Mata Lokal Memilih
Pengamat: Ada Kekhawatiran ke Aparat Penegak Hukum di Pemilu 2024 usai Kontroversi Putusan MK
Pengamat Politik sekaligus Akademisi USK, Saifuddin Bantasyam menyebut, ada kekhawatiran ke aparat penegak hukum di Pemilu 2024 usai putusan MK.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
"Menko Polhukam yang belum mundur dari posisinya, itu kan mendapat informasi-informasi tentang berbagai keadaan," kata Saifuddin.
"Pak Mahfud ini juga punya orang-orang yang kemudian memberikan informasi, itu yang membuat PDIP hampir tiap hari bicara tentang netralitas," tambahnya.
Baca juga: Permahi Aceh Nilai Putusan MK Cacat Hukum, Terkait Usia Pencapresan
Baca juga: Dua Tentara Israel Tewas Lagi saat Menjajah di Tanah Gaza Palestina, Dua Lainnya Luka Parah
Putra Presiden Bertanding di Pilpres, Yakin Pemilu Netral?
Pertanyaan apakah pemerintah bakal netral usai putra presiden dinyatakan ikut bertanding di Pilpres 2024, hal ini juga menjadi salah satu yang wajib dijawab.
Pengamat Politik sekaligus Akademisi Fakultas Hukum USK, Saifuddin Bantasyam mengatakan, pertanyaan seperti menjadi tugas terutama Partai Gerindra dan koalisinya untuk meyakinkan publik.
"Harus meyakinkan publik bahwa elemen-elemen kekuasaan itu tidak akan digunakan untuk kepentingan dalam pertarungan politik ini. Dan (meyakinkan) itu tidak mudah," kata Saifuddin.
"Karena dari Presiden Jokowi sendiri sebenarnya ketika Gibran menjadi cawapres pasti menyadari serangan itu akan tertuju ke dia," tambahnya.
Pengamat politik itu menyampaikan, sikap ingin menunjukkan netralitas ini sebenarnya sudah dilakukan Jokowi beberapa waktu lalu saat ia memanggil sejumlah kepala daerah.
"Jadi kata beliau dalam pidato itu, TNI, Polri, aparat pemerintah mulai dari gubernur sampai kepala daerah kabupaten/kota harus netral," jelas Saifuddin.
Baca juga: Khamenei Bertemu Pemimpin Hamas: Iran Siap Turun ke Medan Perang Jika Diserang Israel Atau AS
Meski demikian, setelah pidato itu terjadi peristiwa penurunan baliho salah satu pasangan capres-cawapres saat Jokowi berkunjung ke Bali.
"Ternyata ada perintah supaya baliho Mahfud dan Ganjar diturunkan karena gubernur mengatakan itu belum masanya kampanye," kata Saifuddin.
"Tetapi anehnya setelah itu dipasang lagi, ini jadi pembicaraan juga," tambahnya.
Menurut pengamat sekaligus akademisi USK itu, Presiden Jokowi harus menunjukkan apa yang menjadi perkataannya sesuai dengan perbuatan di lapangan.
"Jadi tantangan saya kira bagi Jokowi yang sudah pidato berkali-kali tentang netralitas, harus menunjukkan dalam perkataan maupun perbuatan," kata Saifuddin.
"Beliau tentu tidak ingin ada masalah kalau nanti misalnya capres nomor 2 (Prabowo-Gibran) ini menang lalu digugat, itu akan mendelegitimasi (tidak percaya), berpengaruh secara psikologi dan politik juga," tambahnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.