Opini

Genosida Gaza di Depan Mata Dunia

Pada faktanya, pernyataan ini menjadi angin lalu karena Amerika Serikat dan sekutunya terus memberikan dukungan tanpa syarat kepada pemerintah zionis

Editor: mufti
IST
Saiful Akmal, Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Pendidikan UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

Saiful Akmal, Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh

ISRAEL sudah melakukan genosida di Gaza secara bertahap sejak lama (Ilan Pappé, “On Palestine” 2015). Seorang sejarawan dan aktivis pro-Palestina asal Israel yang tinggal di Inggris dalam buku yang ditulisnya berjudul “On Palestine” pada tahun 2015 bersama pakar bahasa politik media Israel yang tinggal di Amerika Serikat, Noam Chomsky, menjelaskan bagaimana dunia menjadi buta ketika tataran dunia yang diatur-atur oleh negara-negara Barat, keterlibatan perusahaan dengan jenis produknya dan berbagai kesepakatan rahasia lembaga internasional. Apa yang salah dengan dunia ini?

Israel selalu mendapatkan dukungan dan karpet merah untuk pembersihan etnis Palestina. Mereka menggunakan frasa “membersihkan rumput sampai ke akar-akarnya” atau “lawn the yards” dengan begitu mengerikan. Kita melihat secara “live” melalui sosial media, betapa pembunuhan massal warga Gaza, yang terburuk dalam sejarah dunia modern sejak perang dunia kedua terjadi, dengan kasat mata. Meskipun kebanyakan media arus utama yang dikontrol, bias dan pro-Israel menolak memberitakan bagaimana tentara zionis IDF membombardir sekolah, rumah sakit, ambulans, masjid dan gereja dengan membabi buta.

Sejak sebulan terakhir, serangan agresi militer pemerintah zionis Israel ke Gaza, sudah memakan lebih dari 10 ribu jiwa, dan kebanyakan adalah warga sipil, wanita, anak-anak dan bahkan para jurnalis. Angka ini fantastis dan melebihi jumlah 7 ribu korban genosida di Srebrenica di Bosnia oleh Tentara Serbia. Zionis Israel, sebagaimana yang disampaikan oleh Sekjen PBB – Antonio Guterres, telah menjadikan Gaza sebagai kuburan massal bagi anak-anak.

Pada faktanya, pernyataan ini menjadi angin lalu karena Amerika Serikat dan sekutunya terus memberikan dukungan tanpa syarat kepada pemerintah zionis Israel.  Pelanggaran hukum internasional sudah terjadi terang-terangan. Oleh sebab itu, Pemerintah Teroris Israel, kata Pejabat Menteri Hak Sosial Spanyol, Lone Belarra, harus dibawa ke pengadilan mahkamah pidana internasional, karena telah melakukan genosida, kejahatan perang terencana di Gaza.

Jadi ketika harusnya pada bulan November ini, dunia memperingati dua hari penting: tanggal 2 November sebagai hari Mengakhiri Impunitas Kejahatan Terhadap Jurnalis dan yang kedua adalah Hari Kebebasan Sedunia yang jatuh pada 9 November, Israel sudah dengan bukti sahih melanggar kedua hal di atas. Mereka membunuh para jurnalis dan mengambil hak dan kebebasan warga Gaza dan Palestina.

Bukan soal penjajahan

Di bawah hukum internasional, kejahatan perang dalam kategorisasi genosida didefinisikan dalam Konvensi PBB Desember 1948 sebagai “niat untuk menghancurkan, sebagian atau seluruhnya, sebuah bangsa, etnis, suku atau kelompok agama, atau sejenisnya”. Perhatikan apa yang dikatakan oleh Menteri Pertahanan Israel, Yoav Galant pada 9 Oktober 2023, dalam deklarasinya tentang pendudukan Gaza. Israel “akan menutup semua akses listrik, makanan, air bersih, kesehatan dan bahan bakar, karena kami akan membasmi manusia binatang”.

Retorika “human animal” atau “manusia binatang” secara terbuka di media tersebut sangatlah rasis dan tidak perlu lagi tafsiran apa pun. Penghilangan hak kemanusiaan secara paksa tersebut didukung sepenuhnya oleh pemerintahan Barat untuk genosida. Sejumlah bentuk pelanggaran HAM yang kita lihat di Gaza, dan bahkan sekarang di Tepi Barat dan Hebron adalah bukti tak terbantahkan, meskipun banyak media internasional pro-Israel menutupinya.

Sebagaimana yang dirilis komunitas Yahudi anti Zionis di lamannya jewishcurrents.org dengan judul “a Textbook Case of Genocide” yang dipublikasi tanggal 13 Oktober 2023, Israel paling tidak sudah melanggar dan memenuhi 3 dari 5 kategorisasi genosida. Pertama, mereka sudah membunuhi warga. Kedua, mereka sudah menyebabkan begitu banyak warga sipil terluka fisik dan mental. Ketiga, secara sengaja menghilangkan hak hidup warga sipil Palestina dengan melakukan penghancuran secara fisik sebagian ataupun seluruhnya.

Bukti dan dokumentasi di media sudah lebih dari cukup bahwa pasukan zionis Israel menggunakan lebih dari 18 ribu bom di Gaza hanya dalam waktu sebulan di salah satu lokasi “open-air prison” atau penjara terbuka terpadat di dunia. Jumlah yang lebih dahsyat dari bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima oleh Amerika Serikat pada perang dunia kedua.

Kebanyakan dari bom-bom itu, menurut Human Rights Watch dalam laporannya, menggunakan bahan fosfor putih. Bahan kimia yang tidak boleh digunakan dalam perang, karena akan menyebabkan luka dalam jangka panjang bagi warga yang selamat dari pemboman. Menteri Kebudayaan Israel juga keceplosan dalam “Freudian slip” saat diwawancara media dengan mengatakan bahwa rencana genosida di Gaza dengan bom nuklir juga menjadi salah satu opsi dalam operasi militer.

Akhiri politik apartheid

Dalam sistem dominasi dan pemisahan ras yang dianut pemerintah Zionis Israel, bangsa Palestina tidak punya hak untuk hidup setara dengan mereka. Jika kita lihat dalam konteks genosida di Gaza saat ini, Pemerintah Zionis Israel sudah merampas hak warga Palestina ketika selamat atau bahkan ketika sudah meninggal untuk dirawat dan dikuburkan secara wajar sesuai kepercayaannya.

Dalam laporan setebal 182 halaman Amnesty International, upaya eksplisit penindasan, penganiayaan dan total dominasi dilakukan ke semua jenjang umur, ke semua institusi, ke semua agama yang ada di Gaza dan Palestina, termasuk warga pengungsian di wilayah pendudukan lainnya di luar Palestina dan di negara-negara lain.

Bagi penganut politik apartheid seperti Israel, hak-hak dasar bangsa Palestina lebih rendah, tidak setara dan tidak layak diberikan hak-haknya, atau bahkan dianggap tiada alias nihil. Perampasan hak-hak asasi manusia secara sistematis ini adalah bukti valid dari kejahatan perang yang semakin meluas dan mendapatkan momentumnya. Pembunuhan di luar pengadilan terhadap para pengunjuk rasa yang meminta pengakhiran blokade berlaku tanpa batas kepada siapa pun.

Warga Palestina dikucilkan dalam pengungsian permanen, diusir dari rumah mereka oleh para pengungsi yang awalnya mereka mohon pertolongan di tahun 1948. Sebagaimana yang diakui oleh Mohammad Hadid, yang diusir oleh pengungsi Israel yang kebanyakan berasal dari Eropa bersama ibu dan keluarganya. Padahal baru dua hari sebelumnya para pengungsi Yahudi itu diberi makan dan tempat tinggal sementara oleh keluarga besar Hadid.

Efek Deklarasi Balfour tahun 1917 sungguh menjadi fundamental dalam mengurai peristiwa politik apartheid, pendudukan dan genosida di Palestina, sejak dari peristiwa Nakba 1948, Perang Arab Israel 1967 dan blokade darat, laut dan udara Gaza sejak tahun 2007 oleh Israel dan Mesir.

Bukan masalah agama

Duka Gaza dan genosida terbuka di media masa yang saat ini sedang kita saksikan adalah duka dunia. Dalam peradaban masyarakat modern, apa yang kita lihat sekarang secara langsung adalah “film horror“ paling menakutkan sejak perang dunia kedua.

Yang lebih menyakitkan lagi bahwa ini adalah bukan semata produk sinematik tapi kenyataan pahit dari kegagalan peradaban yang selama ini diagungkan. Yang terjadi di Gaza adalah kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran nyata hak-hak asasi manusia.

Dukungan dan suara simpati ke Gaza semakin nyata disuarakan di seluruh penjura benua. Demonstrasi besar-besaran lintas agama terjadi di Eropa, Amerika Latin, Australia, Asia dan Afrika. Ilusi mitologi Zionis yang dikritisi oleh Ilan Pappé yang selama ini disembunyikan, perlahan tapi pasti terumbar ke publik.
Direktur Komisariat Tinggi PBB untuk HAM, Craig Mokhiber mengundurkan diri. Pemerintah Bolivia, Chile, Jordania, Libya, Irlandia, Turki, Kuwait, Spanyol dan Turki meminta Israel diadili di Mahkamah Internasional. Pemrotes Yahudi Anti Zionis di Amerika Serikat dan berbagai negara Eropa menyuarakan agar uang pajak yang mereka bayarkan tidak boleh digunakan “atas nama” mereka untuk membiayai perang Israel di Gaza.

Afrika Selatan menarik diplomatnya dari Israel sebagai protes atas tindakan mereka ke Gaza. Raksasa perusahaan digital komersial China, Alibaba akhirnya menghapus peta Israel dari jejak digital mereka sebagai pembalasan atas penghapusan Palestina dari Google Map. Kampanye global mendukung Palestina dengan emoji semangka juga semakin meluas.

Di saat yang sama, kampanye boikot produk global yang mendukung Israel juga memberikan dampak signifikan dimana saham McDonald, dan Starbucks misalnya jatuh ke level terendah sejak 27 Oktober 2023 (CNBC, 3 Nov 2023). Terakhir, 2 Juta manusia Indonesia berkumpul di Monumen Nasional Jakarta, tanpa pernah menanyakan agama apa mereka, bahwa genosida di Gaza harus dihentikan.

Indonesia juga sangat tegas sikapnya melalui Menlu Retno Marsudi dan Presiden Jokowi bahwa OKI harus membela dan melakukan Palestina, karena itulah tujuan OKI didirikan. Indonesia sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945 akan menentang segala bentuk penjajahan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu penjajahan apalagi genosida di dunia harus dihapuskan.

Noam Chomsky  dalam wawancaranya dengan Z Magazine, mengatakan bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah penyiksaan melalui kejahatan perang kriminal Israel. Ia menambahkan bahwa kekejaman zionis Israel tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai manusia dan warga dunia. Kita harus menentang segala yang disebutkan Israel di media bahwa mereka sudah “bersikap baik” dengan membunuh lebih dari dua anak-anak Palestina setiap pekannya, sebuah pola tindakan berulang.

Apa yang terjadi di Gaza, adalah pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB. Ini akan terus terjadi selama didukung oleh Washington dan ditoleransikan oleh Eropa atas nama kita semua. Suatu hal yang akan mempermalukan kita semua selamanya. Mempermalukan rasa kemanusiaan kita?

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved