Jurnalisme Warga
Mewujudkan Pemilu Beradab Tahun 2024
Semua itu, mesti berdasarkan pilihan rakyat. Bukan hasil survei, apalagi hasil rekayasa panitia penyelenggara pemilihan.
Dr. TAQWADDIN, S.H., S.E., M.S., Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor, melaporkan dari Banda Aceh
Pemilihan umum (pemilu) bukan hanya sekadar agenda formal, melainkan lebih dari itu: ajang memastikan kekuasaan benar-benar berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang memilih dan menentukan siapa presiden/wapres, anggota DPR RI, anggota DPD, dan anggota DPRD yang mereka anggap berkualitas dan berintegritas yang memberikan kesejahteraan melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.
Semua itu, mesti berdasarkan pilihan rakyat. Bukan hasil survei, apalagi hasil rekayasa panitia penyelenggara pemilihan.
Masalahnya bagaimanakah mewujudkan pemilu beradab yang hasilnya benar-benar demokratis yang dipatuhi rakyat dan diakui dunia internasional? Ada beberapa variabel untuk mewujudkan pemilu beradab.
Pertama, penyelenggara pemilu bermoral dan berintegritas. KPU dan Bawaslu mulai dari tingkat pusat hingga di tempat pemungutan suara (TPS) harus diisi oleh orang-orang jujur, beretika, dan berintegritas. Tanpa itu semua, ‘nonsense’ melahirkan pemilu beradab.
Bukti menunjukkan bahwa hukum yang bagus sekalipun dapat dirusak oleh orang kurang berintegritas yang telah menimbulkan problematika etik pencalonan wapres. Ini baru pada tataran pencalonan, belum lagi pada tahapan kampanye, pemilihan, pengumpulan, dan perhitungan suara.
Bagi saya, kehadiran penyelenggara pemilu berintegritas tinggi lebih penting daripada adanya aturan-aturan hukum yang bagus. Tak masalah jika masih ada aturan hukum kurang bagus, tetapi jika dilaksanakan oleh orang-orang baik maka aturan yang kurang bagus itu akan menghasilkan suatu kebajikan.
Kedua, rakyat berdaulat dan beradab. Untuk mewujudkan pemilu beradab, tidak cukup hanya para penyelenggara saja yang berintegritas. Rakyat pun harus berdaulat dan beradab.
Kedaulatan dibuktikan dengan adanya kebebasan rakyat memilih pasangan capres/cawapres serta memilih calon legeslatif (caleg) diinginkan, yang menurut mereka berkualitas menjadi pemimpinnya. Bukan karena dipaksa atau diiming-iming pemberian tertentu.
Kedaulatan adalah saat rakyat benar-benar merdeka memilih menentukan masa depan pemerintahan. Rakyat tidak dipaksa untuk memilih seseorang yang tidak patut menurut mereka. Mereka hanya ingin memilih seseorang yang dianggapnya pantas dan berkualitas. Jangan mentang-mentang bebas memilih, maka rakyat menentukan tarif harga untuk pilihan-pilihan tersebut.
Jargon “ada uang, ada suara” tidak boleh lagi ada dalam pemilu kali ini. Jual beli suara adalah sesuatu yang tidak beradab, sogok-menyogok pun haram hukumnya.
Perlu kontrol sosial dalam mewujudkan kedaulatan dan keadaban rakyat. Kontrol ini tidak cukup hanya dilakukan oleh lembaga formal seperti Bawaslu atau Panwaslih saja, tetapi juga mesti didukung oleh organisasi lain: pers, ormas, OKP, LSM, akademisi, dan lainnya.
Ketiga, awasi kecurangan. Faktor penting lainnya mewujudkan pemilu beradab adalah tidak adanya kecurangan. Adanya kecurangan pemilu dengan modus dan dalih apa pun adalah peristiwa memalukan yang tidak diharapkan.
Beberapa hari lalu (7/12/2023) dalam sidang Komisi DPR RI ditemukan ada isian kartu keluarga (KK) yang memiliki jumlah anggota 1.300-an orang. Bukan hanya satu KK seperti itu, tetapi ada beberapa, bahkan ada KK yang anggota keluarganya 1.746 orang, yang sebagian besar isinya adalah orang dewasa telah layak memilih.
Fakta ini memperlihatkan kecurangan telah didesain secara sistemik mulai dari pendataan penduduk, penentuan calon pemilih, ekspose pemenangan oleh lembaga survei, hingga pemberitaan media. Sehingga, belum pun pemilu dilaksanakan pasangan tertentu sudah menang.
Pemberitaan pola begini menggiring para konstituen. Walaupun pada awalnya mereka sudah punya pilihan, dan bukan akan memilih pasangan yang diberitakan menang tersebut, tetapi karena adanya justifikasi survei dan pemberitaan media, akhirnya mereka terpengaruh. Sehingga, pada hari pemilihan dia memilih pasangan yang diberitakan itu. Semua ini adalah provokasi berbasis kecurangan.
Peran lembaga pengawas haruslah optimal. Optimalisasi para pengawas menentukan hasil pemilu berkualitas. Hasilnya berupa presiden dan wakil presiden beserta seluruh jajaran eksekutif mulai dari tingkat pemerintah pusat hingga desa. Begitu juga dengan hasil untuk jajaran legislatif, baik untuk level DPR RI, hingga level provinsi dan kabupaten/kota.
Hasil pemilu berkualitas sangat penting dalam rangka mewujudkan negara yang demokratis, bukan saja dalam tataran eksekutif dan legislatif, melainkan juga untuk membangun kekuasaan yudikatif yang berintegritas dan berkualitas. Hal ini karena, keberadaan para hakim agung turut ditentukan oleh peran anggota DPR RI. Apabila para anggota DPR RI berintegritas dan berkualitas, maka diyakini para hakim agung yang dipilih oleh DPR juga akan berintegritas dan berkualitas.
Selain antisipasi potensi kecurangan, lembaga pengawas semisal Bawaslu RI hingga jajarannya sampai pada Bawaslu kabupaten/kota dan pada TPS-TPS, diperlukan juga peran optimal lembaga-lembaga nonformal (media massa, medsos, LSM, akademisi, ormas, OKP, dan lain-lain) untuk memonitor setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Keempat, aturan yang benar dan tepat. Untuk mewujudkan pemilu beradab diperlukan juga aturan pemilu yang benar dan tepat, termasuk perubahan undang-undang yang merupakan mandatori dari Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Undang-Undang Pemilu.
Kasus Anwar Usman atau paman Gibran yang dengan putusannya meninjau kembali (judicial review) ketentuan dalam UU Pemilu sehingga membolehkan cawapres RI berusia di bawah 40 tahun asalkan pernah atau sedang menjabat kepala daerah kabupaten/kota misalnya, di mana putusan MK ini mengharuskan adanya perubahan UU Pemilu dan peraturan-peraturan ikutannya, termasuk Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu. Bahkan, Peraturan KPU tentang Kampanye terkait Debat Capres/Cawapres harus mengubah format, menyesuaikan dengan kemampuan Gibran.
Kesannya, Pemilu 2024, semua peraturan menyesuaikan dengan “kemauan Gibran”.
Kelima, peserta pemilu yang ‘fair’ dan beradab. Faktor kelima menentukan terwujudnya pemilu beradab adalah peserta pemilu yang berkompetisi secara ‘fair’. Peserta pemilu adalah partai-partai politik dan mereka yang ikut mencalonkan diri untuk dipilih sebagai calon perseorangan. Mereka ini semua haruslah beradab. Yaitu, saling menghormati meskipun saling berkompetisi, bukan saling hujat atau saling membenci, bukan pula saling menghina dan memfitnah.
Jika penyelenggara (KPU dan Bawaslu) dituntut berintegritas, maka peserta (parpol dan caleg) juga dituntut berintegritas dan beradab. Artinya, peserta pun harus jujur, taat, dan patuh pada aturan pemilu.
Peserta pemilu, meskipun didukung pemerintah berkuasa harus menjunjung tinggi moralitas, integritas, dan aturan hukum. Jangan mentang-mentang dibekap penguasa berkuasa lantas berbuat curang. Kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu mengakibatkan runtuhnya semangat berdemokrasi yang berdampak turunnya kepercayaan publik nasional maupun internasional.
Keenam, keikhlasan pemerintah untuk suksesi. Apa yang dilakukan Presiden SBY menjelang berakhirnya masa kepempinan nasional yang beliau pimpin, selayaknya menjadi teladan keikhlasan pemerintah untuk suksesi.
Pemerintah harus ikhlas mengakhiri kekuasaannya. Akhiri rezim secara baik-baik, secara layak, dan patut, serta mencerminkan etika pemerintahan. Tidak perlu ‘cawe-cawe’ membangun dinasti. Jangan paksakan seseorang yang belum layak menjadi cawapres, apalagi dengan cara tidak etis dan melanggar konstitusi.
Idealnya, siapa pun berkuasa harus berlapang dada mengikhlaskan kekuasaannya berakhir. Keikhlasan ini penting ditindaklanjuti agar pergantian kepempimpinan nasional berjalan mulus konstitusional.
Keikhlasan hati, sikap, dan tindakan untuk melepaskan kekuasaan secara terhormat akan memperlihatkan kewibawaan dan keteladanan seorang pemimpin yang negarawan.
Insyaallah, jika keenam elemen yang saya paparkan di atas dilaksanakan dengan baik, maka Pemilu 2024 akan beradab dan menghasilkan pemimpin berintegritas, berkualitas, diakui, dan dipatuhi rakyat. Semoga.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.