Jurnalisme Warga
PKBI Aceh dari Masa ke Masa
Khusus untuk PKBI Aceh, saya terharu mendengar kisah kepengurusan PKBI dari masa ke masa melalui admin kantor PKBI yang kami panggil Pak Mun. Beliau b
ZAKIYAH DRAZAT, S.Tr. Keb., District Health Officer (DHO) pada Program MNCAH UNICEF-PKBI dan Mahasiswa S2 Magister Ilmu Kebencanan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh.
Setiap tanggal 23 Desember menjadi hari yang paling dikenang dan dirayakan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Baik itu di tingkat nasional, maupun di Aceh khususnnya.
Sejak 23 Desember 1957 adalah hari paling bersejarah bagi PKBI, sebab tanggal tersebut hari lahirnya PKBI yang merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memelopori Gerakan Keluarga Berencana Indonesia dan lahirnya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan Nomor 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembaga ini statusnya adalah sebagai lembaga semipemerintah. Kemudian, menjadi lembaga pemerintah nonkementerian, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Di kutip dari laman pkbi.or.id disebutkan bahwa “Pada awal 1950, dr Soeharto yang merupakan dokter pribadi Presiden Soekarno kala itu, mulai memikirkan beberapa kemungkinan untuk mendirikan sebuah organisasi keluarga berencana.
Hal tersebut semakin menguatkan setelah diskusi dengan anggota Field Service IPPF (International Planned Parenthood Federation/Federasi Keluarga Berencana Internasional) Mrs Dorothy Brush.
Setelah itu, dr Soeharto juga berdiskusi dengan perwakilan Research Institute New York, dr Abraham Stone dan Margareth Sanger.
Hal tersebut dilandasi oleh latar belakang kondisi dan situasi kependudukan Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja. Banyaknya angka kematian ibu, angka kematian bayi baru lahir, menyebabkan keprihatian para tokoh dan ahli kesehatan yang peduli dan memikirkan solusi persoalan kesehatan reproduksi bagi masyarakat Indonesia pada masa tersebut.
Keyakinan dan kepercaayaan PKBI bahwa keluarga adalah pilar utama dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa, keluarga yang bertanggung jawab atas kesehatan anggota keluarganya, khususnya dalam dimensi kesehatn, pendidikan yang layak, dan kesejahteraan ekonomi dan masa depan yang lebih baik. Sehingga, muncul pemikiran untuk adanya kesetaraan dalam keluarga, peningkatan layanan kesehatan reproduksi, serta akses bagi kaum miskin dan marginal melalui imbauan “berjuang untuk pemenuhan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi”.
Saat ini PKBI ada di 26 provinsi dan tersebar pada 249 kabupaten/kota di Indonesia, termasuk di Aceh dan beberapa kabupaten/kota di Aceh, seperti Cabang Aceh Besar, Cabang Pidie, dan Cabang Aceh Singkil.
Di Aceh sendiri PKBI memiliki banyak kegiatan dan program yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan ibu dan anak, juga kegiatan yang terkait dengan remaja. Kegiatan tersebut dilakukan melalui Klinik Putroe Phang PKBI, langsung ke masyarakat, baik dalam situasi normal maupun dalam situasi bencana untuk kemanusiaan.
Dalam hal kebencanaan dan krisis kesehatan, PKBI terlibat dalam kegiatan kerelawanan. PKBI hadir memberikan pelayanan kesehatan reproduksi bagi masyarakat di daerah konflik maupun daerah bencana seperti Aceh, Nias, Kalimantan Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Bengkulu, Jawa Timur, Jakarta, dan lainnya.
Bantuan ini diberikan dengan dukungan IPPF, Government of Korea, DANIDA, ING Bank, ABN AMRO, JOICFP, UNFPA, IRD, CWS, Rockefeller Foundation, PPFK, JFPA, SPPA, MFWA, The Ford Foundation, Bellmark Foundation, IRC, dan Shinnyo-en.
Pelayanan yang diberikan, antara lain, pemberian kebutuhan dasar bagi pengungsi serta makanan tambahan bagi ibu hamil, bayi dan balita; bantuan untuk rumah darurat; pelayanan medis (umum, ibu hamil, dan pelayanan kontrasepsi) melalui klinik yang bersifat statis maupun mobile services; konseling pascatrauma; training; pengguliran dana untuk tambahan modal usaha; penyuluhan mengenai isu kesehatan reproduksi dan drop in center bagi remaja, dan lainnya.
Khusus untuk PKBI Aceh, saya terharu mendengar kisah kepengurusan PKBI dari masa ke masa melalui admin kantor PKBI yang kami panggil Pak Mun. Beliau bercerita nama-nama pengurus yang masih bisa beliau ingat sejak bergabung di PKBI Aceh. Ternyata sebagian besarnya saya mengenal tokoh-tokoh yang disebutkan, baik yang saya kenal secara langsung maupun tidak langsung (sering mendengar namanya saja).
Karena terjadi tsunami Aceh 2004, sehingga banyak data yang hilang. Namun, kami coba menuliskan beberapa nama personel Pengurus Daerah PKBI Aceh tersebut. Yang pertama, Asnawi Husin sebagai Ketua Pengurus Daerah dan Dr Hasballah M. Saad adalah Direktur Pelaksana Daerah (Era 1980-an). Kedua, dr Hj Cut Idawani MSc sebagai Ketua Pengurus, Abubakar Midurby sebagai Direktur Pelaksana Daerah (1992-1997). Ketiga, Prof Dr Ir Ahmad Humam Hamid MA sebagai Ketua Pengurus, dan H M Yunus Ilyas SE, MSi sebagai Direktur Pelaksana Daerah (1998-2002).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.