Breaking News

Ketua Dewan Pers Saat HPN: Belum Ada Regulasi Khusus yang Lindungi Wartawati dari Kekerasan

Nanik mengungkapkan hal ini ketika menjadi narasumber dalam Silaturahmi Wartawati Indonesia (SIWI) dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 20

Editor: Mursal Ismail
Meylida Abdani
Bendahara PWI Aceh yang juga wartawati di Banda Aceh, Dian Fatayati menerima hadiah dari Ketua Dewan Pers, Nanik Rahayu pada acara Silaturahmi Wartawati Indonesia (SIWI) dalam rangka HPN 2024 di Candi Bentar Putri Duyung Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 17 Februari 2024 

Nanik mengungkapkan hal ini ketika menjadi narasumber dalam Silaturahmi Wartawati Indonesia (SIWI) dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024 di Candi Bentar Putri Duyung Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 17 Februari 2024.

SERAMBINEWS.COM -  Ketua Dewan Pers, Nanik Rahayu, mengatakan hingga kini secara khusus belum ada regulasi yang melindungi wartawati dari tindak kekerasan.

Nanik mengungkapkan hal ini ketika menjadi narasumber dalam Silaturahmi Wartawati Indonesia (SIWI) dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024 di Candi Bentar Putri Duyung Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 17 Februari 2024.

"Dua hari lalu saya telepon Asisten Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan (bahwa) kekerasan terhadap wartawati tidak bisa pakai undang-undang yang ada," kata Nanik Rahayu.

Menurut Nanik, kekerasan terhadap profesi (wartawati) bukan hanya di Indonesia, tetapi kasus serupa juga terjadi di berbagai negara lain.

"Bahwa kasus ini juga terjadi di negara lain terungkap ketika saya mengikuti sebuah forum yang membahas kekerasan terhadap perempuan diikuti perwakilan dari 39 negara," ujar Nanik.

Diakui Nanik, hingga kini belum ada regulasi yang membela atau memberi perlindungan akibat adanya kekerasan terhadap wartawati.

Baca juga: Ketua KPU Sebut 35 Petugas Pemilu Meninggal Dunia, 3909 Orang Sakit, Ini Besaran Santunan

Dewan Pers, katanya, belum memiliki data riset yang utuh terhadap fenomena dan bentuk kekerasan yang dialami wartawan perempuan di seluruh Indonesia. 

Belum ada data spesifik tentang kekerasan terhadap wartawati.

"Ini juga berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan AJI tahun 2022," lanjut Nanik.

Padahal, kata Nanik Rahayu, kekerasan terhadap wartawati bisa saja terjadi disaat kerja atau kekerasan ferbal dari narasumber.

"Bisa juga kekerasan khas melalui media sosial si wartawati yang ‘dihantam’ oleh oknum yang diduga merasa dirugikan dari pemberitaan yang dibuat wartawati," tandas Nanik.

Ia mencontohkan kekerasan doxing dengan menyebarkan informasi pribadi si wartawati yang disebarkan secara online buntut dari postingan pemberitaan yang baru-baru ini terjadi. Ada juga pengrusakan alat kerja.

Baca juga: Bocoran Episode Ke-7 Drakor Doctor Slump, Park Shin Hye Khawatir Mendengar Vonis Dokter

"Kekerasan bisa juga diterima sang wartawati dari atasan, sejawat maupun dalam rangka menjalankan tugasnya."

Makanya, lanjut Nanik, menjadi penting forum ini bagi wartawati sehingga wartawati bisa sejajar dengan wartawan, baik soal kerja sampai posisi atau jabatan.

"Juga adanya (dorongan) mempercepat dibuatnya regulasi yang membela dan melindungi wartawati," tandas Ketua Dewan Pers.

Ia pun menyarankan agar wartawati terus dan selalu meningkatkan pengetahuannya, pemahaman, dan kompetensi diri. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved