Berita Aceh Barat

PT PAAL Mangkir, Alasannya Dewan Direksi tak Ada, DPRK Aceh Barat Lanjutkan RDP soal Kebun Plasma

Pihak perusahaan PT Prima Aceh Agro Lestari (PT PAAL) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak hadir dalam panggilan dewan tersebut denga

Penulis: Sadul Bahri | Editor: Mursal Ismail
SERAMBINEWS.COM/SA'DUL BAHRI
Warga dan dinas terkait menghadiri RDP di Gedung DPRK Aceh Barat, Kamis (1/2/2024) terkait kasus lahan plasma PT PAAL 

Pihak perusahaan PT Prima Aceh Agro Lestari (PT PAAL) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak hadir dalam panggilan dewan tersebut dengan alasan Dewan Direksi lagi tidak ada di tempat.

Laporan Sa'dul Bahri | Aceh Barat

SERAMBINEWS.COM, MEULABOH - DPRK Aceh Barat tetap melanjutkan rapat dengar pendapat (RDP) yang telah dijadwalkan, Kamis (1/2/2024) di Gedung DPRK setempat. 

RDP ini untuk meluruskan soal kebun plasma kelapa sawit, meski meski pihak perusahaan mangkir atau tidak datang memenuhi panggilan dewan.

Pihak perusahaan PT Prima Aceh Agro Lestari (PT PAAL) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak hadir dalam panggilan dewan tersebut dengan alasan Dewan Direksi lagi tidak ada di tempat.

Sementara pihak DPRK tetap melanjutkan RDP bersama masyarakat Desa Suak Pante Breuh, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, yang dihadiri para Pimpinan DPRK, Sekda Aceh Barat, Kadis Perkebunan. 

Kemudian Kadis Pertanahan, Kepala BPN dan Kabag Hukum Setdakab dan sejumlah anggota DPRK setempat.

RDP tersebut membahas persoalan lahan kebun plasma yang berada di dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT PT PAAL yang kini belum ada kejelasan terhadap hak masyarakat yang sudah dijanjikan perusahaan yang sudah belasan tahun.

Baca juga: Jadi Solois Wanita Korea Pertama, Jennie BLACKPINK Cetak Rekor Baru di Billboards Hot 100

Rapat dengan pendapat yang dipimpin Wakil Ketua II DPRK Aceh Barat, H Kamaruddin ini dihadiri Ketua DPRK Samsi Barmi dan Wakil Ketua I Ramli SE, Kamis (1/2/2024). 

Pihak DPRK mengungkapkan kekecewaan atas ketidakhadiran pihak perusahaan dalam RDP tersebut.

“Kita sudah mendengarkan secara langsung apa yang sedang dialami oleh masyarakat Suak Pante Breuh saat ini. 

Terutama menyangkut lahan plasma 450 hektare yang diberikan masyarakat kepada perusahaan secara gratis, belum ada kejelasan bagi hasil,” ungkap Wakil Ketua DPRK H Kamaruddin.

Warga Suak Pante Breuh menuntut kebun plasma karena milik masyarakat sebagaimana dari perjanjian awal, bahwa kebun yang diberikan kepada perusahaan tidak dijual untuk dijadikan kebun plasma seluas 450 hektare. 

Dari jumlah tersebut, 40 persen untuk masyarakat dan 60 persen untuk perusahaan sebagai pengelola.

Baca juga: Resmi Cerai dari Irish Bella, Ammar Zoni Wajib Nafkahi Anak Rp 10 Juta Per Bulan

Disebutkan, dari jumlah itu hak untuk masyarakat sekitar 180 hektare. 

Namun yang ada saat ini untuk masyarakat sekitar 60 hektare dan 60 hektare ini juga belum ada kejelasan berapa perolehan hasil untuk masyarakat Suak Pante Breuh. '

Sedangkan uang Rp 200 ribu yang diberikan per bulan atas nama pinjaman, sedangkan lahan dikelola sudah puluhan tahun.

Disebutkan, jika nanti hingga 3 kali tidak diindahkan panggilan DPRK, maka akan dipanggil paksa pihak perusahaan yang akan melibatkan aparat hukum.

“Dalam penyelesaian ini Pemerintah Aceh Barat akan membentuk tim khusus untuk menyelesaikan masalah ini,” kata kamaruddin.

Sementara Sekda Aceh Barat, Marhaban SE, dalam kesempatan tersebut menyebutkan pihaknya bersama dengan dinas terkait akan mempelajari dalam waktu singkat ini menyangkut permasalahan yang terjadi antara masyarakat dan pihak perusahaan.

“Kita akan menyelesaikan masalah ini secara bersama-sama, sesuai dengan ketentuan yang ada,” sebutnya.

Sementara Ketua DPRK Aceh Barat, Samsi Barmi, meminta semua pihak untuk benar-benar membantu masyarakat yang dilakukan sesuai dengan aturan yang ada.

“Masalah ini jangan dibiarkan berlarut-larut, jangan takut jika ada pihak yang membekingi di belakang perusahaan. Ini negara hukum dan kita ikuti aturan hukum yang ada,” tegasnya.

Wakil Ketua II DPRK Ramli SE, mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan hal anarkis nantinya, karena jangan sampai terjerat oleh hukum. 

Oleh karena itu, pihak pemerintah diminta bersikap tegas dan konsisten untuk menyelesaikan permasalahan lahan kebun plasma antara PT PAAL dengan masyarakat desa tersebut.

“Saat pertama kali perusahaan masuk ke desa kami, 450 hektare lahan kami berikan izin untuk dipakai, dengan catatan 265 hektare lahan kebun kelapa sawit inti perusahaan. 

Kemudian 185 hektarnya lagi lahan kebun kelapa sawit plasma untuk warga,” kata Ketua Tuha Peut Desa Suak Pante Breuh, Ahmadi.

Namun, sejak lahan itu diberikan, hingga saat ini warga belum menerima hasil apapun dari PT PAAL. Ditambah lagi, belum terealisasinya kebun plasma warga yang dijanjikan perusahaan.

“Dari 185 hektare lahan kebun plasma dijanjikan itu, baru terealisasi 69 hektar, tapi hasil panen kelapa sawit pada lahan 69 hektar itu pun belum ada kejelasan sama sekali sampai dengan hari ini,” bebernya.

Ia bersama pihak warga lainnya mengaku, khawatir dengan adanya persoalan tersebut. Apalagi, warga selama ini menerima uang pinjaman (bukan kompensasi) dari PT PAAL perbulannya yaitu Rp 200 ribu per KK sejak tahun 2015.

“Ini lah yang kami takuti dengan adanya pinjaman uang dari PT PAAL itu, dan ditakuti ini jebakan untuk mengambil lahan kami. 

Maka dari itu perlu diselesaikan melalui RDP,” ujarnya, yang dihadiri oleh Keuchik dan puluhan warga lainnya di gedung DPRK di Meulaboh. (*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved