Perang Gaza

Kisah Abu Saher, Lelaki yang Mengkafani Jenazah di Gaza, Menangis Setiap Melihat Tubuh Anak-anak

Saya belum pernah mengalami masa sulit seperti ini dalam hidup saya,” kata al-Maghari sambil menyeka air mata dari janggut putihnya

|
Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/al jazeera
Abu Saher al-Maghari, yang telah mengkafani jenazah di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa selama 15 tahun, mengatakan dia belum pernah melihat luka seperti yang dia lihat sekarang 

“Kami menambah kapasitas tempat tidur menjadi 431 tempat tidur, dan hal ini menempatkan kami pada dilema dan tantangan dalam melayani perluasan ini,” ujarnya.

Al-Maghari yang terkadang bekerja dengan asistennya telah menyelubungi jenazah yang sudah sampai di rumah sakit.

“Saya memulai hari saya dengan menyelubungi orang mati dan dibunuh dari jam enam pagi sampai jam delapan malam tanpa henti,” ujarnya kepada Al Jazeera usai mencuri waktu sejenak untuk salat Ashar.

Beberapa jenazah yang tiba sudah dalam kondisi membusuk dengan tulang terlihat dan bau tak tertahankan setelah berhari-hari tergeletak di bawah reruntuhan bangunan yang dibom.

Jenazah lainnya tiba dalam keadaan tercabik-cabik, beberapa terbakar hingga tak bisa dikenali lagi, kata al-Mahgari. Ini sesuatu yang baru, katanya. Luka-luka tersebut sangat asing baginya sehingga ia bertanya-tanya apakah sifat rudal dan bahan peledak yang digunakan dalam serangan Israel berbeda dari yang pernah terjadi sebelumnya.

Saat-saat perpisahan – memilukan dan kejam

Meski menghadapi kengerian sehari-hari, al-Maghari tetap menjalankan pekerjaannya seperti biasa. Dia mengatakan, keyakinannya yang kuat bahwa anggota keluarga harus memiliki hak untuk mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang mereka cintai.

“Misi saya memberi saya tantangan besar,” katanya. “Orang tua di luar menjadi gila karena kesedihan mereka, berteriak dan menangis untuk anak mereka. Jadi saya mencoba untuk berbelas kasih semampu saya dan berusaha membuat tubuh terlihat rapi sehingga mereka bisa mengucapkan selamat tinggal.”

Al-Maghari berfokus pada penampakan umum orang mati, menyeka darah dan debu, kemudian menuliskan nama mereka di kain kafannya.

Anggota keluarga yang masih hidup sangat terkejut melihat bagian tubuh orang yang mereka cintai terkoyak, yang kemudian ia tempatkan dengan hati-hati dalam satu kain kafan.

“Momen perpisahan terakhir ini selalu memilukan dan kejam,” ujarnya.

“Kadang-kadang saya menerima jenazah yang tidak memiliki ciri-ciri, karena pecahan peluru yang dapat meledak. Di sini, saya mengikat kain kafan itu hingga tertutup agar anggota keluarga tidak mengingat orang yang mereka cintai dalam keadaan yang begitu gamblang.”

Seringkali, ia harus menyelubungi jenazah di dalam ambulans yang tiba di rumah sakit karena terlalu sulit untuk membawa potongan-potongan tubuh tersebut ke ruang kerjanya untuk dicuci dan dikafani.

Al-Maghari mengatakan, jumlah jenazah yang tiba di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa bertambah dua kali lipat setelah adanya pengungsian massal warga Kota Gaza ke kota-kota di Jalur Gaza selatan, yang meningkat setelah 13 Oktober.

“Setiap hari, perempuan, laki-laki dan anak-anak, semuanya warga sipil, terbunuh dalam serangan Israel terhadap rumah atau tempat umum mereka atau saat bepergian ke selatan,” katanya.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved