Breaking News

Opini

Istri bukan Pembantu

Merupakan suatu kehormatan bagi seorang wanita, baik sebagai istri maupun sebagai seorang ibu dalam lingkungan sebuah keluarga memiliki arti yang sang

Editor: mufti
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Abdul Gani Isa, Anggota MPU Aceh/Staf Pengajar Fakultas Hukum Unmuha Aceh 

Abdul Gani Isa, Anggota MPU Aceh/Staf Pengajar Fakultas Hukum Unmuha Aceh

KAUM laki-laki itu adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian  yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa' : 34).

Kata “qawwam”, diartikan dengan “pemimpin”, dalam arti membina dan menjaga. Selain itu dapat pula diartikan “pelindung”, dalam arti pemelihara atau pendamping. Pengertian seperti ini lebih sesuai dengan obsesi al-Qur’an, yaitu memiliki hubungan yang bersifat fungsional dan komplementer yang didasari sakinah, cinta dan kasih sayang (QS, ar-Rum:21).

Sedangkan bila dipahami sebagai “pemimpin” maka konotasinya bersifat “struktural”, ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Sudah tentu tidaklah sesuai bila dalam keluarga ada “perintah”, “intruksi”, “lakukan” seperti halnya dalam sistem birokrasi.

Ayat ini juga, menegaskan bahwa kewajiban suami adalah memberi nafkah kepada istri, bukan kewajiban istri untuk memberi nafkah kepada suaminya. Sedangkan yang dimaksud dengan nafkah termasuk makanan minuman, pakaian dan tempat tinggal. Memberi makan itu merupakan kewajiban suami kepada istri. Dan bila disebut makanan, artinya bukan bahan mentah melainkan makanan yang siap disaji. Sehingga proses memasaknya bukan menjadi tugas dan tanggung-jawab istri.

Memberi pakaian itu adalah kewajiban suami kepada istri, bukan kewajiban istri kepada suami. Dan kalau disebut pakaian, artinya adalah pakaian yang bersih, wangi, rapi siap pakai. Bila baju itu kotor dan bau karena bekas dipakai, mencuci, menjemur dan menyetrikanya tentu menjadi kewajiban suami.

Memberikan tempat tinggal adalah kewajiban suami kepada istri, bukan sebaliknya. Dan kalau disebut tempat tinggal, artinya rumah dan segala isinya yang siap pakai dalam keadaan baik. Bila ada yang kotor dan berantakan, pada dasarnya membersihkan dan merapikan adalah tugas suami, bukan tugas istri.

Sementara itu, Rasulullah sangat memuliakan seorang ibu. Seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah saw, ’’Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?’’ Beliau menjawab, ’’Ibumu’’. Lelaki itu bertanya lagi, ’’Kemudian siapa lagi?’’ Beliau kembali menjawab, ’’Ibumu’’. Lelaki itu kembali bertanya, ’’Kemudian siapa lagi?’’ Beliau menjawab, ’’Ibumu’’. ’’Lalu siapa lagi?’’ tanyanya. ’’Ayahmu,’’ jawab beliau’’. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Bukan pembantu

Merupakan suatu kehormatan bagi seorang wanita, baik sebagai istri maupun sebagai seorang ibu dalam lingkungan sebuah keluarga memiliki arti yang sangat penting, karena Allah mempercayakannya untuk merawat, membesarkan dan mendidik ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan istri merupakan satu tiang yang menegakkan kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak "orang-orang besar".

Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pekerja yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babysitter yang paling setia. Sehingga tepat sekali bila ada yang mengatakan bahwa: "Di balik setiap orang besar ada seorang wanita yang mengasuh dan mendidiknya".

Namun dalam pandangan dan cara berpikir sementara bangsa kita, masih menempatkan posisi seorang istri lebih rendah (inferior) dari sang suami, dengan perkataan lain memang posisi istri tidak lebih merupakan abdi atau pembantu buat suami.

Secara tidak sadar, kita menganggap semua itu berasal dari ajaran agama Islam. Seolah-olah kita mengatakan bahwa Islam telah mewajibkan para istri untuk melakukan banyak pekerjaan rumah tangga, layaknya seorang pembantu. Atas dasar itu, tidak bisa dihindari bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan semakin sering terjadi di Indonesia, baik terhadap istri dalam keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat umumnya.

Kasih ibu

Ibu adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Pengorbanan beliau yang tak ternilai harganya harus dihargai sedemikian rupa sebagai bentuk rasa terima kasih dan wujud syukur kepada Ilahi yang telah memberikan kesempatan mencicipi nikmat hidup ini.

Ibunda orang pertama yang ingin dibahagiakan bila mendapatkan rezeki yang melimpah. Beliaulah orang pertama yang akan dikunjungi ketika masalah berat terasa tak kunjung ada solusinya. Doanya adalah senjata yang amat dahsyat. Doanya adalah pembuka pintu Ilahi agar mengabulkan segala doa.

Hidup akan sangat hampa bila tak mendapatkan belaian tangan ibunda, belaian yang dapat menurunkan tensi darah saat marah, belaian yang dapat menenangkan pikiran di kala stres. Ibulah manusia yang sangat paham apa yang dialami oleh anaknya, ibundalah yang akan menerima apapun bentuk dan keadaan anaknya.

Ibundalah yang akan berusaha melakukan apapun untuk menyelamatkan dan melindungi anaknya. Apabila ada seorang ibu yang suka marah-marah dengan anaknya mungkin itu hanyalah ungkapan kekecewaan sesaat. Yakinlah bahwa jauh di lubuk hatinya Ibu sangat sayang dan mencintai anaknya.

Kebahagiaan sebuah keluarga terletak di tangan Ibunya. Bila beliau bahagia, maka keluarga tersebut akan bahagia, jangan biarkan beliau terlalu capek sehingga menyebabkan beliau stres. Stres ibunda adalah stres keluarga, bantulah beliau agar bisa membuat keluarga bahagia.

Sebagai tiang hidup, ibunda membutuhkan sandaran yang kuat. Sandaran itu bisa berupa senyum manis anak-anaknya, kasih sayang suaminya, penghargaan berupa ucapan terima kasih yang tulus dan pancaran cinta yang sebenarnya, sudah cukup membuat seorang ibu bahagia.

Ada sepuluh kebaikan seorang ibu yang nilainya tak terhingga. Yaitu, pertama, kebaikan dalam memberikan perlindungan dan penjagaan selama kita dalam kandungan. Kedua, kebaikan menanggung derita selama kelahiran. Ketiga, kebaikan melupakan semua kesakitan begitu kita lahir.

Keempat, kebaikan dari memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan bagian yang manis buat kita. Kelima, kebaikan memindahkan kita ke tempat yang kering dan dirinya sendiri di tempat yang basah. Keenam, kebaikan menyusui dan memberikan makan serta memelihara kita. Ketujuh, kebaikan membersihkan yang kotor. Kedelapan, kebaikan selalu memikirkan kita bila berjalan jauh.

Kesembilan, kebaikan karena kasih sayang yang dalam dan pengabdian. Kesepuluh, Kebaikan dari rasa belas kasih yang dalam dan simpati. Karena itu logis dan tepat sekali bila Rasulullah saw, mengatakan: al-Jannatu tahta aqdamil ummahat (surga itu di bawah telapak kaki ibu).

Pesan moral

Ada lima pesan Al-Qur’an dalam Surat Luqman ayat 14-15 dan Surat Al-Israa’ ayat 23-24 yang dapat dijadikan ikhtiar bagi kita dalam membahagiakan ibu. Pertama, kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang tua kita dengan sebaik-baiknya. Kedua, kita diwajibkan merawat dan mengurus orang tua bila sudah usia lanjut.
Ketiga, kita diwajibkan berperilaku santun dan lembut serta mengeluarkan lisan yang mulia. Keempat, kita diwajibkan untuk merendahkan diri dengan penuh kasih sayang. Kelima, senantiasa mendoakan mereka.

Oh Ibu! jasa-jasamu dalam keluarga sungguh tiada duanya, tak akan pernah kami anak-anakmu melupakan semua jasa tulus ikhlasmu kepada kami anakmu yang sungguh tiada akan mampu membalas setiap pengorbanan dan perjuangan yang engkau telah berikan kepada kami anakmu. Ibu engkau sungguh pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya!

Akhirnya penulis menyarankan agar, peringatan Hari Ibu yang setiap tahun digelar sebaiknya tidak dijadikan simbolisme semata. Semangat memuliakan ibu perlu berlandaskan pada keimanan kepada Allah swt. Sehingga, segala bentuk peringatan akan membekas di hati para anak dan dirasakan para ibu.

Dan yang jauh lebih utama, peringatan Hari Ibu harus jadi sarana evaluasi untuk menambah kualitas kita dalam membahagiakan ibu dalam kesehariannya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved