Opini
Urgensi Saksi yang Diabaikan Partai
Maklum, detik-detik pemungutan suara dilaksanakan berbagai kemungkinan bisa terjadi bahkan di luar nalar sehat manusia sekalipun. Karena itu, para cal
Tgk Akmal Abzal, Komisioner KIP Aceh 2008-2013 dan 2018-2023
RABU 14 Februari 2024 menjadi hari penentuan baru bagi Indonesia sekaligus akan menjawab berbagai keraguan warga terkait sosok pemimpin dan wakil rakyat periode lima tahun mendatang bangsa ini. Penyelenggara, peserta dan pemilih akan all out alias memaksimal diri untuk konsentrasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sekaligus memastikan pencoblosan dan penghitungan suara berjalan tanpa masalah.
Sesuatu yang natural, jika detak jantung melaju kencang, perasaan harap-harap cemas bercampur suka dan duka menyelimuti perasaan banyak warga sebelum hasil perolehan pemilu ditetapkan resmi oleh KIP atau KPU.Belajar dari pengalaman pemilu sebelumnya, pada hari pemungutan suara, para calon legislatif (caleg) harus memastikan semua pemilih yang menjadi lumbung suaranya hadir ke bilik TPS sekaligus mengawal agar basis pemilih tersebut tidak goyah oleh godaan dan bujukan para pihak.
Maklum, detik-detik pemungutan suara dilaksanakan berbagai kemungkinan bisa terjadi bahkan di luar nalar sehat manusia sekalipun. Karena itu, para caleg terpaksa menerapkan kondisi siaga satu untuk memastikan pemilihnya tetap setia dan konsisten dengan komitmen suara partai dan badan untuknya.
Konon lagi pada saat caleg lagi menjaga simpul pemilihnya, pada waktu bersamaan menjemput pemilih baru harus juga dilakukan mengingat case pemilu sebelumnya banyak pemilih “fanatik” bermanuver alias lompat pagar atau “berkianat” pada majikannya. Makanya kinerja para caleg selama proses pemilu profesional terbuka ini betul-betul menguras banyak energi atau tenaga, pikiran bahkan materil.
Di tengah beragam upaya dan ikhtiar partai serta para caleg dalam menambah pundi-pundi suara, justru ada hal urgen/ penting namun terabaikan. Bahkan dianggap sepele dari perhatian mereka, yaitu; kesiapan, keberadaan dan kemampuan saksi. Saksi merupakan juru kunci yang mendapat legalitas formal dari konstitusi karena catatan, koreksi dan argumentasi saksi mampu memberi warna atas keabsahan pungut hitung di TPS, sekaligus instrumen terpenting dalam proses rekapitulasi di setiap tingkatannya kelak.
Saksi profesional mampu meminimalisir berbagai potensi pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh sesama peserta, pemilih atau oknum penyelenggara. Maka eksistensi saksi di lokasi TPS menjadi suatu keniscayaan yang tak bisa dianggap ringan.
Sejauh ini, penulis belum melihat gerakan masif peserta pemilu menyiapkan para saksi handal dan berkarakter untuk mengawal dan mengawasi proses tahapan pungut hitung di hari H. Ironisnya, pembicaraannya saksi heboh dibicarakan pada tingkatan personal caleg dan bukan pada institusi partai sebagaimana ruang ideal yang diatur regulasi.
Urgensi saksi
Perhatikan angka 35 pasal 1 PKPU Nomor 25 Tahun 2023 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum, secara eksplisit memuat; “Saksi Peserta Pemilu yang selanjutnya disebut Saksi adalah orang yang mendapat surat mandat tertulis dari tim kampanye atau Pasangan Calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pengurus Partai Politik tingkat kabupaten/kota atau tingkat di atasnya untuk Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dan calon perseorangan untuk Pemilu anggota DPD”.
Secara gamblang ketentuan PKPU ini menjelaskan bahwa keberadaan saksi di lokasi TPS hanya diakui bagi pemegang mandat partai dan bukan pendelegasian dan titah individu apalagi tanpa mandat. Maka KPPS sebagai eksekutif di TPS akan memberi salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan DPT tambahan hanya untuk saksi yang memiliki mandat resmi partai, sekali lagi hanya untuk saksi partai.
Hal urgen lainnya yang perlu disikapi adalah; setiap warga dapat menerima mandat saksi hanya untuk satu peserta pemilu dan tidak dibenarkan menerima mandat lebih dari itu kendati untuk calon DPD sekalipun sebagaimana termaktub dalam pasal 15 angka 3 (a) PKPU di atas.
Penulis pernah mendapatkan keunikan di pemilu sebelumnya, ada warga secara sadar dan enjoy menerima honor saksi lebih dari satu partai bahkan ada dari tiga peserta pemilu. Sehingga kendati bertugas hanya satu hari ketika itu, warga “super” ini mampu mendapatkan honor satu jutaan dan itu belum termasuk infak dadakan dari personal caleg di dapil tersebut. Kita berharap kasus serupa, tidak terjadi lagi di pemilu 2024 ini.
Ingat, Rabu 14 Februari hanya tersisa 15 hari lagi mesti disikapi serius oleh peserta pemilu dalam menyiapkan saksi di TPS, PPK, KIP hingga KPU RI karena saksi ini adalah instrumen terpenting yang diterima oleh Panwaslu, DKPP hingga Mahkamah Konstitusi (MK) ketika menghadapi gugatan.
Maka pengrekrutan dadakan dan mencomot saksi asal-asalan adalah tindakan sia-sia karena saksi tanpa pembekalan dan pelatihan akan hadir ke TPS hanya untuk menjadi penonton semata.
Saksi mesti dibahani untuk mengenal beragam formulir model, sertifikat rekap hasil, berita acara, format pungut hitung hingga pergerakan hasil. Bahkan hal terpenting yang mesti diedukasi para saksi adalah pengenalan kertas suara yang rusak, sah dan tidak sah karena tiga kategori kertas suara tersebut resistensi terjadinya embrio konflik dan acap berujung pada perdebatan di TPS yang berdampak pada stagnannya tahapan.
Saksi mesti mendalami pemilih DPT dan DPTb bahkan tahu siapa pemilih khusus atau DPK karena persoalan data lazim mengulangi kasus-kasus klasik masa silam yaitu salah entri atau salah hitung, salah tulis dan sejenisnya sehingga jumlah akhir penggunaan hak pilih dengan sisa kertas tidak terpakai acap tidak linear dengan jumlah kertas suara yang ada dan ini sering menjadi pemancing perdebatan panjang di TPS.
Para saksi butuh bimbingan teknis termasuk menyangkut waktu kehadiran dan kedudukannya di lokasi TPS agar keberadaan mereka dengan biaya mahal akan memberi dampak positif bagi pemberi mandat. Jangan sampai bak pepatah “arang habis besi binasa” biaya besar mengosongkan pundi partai namun tak berdampak pada output apapun untuk partai.
Ada Fenomena unik menjelang pemilu 2024, ternyata harga pasar per saksi diproyeksikan kian meningkat dari periode sebelumnya. Untuk pemilu tahun ini sudah ada saksi yang berani menawar jasa pada angka tiga ratus ribu rupiah per individu. Itupun sebatas untuk tingkat TPS dan di luar saksi rekapitulasi di tingkat PPK dan KIP. Jika kondisi ini masif, tak mustahil pemilu selanjutnya akan ada perusahaan dan lembaga pemasok saksi dan berani membanderol harga yang fantastis untuk satu tenaga saksi. Semoga tidak.
Demikian tulisan ini semata untuk mengedukasi peserta pemilu tentang urgensi saksi di bilik TPS dan jangan sepelekan keberadaan mereka karena posisi strategisnya menjadi kunci dalam menyelamatkan setiap suara pemilih bagi partai dan caleg di Pemilu 2024.
Opini Hari Ini
Urgensi Saksi yang Diabaikan Partai
Tahun Politik
Pemilu 2024
Tgk Akmal Abzal
Ketua KIP Aceh:
Harapan Kepada 17 Guru Besar UIN Ar-Raniry, Penuntun Cahaya Bagi Umat |
![]() |
---|
Humas dan Media di Era Digital, Ibarat Jembatan dan Jalan Membangun Komunikasi dan Citra Institusi |
![]() |
---|
Ayah, Pulanglah dari Warung Kopi, Semai Cinta di Rumah |
![]() |
---|
Haruskah Karya Anak Bangsa Terindeks Scopus |
![]() |
---|
Menyusui dan Dukungan Berkelanjutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.