Berita Banda Aceh

Kenapa Kampus-Kampus di Aceh Masih Diam dan Tidak Ikut Bersuara Terkait Kondisi Bangsa Saat Ini?

Sementara itu, sejumlah kampus di Aceh tampaknya masih belum melakukan pergerakan seperti yang dilakukan oleh kampus-kampus lain.

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Agus Ramadhan
YOUTUBE SERAMBINEWS
Mengapa kampus- kampus di Aceh tidak ikut bersuara terkait kondisi bangsa saat ini? Berikut pandangan Sosiolog Aceh yang juga Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Ahmad Humam Hamid dan Pengamat Kebijakan Politik, Dr. Nasrul Zaman, ST, M.Kes. 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sejumlah sivitas akademika dari berbagai kampus dalam beberapa hari terakhir mulai bersuara mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritikan itu dilayangkan kepada Jokowi, lantaran dinilai menyimpang dari prinsip dan moral demokrasi serta menutunt pemilu 2024 yang jujur dan adil.

Hingga Minggu (4/2/2024), tercatat sudah 7 kampus di Indonesia yang mengkritik Jokowi.

Mereka adalah Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas, Padjadjaran (Unpad), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Mulawarman Samarinda.

Sementara itu, sejumlah kampus di Aceh tampaknya masih belum melakukan pergerakan seperti yang dilakukan oleh kampus-kampus lain.

Hingga berita ini ditulis, Senin (5/2/2024), baru ada satu kampus di Aceh yang akan buka suara menyikapi kondisi negara saat ini.

Informasi yang diperoleh Serambinews.com, kampus tersebut ialah Universitas Negeri Malikussaleh (Unimal).

Dalam selebaran flyer yang diterima Serambinews.com, sivitas akademika Unimal akan menyampaikan maklumat mereka pada Senin (5/2/2024) siang ini, di kampus setempat.

Baca juga: Pengamat Politik UGM: Jalankan Kompetisi dengan Santun dan Beradab Jelang Pilpres 2024

Lantas, mengapa kampus-kampus di Aceh tampak lebih memilih absen atau belum juga melakukan pergerakan menyuarakan pendapat mereka soal kondisi bangsa saat ini?

Menurut Sosiolog Aceh yang juga Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Ahmad Humam Hamid ada beberapa alasan yang membuat kampus-kampus di Aceh tidak ikut melakukan gerakan seperti yang dilakukan oleh kampus lainnya.

"Untuk USK, kemudian UIN Ar-Raniry, kemudian teman-teman (sivitas akademika) yang ngomong di kampus ini, ini kan kloter," ujar Prof Humam dalam sebuah tayangan podcast di YouTube Serambinews, Senin (5/2/2024).

Ia berpendapat, kampus-kampus lain mungkin saja masih menunggu waktu untuk menyampaikan suaranya terkait kondisi bangsa di masa-masa akhir pemerintahan Jokowi.

Namun ia juga sempat mendapat informasi, bahwa kedua kampus besar di Aceh tersebut akan duduk bersama untuk membahas lebih lanjut mengenai penyampaian aspirasi ini.

"Mereka mungkin mencari inovasi dari provinsi syariah ini. Mungkin persoalan aspirasi mengenai keadaan terakhir negeri ini, dianggap fardhu kifayah, jadi cukup dikerjakan oleh sejumlah kampus di tempat lain, dianya ga usah," jelas Prof Humam.

Namun Prof Humam berharap, kedua kampus ini akan segera menyusul gerakan seperti yang sudah dilakukan oleh kampus lain.

Sebab menurutnya, dua kampus tersebut merupakan kampus besar di Aceh.

Baca juga: Mensos Risma Tak Dilibatkan dalam Penyaluran Bansos, PDIP Kritik Presiden Jokowi, Ini Kata Istana

"Kita ga usah ngomong (kampus) yang baru lahir seperti UTU, Unimal, mereka belum terbiasa. Tapi perlu diingat, level USK itu sekelas dengan Unhas. Sekelas dengan Andalas kalau di Sumatera. Pada masa Orde baru itu top di pulau Jawa," ungkap Prof Humam.

Pengamat Kebijakan Politik, Dr. Nasrul Zaman, ST, M.Kes yang juga hadir sebagai narasumber dalam podcast tersebut, menyatakan pandangan yang sama seperti Prof Humam.

Ia menambahkan, perlu juga mengasah sensitifitas sosial kenegarawan kepada generasi muda.

"Ini penting sekali. Karena ini soal positioning juga. Dimana positioning USK, UIN Ar-Raniry dalam konsep penegakan demokrasi di Indonesia. Itu kan terbaca begitu," ujarnya.

Menurutnya, dengan memilih diam, seolah menggambarkan bahwa kedua kampus tersebut tidak paham dengan konsep demokrasi.

"Jangan seolah-olah kita tidak paham. Karena apa yang disuarakan oleh teman-teman dari universitas lain, adalah suatu hal yang normatif, tidak ada kecenderungan kepberpihakan kepada siapapun, tapi lebih mendorong kenegarawan presiden terutama dalam proses demokrasi," jelas Nasrul.

Baca juga: Debat Capres, Ganjar Kutip Pesan Jokowi: Jangan Pilih Capres Diktator, Otoriter dan Melanggar HAM

Kampus adalah Benteng Moral Bangsa

Prof Ahmad Humam Hamid mengatakan, perguruan tinggi atau kampus merupakan barometer sekaligus benteng moral untuk bangsa.

Menurutnya, kampus bisa menahan hal-hal yang menurut mereka salah dalam beberapa waktu.

"Tapi ketika sampai pada sebuah titik dia harus menerima sesuatu yang sangat tidak bisa diterima, dia akan melawan. Cara kampus menyampaikan pikiran" ujar Prof Humam.

Terkait dengan kondisi negara saat ini, menurut Prof Humam ada beberapa kejadian yang membuat sejumlah kampus akhirnya mulai bergerak melakukan perlawanan.

"Pertama MK, kedua penyanderaan partai politik untuk kubu tertentu yang disponsori terbuka oleh presiden. Kemudian mereka (kampus) juga melihat fenomena pecah kongsi, itu memang urusan probadi tapi cermin," jelas Prof Humam.

Sementara puncak kejadian yang membangkitkan kemarahan pada sivitas akademisi, menurut Prof Humam, ialah saat Presiden Jokowi memperlihatkan sikap yang dinilai tidak bisa diterima oleh mereka.

"Dia Solo dia menjadi pekerja politik, di DKI dia bertugas sebagai pekerja dan pemikir politik. Presiden periode pertama dia pemikir politik, periode kedua dia (juga masih) pemikir politik, di ujungnya dia menjadi jongos politik," kata Prof Humam.

"Apa buktinya? Membagi-bagikan sembako di depan istana," sambungnya.

Selain itu, ada beberapa kejadian lain yang dinilai telah melanggar penyalahgunaan kekuasaan.

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Jokowi Kembali Tebar BLT Rp 600.000, Disalurkan pada Februari

Oleh sebab itu, berharap kampus-kampus di Aceh tidak diam dengan kondisi negara saat ini.

"Kampus-kampus yang lain sudah sangat tidak bisa menerima, Apakah kampus USK, UIN Ar Raniry masuk ke dalam kelompok yang masih bisa menerima?," kata Prof Humam.

"Kalau teori Darwin mengatakan makhluk yang survive adalah makhluk yang adaptif. Apakah USK dan UIN Ar-Raniry adaptif terhadap nurani bangsa, atau adaptif terhadap kekuasaan. Kalau adaptif terhadap kekuasaan, maka dia tergolong kelompok yang masih bisa menerima hal-hal yang sangat tidak bisa diterima oleh kampus-kampus lain," pungkasnya.

(Serambinews.com/Yeni Hardika)

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved