Pengungsi Rohingya
Kerap Ditanya soal Calon Istri dari Palestina-Suriah, Panglima Laot: Rohingya Belum Ada yang Tanya
Sekjen Panglima Laot Aceh dan alumnus salah satu kampus di Turki, Azwir Nazar bercerita mendapat banyak pertanyaan soal pengungsi Palestina-Suriah.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Panglima Laot Aceh sekaligus alumnus salah satu kampus di Turki, Azwir Nazar bercerita mendapat banyak pertanyaan soal pengungsi Palestina dan Suriah.
Beberapa ada yang meminta terkait adakah anak-anak para pengungsi dari negara tersebut yang bisa diasuh.
Sebagian yang lain ada juga yang bertanya terkait adakah perempuan yang sudah dewasa dari Palestina atau Suriah yang bisa dijadikan calon istri dan dinikahi.
Namun hal ini berbanding terbalik dengan pengungsi Rohingya, menurutnya sampai sejauh ini belum ada masyarakat yang mengutarakan niat untuk mengadopsi anak atau menikahi wanita dari sana.
"Tapi yang (tanya) Rohingya itu belum ada," kata Azwir dalam video yang diunggah TikTok @dr.tosari3 dikutip Selasa (26/12/2023).
"Poinnya apa, itu framing," tambahnya.
Baca juga: Kisah Panglima Laot Aceh Dibully Habis-habisan karena Bela Rohingya
Baca juga: Bela Rohingya di Aceh, Begini Jawaban YARA soal Pengungsi Kerap BAB Sembarangan
Hal itu diceritakan Sekjen Panglima Laot Aceh itu dalam acara Islamic Civilization in Malay Archipelago Forum (ICOMAF) edisi 23 bertema "Aceh Bersama Palestina, Bagaimana dengan Muslim Rohingya?" di Aula Hotel Syariah Oman Al-Makmur, Banda Aceh, Sabtu (9/12/2023).
Saat ini masyarakat dikatakannya sedang menghadapi framing media yang cukup kuat. Dahulu diceritakannya, orang-orang Aceh tidak masalah menerima pengungsi Rohingya.
Bahkan dia sempat membuatkan puisi kampanye soal mendukung Rohingya hingga dijadikan lagu saat masih di Turki dulu.
Namun akhir-akhir ini, justru berbalik dari yang dulunya simpati menjadi penolakan besar-besaran terhadap pengungsi Rohingya.
Bahkan terjadi gerakan pengusiran Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dari Aceh.
"Apa karena ada domain politik menggiring bahwa lembaga internasional usir saja dari Aceh, tidak perlu ada IOM dan sebagainya, itu satu sisi ya," kata Azwir.
Baca juga: Sosok Safaruddin, Ketua YARA yang Lantang Siap Tampung Rohingya di Aceh
Baca juga: YARA Siap Tampung Rohingya di Aceh, Safaruddin: Sapi Saja Malam Kita Jemput dari Hutan, Ini Manusia
Berdasarkan pengalamannya di internal, ada 18 kabupaten dan 179 Panglima Laot Lhok yang berhadapan langsung dengan Rohingya.
Ketika mendarat di kawasan Pantai Lamnga Gampong (Desa) Baro Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu, diakui Sekjen Panglima Laot Aceh ini kalau dia langsung menghubungi Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Aceh dan Kapolda Aceh untuk penanganan.
"Bang Yus (Yusrizal Kadinsos Aceh) langsung beliau perintahkan Kadis Sosial (kabupaten) datang, maka cepat penanganannya," ungkap Azwir.
"Tapi di lapangan, saya bilang Rohingya adalah saudara kita, saya dibully. Ka cok bak mak ka (ambil ke mamakmu), dibully saya habis-habisan," tambahnya.
Kemudian persoalan lain dikatakannya, masyarakat di kampung pada dasarnya siap menerima bahkan memberikan makan untuk pengungsi Rohingya hingga tiga hari.
Namun persoalannya, pawang-pawang Panglima Laot di daerah dikenakan wajib lapor dan dipanggil-panggil penegak hukum bila ikut menolong, bahkan ada yang tidak bisa melaut hingga dua pekan gara-gara persoalan ini.
"Saya senang hari ini ada yang bela Rohingya, karena di masyarakat kita sudah ter-framing bahwa Rohingya itu sampah, (dianggap) keji sekali," ucap Azwir.
Baca juga: Rakor YARA Rekom Pemindahan Ibu Kota Provinsi ke Aceh Tengah, Desak Pemerintah Serius Bantu Rohingya
Sekjen Panglima Laot Aceh ini juga menawarkan solusi agar nelayan di Aceh mendapatkan proteksi.
Karena para nelayan ini diungkapkannya, adalah orang yang berada di garda terdepan mendapatkan informasi bila pengungsi Rohingya datang.
"Kalau dalam hukum adat laut yang kita perjuangkan, kambing saja terapung-apung masih hidup di laut, wajib tolong," kata Azwir.
"Nelayan kita takut menolong, serba salah, dilapor. Dilema, kami menolong nanti ditangkap dan diperiksa," tambahnya.
Kemudian solusi jangka panjang, berdasarkan pengalamannya melihat pengungsi Suriah di Turki, perlu didorong pembicaraan yang lebih serius ke level Kementerian Luar Negeri.
"Level kita ini hanya perlu koordinasi dan kampanye kayak gini, itu saudara seiman kita, bukan pergi tur ke Aceh dan segala macam," kata Azwir.
Dia mencontohkan, UNI Eropa pernah mengadakan pertemuan terkait nasib pengungsi Suriah di Turki.
Karena Turki yang lebih dekat dengan Suriah, maka dimandatkan sebagai negara yang menyediakan tempat, tepatnya di Gaziantep. Sementara Jerman ikut membantu membuatkan barak.
Pihaknya juga mendorong UNHCR membicarakan hal ini ke level Kementerian Luar Negeri, agar solusi yang lebih konkrit terkait penanganan pengungsi Rohingya bisa didapat dari sana.
"Misal sepakatnya di Aceh, tapi saya dengar baru-baru ini dari Wapres misal di Pulau Aceh atau Pulau Rondo," kata Azwir.
"Jadi kalau ada yang mendarat kita sorong ke sana, rumahnya yang buat Malaysia bantu, Thailand bantu, Myanmar bantu, nah baru itu yang namanya ASEAN," pungkasnya.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.