Opini
Skripsi dan Kegagalan Perguruan Tinggi
WALAU isu mengenai skripsi sudah redup, namun hingga saat ini masih banyak perbincangan soal skripsi di tengah masyarakat kita, di media cetak, elekt
Maka, idealnya Perguruan Tinggi mampu memberi jalan keluar terhadap kesulitan yang dialami oleh para mahasiswa yang sedang menyiapkan atau menyelesaikan tugas akhir menulis skripsi atau disertasi. Namun, ketika tugas menulis skripsi menjadi momok, hal ini muncul karena persoalan kapasitas pembimbing yang tidak bisa membantu calon sarjana mampu menulis skripsi.
Dapat dikatakan bahwa para dosen yang membimbing mahasiswa juga ikut gagal memberikan layanan menulis dan merancang metodologi serta strategi yang menjadikan aktivitas menulis atau menyusun skripsi sebagai kegiatan yang menyenangkan. Namun sebaliknya menjadikan skripsi sebagai momok atau hantu yang menakutkan, yang kemungkinan besar disebabkan dosen pembimbing yang tidak bersahabat.
Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof Mohammad Nasih kembali mengulas skema skripsi, tesis, disertasi mahasiswa S1, S2 maupun S3. Menurutnya, melalui prestasi tersebut, fakultas dapat mempertimbangkan untuk konversi bebas dari beban tesis maupun disertasi.
“Artinya beban tesis maupun disertasi ini bisa kita bebaskan dengan melampirkan laporan karya akhir prototipe mereka,” kata dia, dilansir dari laman Unair saat dalam agenda Sosialisasi dan Koordinasi MBKM Episode 26 “Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Perguruan Tinggi” beberapa waktu lalu.
Memberikan opsi atau kelonggaran dalam menyelesaikan tugas akhir, tidak mewajibkan menulis skripsi bisa berdampak buruk pada kemampuan lulusan perguruan tinggi yang selama ini masih berjuang untuk menulis di level Scopus. Padahal, selama ini, menulis di Scopus sudah menjadi tujuan bagi kebanyakan dosen yang mengajar di perguruan tinggi di negeri ini.
Oleh sebab itu, kendatipun Mendikbudristek ingin mempercepat misi memerdekakan kampus menjadi kampus merdeka, tidak melakukan pemberian opsi dan pelonggaran. Karena dapat dikatakan bahwa ketidakmampuan menulis skripsi dan disertasi adalah tanggung jawab perguruan tinggi yang wajib dipenuhi sebagai syarat menjadi sarjana.
Pelonggaran dan pemberian opsi menulis skripsi selain kegagalan membangun kemampuan literasi mahasiswa, juga fatal membangun sikap kreatif, inovatif dan produktivitas menulis baik di kalangan mahasiswa maupun di kalangan dosen. Lebih ironis lagi, cara ini melahirkan sarjana--sarjana manja dan instan. Oleh sebab itu, selayaknya Permendikbudristek ini dikaji ulang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.