dewan," pungkasnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved