Ditolak Mendarat di Aceh, 5 Warga Rohingya Nekat Lompat ke Laut dan Berenang Mohon Perlindungan

Kapal kayu yang ditumpangi para pengungsi itu pun didorong kembali ke laut setelah sebelumnya sempat mendarat.

Editor: Faisal Zamzami
Kolase Serambinews.com/ Istimewa
Boat berisi warga etnis Rohingya di kawasan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) pagi. 

SERAMBINEWS.COM - Baru-baru ini, warga Bireuen dan Aceh Utara menolak pengungsi Rohingya yang hendak berlabuh. 

Penolakan semacam ini terjadi untuk pertama kali, setelah sebelumnya etnis yang terusir dari Myanmar itu selalu diterima secara baik. 

Kapal kayu yang ditumpangi para pengungsi itu pun didorong kembali ke laut setelah sebelumnya sempat mendarat. 

Mereka berasal dari Kamp Kutupalong terletak di Ukhia, Cox's Bazar, Bangladesh dengan tujuan Malaysia.

Mereka jumlahnya 249 orang, 78 laki-laki, 108 perempuan dan 54 anak-anak.

Awalnya, kapal yang ditumpangi imigran Rohingya itu mendarat di kawasan Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, pada Kamis (16/11/2023) sekitar pukul 04.00 WIB.

Kemudian, masyarakat setempat menolak kedatangan mereka.

Setelah itu, para pengungsi kembali bergerak hingga akhirnya mendarat di kawasan pesisir Gampong Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, pukul 17.16 WIB waktu setempat.

Setelah mendarat ke di bibir pantai, mereka mendapatkan makanan dari hingga pakaian dari masyarakat setempat.

Kemudian, para pengungsi beserta kapal didorong kembali ke lautan.

Saat mereka ditoak di kawasan Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, ternyata adan lima pengungsi rohingya nekat meloncat dan berenang ke darat dengan menggunakan pelampung.

Peristiwa tersebut terjadi saat kapal kayu yang mengangkut ratusan pengungsi ditarik ke laut lepas di kawasan pesisir Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh pada Kamis (16/11/2023).

Dikutip dari Kompas.com, Mereka langsung memberikan salam dengan ucapan "Assalamualaikum".

Dengan bahasa Bangladesh, salah satu dari mereka menceritakan perjalanan dan meminta untuk dizinkan untuk mendarat di kawasan Bireuen.

Warga kemuduan bersedia menerima lima pria tersebut dengan syarat tidak boleh ditampung di desa untuk mencegah munculnya masalah.

Baca juga: Sempat Mendarat, Pengungsi Rohingya Ditolak di Pantai Ulee Madon Aceh Utara Dinaikkan Lagi ke Kapal

Saat di daratan, Faisal dari UNHCR langsung berkomunikasi dengan para pengungsi tersebit.

Faisal, menyebutkan ada 249 orang di kapal kayu tersebut. 

Mereka terdiri dari anak anak, wanita serta pria remaja dan dewasa.

Kepada Faisal, pengungsi tersebut mengaku sudah 20 hari di laut dan ,mereka meminta perlindungan.

Faisal kemudian menyampaikan permintaan pengungsi, namun kepala desa atas nama masyarakat tetap menolak mereka turun.

Di sisi lainnya, warga sekitar membantu dengan kembali mengumpulkan sumbangan untuk membeli berbagai kebutuhan, seperti air mineral serta nasi bungkus bagi mereka.

Namun bantuan sembako berupa beras dan mi instan yang diantar ke kapal oleh warga dibuang ke laut oleh para pengungsi.

"Bantuan itu walaupun sudah terendam air asin, kami ambil kembali," ujar Keuchik Kuala Pawon, Jangka, Mukhtar.

Ia mengatakan para pengungsi boleh mendarat, namun harus langsung dibawa keluar dari Jangka.

"Kami tetap menolak mereka mendarat di sini," ujar Mukhtar kepada perwakilan UNHCR, Faisal.

Sementara itu usaha untuk menarik kapal kayu yang disebut mati mesin tersebut terus dilakukan.

 Satu boat yang dinaiki sejumlah warga dan anggota polisi diikatkan menggunakan tali ke kapal kayu.

Namun diduga karena muatan terlalu banyak, kapal tersebut tak bisa ditarik ke laut lepas.

Dalam kapal kayu terdengan tangisan dari para pengungsi yang meminta diterima di daratan dan warga di bibir pantai tetap memberi isyarat untuk menjauh. 

Sementara itu dari lima pria yang nekat berenang ke darat tertinggal di Pantai Jangka Bireun

Salah satu dari mereka dilarikan ke Puskesmas Jangka oleh Tim IOM karena kondisi kesehatannya menurun.

Lalu tim kesehatan IOM, membawa empat pengungsi Rohingya lainnya ke Ulee Madon, Aceh Utara dan dipertemukan kembali dengan rombongannya.

Rombongan pengungsi yang ditolak di Bireun ternyata mendarat di Pantai Ulee Madon pada Kamis sore.

Saat mereka mendarat, warga sekitar langsung berdatangan dan sempat memberi nasi bungkus serta sejumlah dus air mineral.

Namun tidak lama kemudian, para pengungsi diminta untuk naik kapal kembali.

Warga pun saat itu membuat jalur dengan tali sehingga para pengungsi satu per satu naik kapal.

Namun sebelum semuanya naik, seratusan pengungsi yang sudah di dalam kapal, melompat kembali ke laut dan lari ke daratan lagi.

Mereka pun kembali duduk berkumpul melingkar di pantai.

Terlihat rohingya ada yang terduduk lesu ada juga yang berbaring. 

Sesekali terlihat warga sekitar menyerahkan pakaian serta makanan kepada mereka.

Baca juga: 5 Pria Rohingya yang Tertinggal di Jangka Bireuen Telah Digabungkan Kembali ke Ulee Madon Aceh Utara

Panglima Laot Buka Suara

 

Panglima Laot Aceh Miftach Tjut Adek menyebutkan, terjadinya penolakan ini karena ada perasaan bahwa masalah pengungsi ini hanya diserahkan ke masyarakat. 

Pemerintah pusat tidak dirasakan warga Aceh ikut membantu dalam menangani masalah pengungsi ini.

"Sudah dua kali ditolak masyarakat, pertama tadi di Bireuen, dan kemudian di Aceh Utara," kata Panglima Laot (laut) Aceh Miftach Tjut Adek, di Banda Aceh, Kamis malam.

Dikutip dari Kompas.com, Miftach menyampaikan, Aceh kembali didatangi sekitar 249 imigran Rohingya menggunakan kapal mesin kayu. 

Tetapi kedatangan mereka mendapat penolakan dari masyarakat.

Pertama, sekitar pukul 04.00 kapal imigran Rohingya itu mendarat di kawasan Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen

Kemudian, masyarakat setempat menolak kedatangan mereka.

Setelah itu, para pengungsi kembali bergerak hingga akhirnya mendarat di kawasan pesisir Gampong Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara sekitar pukul 16.00 WIB.

Setelah mendarat ke di bibir pantai, mereka mendapatkan makanan dari hingga pakaian dari masyarakat setempat. 

Kemudian, para pengungsi beserta kapal didorong kembali ke lautan.

"Pemerintah di sana tidak sanggup menerima karena tidak ada yang bertanggung jawab, masyarakat tidak mau di situ, dan kembali didorong ke laut," ujar dia, seperti dikutip Antara.

Terkait pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh, Miftach meminta Pemerintah Pusat untuk bertanggung jawab penuh, dan tidak menyerahkannya kepada Pemerintah Daerah.

Menurut Miftach, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan bahkan Provinsi selama ini sudah berbuat maksimal terhadap para pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh.

"Tapi Pemerintah Pusat tidak mau perhatian terhadap masalah ini. Maka kami berharap pusat harus segera turun tangan, jangan melepaskan masalah ini kepada Pemerintah Aceh dan rakyat Aceh sendiri saja," ujar Miftach Tjut Adek.

Sebelumnya diberitakan, dalam tiga hari terakhir Aceh telah didatangi ratusan pengungsi Rohingya.

Pertama pada Selasa (14/11/2023) di pesisir pantai Gampong Blang Raya Kecamatan Muara Tiga Kabupaten Pidie 200 orang, beberapa di antaranya melarikan diri.

Sehari setelahnya, Rabu (15/11/2023), sebanyak 147 imigran Rohingya kembali mendarat di kawasan Pantai Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie.

Lalu, pada hari Kamis (15/11/2023)  kembali kedatangan kapal imigran Rohingya di kawasan pesisir Jangka Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara

Namun, mendapat penolakan dari warga setempat.

Sebagai informasi, Panglima Laot merupakan lembaga adat resmi laut yang membawahi nelayan di Aceh.

Semua permasalahan yang berhubungan dengan laut di Aceh tidak terlepas dari wewenang lembaga tersebut.

 

Baca juga: Galang Dana Sehari, USK Serahkan Donasi Rp 108 Juta dan Beasiswa Langsung ke Dubes Palestina

Baca juga: Jarnas 98 Provinsi Aceh Dukung Tim Hukum Prabowo-Gibran Laporkan MTA ke Polda

Baca juga: PSI Aceh Dukung Tim Hukum Prabowo-Gibran Laporkan MTA ke Polda

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved