Rohingya

Terkait Pengungsi Rohingya, Kantor Berita PBB Sebut Mahasiswa Aceh Sudah Termakan Hoaks di Medsos

“Serangan tersebut bukanlah sebuah tindakan yang terisolasi, namun merupakan hasil dari kampanye online yang terkoordinasi yang berisi misinformasi"

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HENDRI ABIK
Aksi pengepungan dan angkut paksa pengungsi Rohingya di basement Balai Meseuraya Aceh (BMA), Kota Banda Aceh pada Rabu (27/12/2023). 

Terkait Pengungsi Rohingya, Kantor Berita PBB Sebut Mahasiswa Aceh Sudah Termakan Hoaks di Medsos

SERAMBINEWS.COM – Aksi pengepungan dan angkut paksa terhadap 137 pengungsi Rohingya yang dilakukan oleh mahasiswa Aceh pada Rabu (27/12/2023), menyedot perhatian dunia.

Sejumlah kantor berita internasional turut menyoroti dan memberitakan aksi mahasiswa Aceh yang mengangkut paksa pengungsi Rohingya dari basement Balai Meseuraya Aceh (BMA), Kota Banda Aceh.

Aksi mahasiswa ini turut direspon oleh Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berada di New York, Amerika Serikat.

Melalui kantor berita resminya, News.un.org, aksi mahasiswa Aceh tersebut terjadi karena mereka telah terpapar informasi palsu alias hoaks yang berasal dari media sosial.

“Serangan tersebut bukanlah sebuah tindakan yang terisolasi, namun merupakan hasil dari kampanye online yang terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi dan ujaran kebencian terhadap para pengungsi,” lapor PBB, dikutip Rabu (3/1/2024).

Baca juga: Rektor UTU Minta Pengungsi Rohingya Diperlakukan Secara Humanis dan Tidak Anarkis: Beri Mereka Waktu

Para pendemo yang melakukan aksi penolakan etnis Rohingya dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara memaksa membawa para pengungsi
Para pendemo yang melakukan aksi penolakan etnis Rohingya dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara memaksa membawa para pengungsi "manusia perahu" untuk diangkut ke mobil di Balai Meuseraya Aceh (BMA), Selasa (27/12/2023). (SERAMBINEWS.COM/ INDRA WIJAYA)

Pernyataan PBB tersebut selaras dengan hasil studi Lembaga Ilmu Pengtahuan Indonesia (LIPI) yang dilakukan tahun 2018.

Di mana, Provinsi Aceh menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang tinggi percaya berita bohong atau hoaks.

Provinsi di ujung barat Indonesia ini bertengger bersama Jawa Barat dan Banten dalam percaya hoaks.

Peneliti LIPI, Amin Mudzakir mengatakan, tangkapan informasi yang diterima dari masyarakat berasal dari media sosial.

Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR) juga mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa pihaknya sangat terganggu melihat serangan massa mahasiswa di lokasi yang menampung pengungsi di Banda Aceh itu.

Dalam laporannya, massa menerobos barisan polisi dan secara paksa mengangkut 137 pengungsi Rohingya ke dalam dua truk.

Massa mahasiswa itu kemudian memindahkan mereka ke lokasi lain dan insiden tersebut telah membuat para pengungsi syok dan trauma.

“UNHCR masih sangat mengkhawatirkan keselamatan para pengungsi dan menyerukan kepada otoritas penegak hukum setempat untuk mengambil tindakan segera guna memastikan perlindungan bagi semua individu dan staf kemanusiaan yang putus asa,” kata pernyataan itu.

Baca juga: Wajah Ceria Pengungsi Rohingya saat Masyarakat Bagi Nasi Kebuli dan Puding Coklat di Meuseuraya Aceh

Para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi penolakan etnis Rohingya masuk ke kawasan penampungan sementara etnis Rohingya di Balai Meuseraya Aceh (BMA) di Lampriet, Banda Aceh, Rabu (27/12/2023).
Para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi penolakan etnis Rohingya masuk ke kawasan penampungan sementara etnis Rohingya di Balai Meuseraya Aceh (BMA) di Lampriet, Banda Aceh, Rabu (27/12/2023). (SERAMBINEWS.COM/ INDRA WIJAYA)

UNHCR menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai kampanye online yang terkoordinasi dan terstruktur dengan baik di platform media sosial.

Penyebaran misinformasi tersebut telah menyerang pihak berwenang, masyarakat lokal, pengungsi dan pekerja kemanusiaan yang menghasut kebencian dan membahayakan nyawa mereka.

“Masyarakat didesak untuk memeriksa ulang informasi yang diposting secara online, yang sebagian besar salah atau diputarbalikkan, dengan gambar yang dihasilkan AI dan perkataan yang mendorong kebencian yang dikirim dari akun bot,” pernyataan PBB.

Rohingya adalah masyarkat mayoritas Muslim yang melarikan diri dari gelombang penganiayaan di Myanmar, negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. 

Hampir satu juta orang tinggal di kamp-kamp di Bangladesh dan lebih dari 1.000 orang tiba di Indonesia dengan kapal dalam beberapa bulan terakhir.

 

Rektor UTU Minta Pengungsi Rohingya Diperlakukan Secara Humanis dan Tidak Anarkis

Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh Aceh Barat, Prof Ishak Hasan meminta pengungsi Rohingya diperlakukan secara humanis dan tidak anarkis.

Prof Ishak juga meminta semua pihak untuk menjungjung tinggi nilai-nilai universal.

Disisi lain, Rektor UTU Meulaboh ini juga meminta keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh harus memiliki batas waktunya.

Sehingga masyarakat juga ingin kepastian dari pemerintah tentang penempatan Rohingya yang sudah mencapai 1.684 orang.

"Perlakukan mereka secara Humanis, dan nilai-nilai Universal dan tidak anarkis," ucap Prof Ishak, Senin (1/1/2024).

Rektor UTU menyampaikan, masyarakat Aceh tidak perlu diajarkan lagi tentang tolong menolong dan perilaku kemanusiaan sudah teruji.

"Jadi Aceh sudah lama menolong etnis Rohingya yang terdampar di Aceh," tuturnya.

Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh Aceh Barat, Prof Ishak Hasan meminta pengungsi Rohingya agar diperlakukan secara humanis dan tidak anarkis.
Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh Aceh Barat, Prof Ishak Hasan meminta pengungsi Rohingya agar diperlakukan secara humanis dan tidak anarkis. (KOLASE SERAMBINEWS.COM)

Ia menilai, untuk penanganan pengungsi Rohinya di Aceh belum waktunya dengan tingkatkan kesejahteraan rendah dan kemiskinan tinggi.

"Kita masih tergolong orang miskin," ujar Rektor.

Untuk itu, ia berharap kepada PBB yang menangani pengungsi Rohingya melalui UNCHR dan IOM untuk bertindak cepat.

"Sudah lembaga ini tidak tutup mata," harapnya.

Begitu juga lanjutnya, Rohingya yang terdampak di Aceh sangat disayangkan kalau adanya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Dikatakan, dalam WhatApp Grup (WAG) Krue Seumangat Aceh (KSA) bahkan sudah mengeluarkan beberapa rekomendasi yang akan dibawa ke Pemerintah Aceh, sebagai saran dan masukan.

"Kita melakukan diskusi di WAG KSA dengan berbagai tanggapan," tutupnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved