Opini
Siapkah Aceh Hadapi Dampak Perubahan Iklim?
Laporan Intergovermental Panel on Climate Change menyebutkan bahwa pada akhir abad ini suhu rata-rata permukaan bumi akan meningkat sebesar 3-5 oC dib
dr Brury Apriadi Husaini MKM, Peneliti Core Step, Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran FK USK
Isu perubahan iklim saat ini telah menjadi isu menarik baik di tingkat global maupun nasional. Berbagai insiden terkait dengan perubahan iklim yang tidak menentu seperti curah hujan ekstrem, peningkatan suhu udara, kenaikan muka air laut dan konsentrasi polutan yang semakin tinggi berdampak pada peningkatan intensitas bencana yang dapat menimbulkan kerugian baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Laporan Intergovermental Panel on Climate Change menyebutkan bahwa pada akhir abad ini suhu rata-rata permukaan bumi akan meningkat sebesar 3-5 oC dibandingkan dengan era pra industri, kenaikan permukaan air laut dan peningkatan suhu air laut global sebagai akibat meningkatnya penyerapan CO2.
Dokumen ini juga memproyeksikan bahwa pada abad ini suhu permukan bumi akan meningkat lebih dari waktu sebelumnya. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya gelombang panas yang lebih sering dan lebih lama, peristiwa curah hujan yang ekstrem yang lebih intens, lautan akan terus menghangat dan lebih bersifat asam, serta kenaikan permukaan laut global.
Terjadinya perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap berbagai sektor baik pertanian, kehutanan dan kelautan. Bahkan jika dibiarkan, dampak perubahan iklim akan mempengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan di masa yang akan datang. Masalah ini tentu saja akan menjadi beban sistem kesehatan nasional, dan menghambat target program Sustainable Development Goals (SDGs) dan Universal Health Coverage (UHC) yang dicanangkan Kementrian Kesehatan. Sektor kesehatan, merupakan sektor yang akan mendapat beban ganda, baik dampak langsung terhadap kesehatan maupun dampak tidak langsung yang sangat dipengaruhi oleh determinan lingkungan sosial dan kesehatan masyarakat.
Perubahan Iklim dapat meningkatkan peluang risiko kejadian suatu penyakit, frekuensi kejadian dan potensi peningkatan transmisi serta infeksi penyakit, terutama pada penyakit yang berbasis lingkungan. Perubahan iklim juga mencetus terjadinya adaptasi agen penyakit terhadap peningkatan infeksi penyakit berdasarkan intensitas, cakupan dan besaran dampak yang ditimbulkan.
Conference of Parties Special Report on Climate Change and Health (2021) menyatakan bahwa perubahan iklim telah berdampak pada kesehatan yang menyebabkan kematian dan penyakit dalam berbagai cara, seperti gangguan sistem pangan, peningkatan zoonosis, penyakit bawaan makanan, air, dan vektor, serta masalah kesehatan mental. Risiko kesehatan yang sensitif terhadap iklim ini secara tidak proporsional berdampak pada masyarakat rentan dan risiko tinggi, seperti wanita hamil, anak-anak, lansia, etnis minoritas, keluarga miskin, atau orang yang kehilangan tempat tinggal dan mereka yang memiliki kondisi masalah kesehatan.
Pada masa depan dampak perubahan iklim akan berpengaruh pada sistem imun terutama pada kelompok rentan. Perubahan iklim juga memberi peluang meningkatnya risiko dampak kesehatan, dimana beberapa penyakit diprediksi akan mengalami peningkatan.
Sebagai negara kepulauan yang terletak di antara dua benua dan dua samudera serta berada pada iklim tropis, Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap terjadinya perubahan iklim. Dilihat dari posisinya, wilayah Indonesia mempunyai karakteristik iklim yang khusus karena dipengaruhi pola munson, ekuatorial dan lokal sehingga wilayah Indonesia memiliki pola hujan, suhu, maupun kelembapan yang tidak sama. Dampak perubahan iklim yang mungkin timbul cenderung berupa bencana dan penyakit-penyakit khas di wilayah tropis. Di tingkat internasional komitmen Indonesia kepada UNFCCC dalam pengendalian perubahan iklim melalui first National Determined Contribution (NDC) menyatakan bahwa kontribusi Indonesia dalam aksi penurunan emisi Gas Rumah Kaca pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 % apabila mendapatkan dukungan internasional. Komitmen ini perlu diimplementasian dan dilaksanakan secara selaras dan terintegrasi dengan pembangunan berkelanjutan.
Keseriusan Indonesia dalam menanggulangi dampak perubahan iklim, dibuktikan dengan meratifikasi Paris Agreement ke dalam Undang-Undang No. 16/2016. Spesifik pada sektor kesehatan, para pihak sepakat untuk mengambil aksi untuk menangani dampak perubahan iklim dengan menghormati, mendorong, dan mempertimbangkan tanggung-jawabnya terhadap hak atas kesehatan. Turunan dari regulasi tersebut, telah diterjemahkan secara operasional melalui Permenkes No.1018/2011 tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan terhadap Dampak Perubahan Iklim dan Permenkes No.035/2012 tentang Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim. Untuk menunjang pelaksanaan Adaptasi Perubahan Iklim Bidang Kesehatan (APIK) telah dibentuk Tim Teknis Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Bidang Kesehatan melalui Kepmenkes No. HK.01.07/Menkes/532/2019 dan pada tahun 2020, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) pada sektor Kesehatan.
Dari segi perencanaan pambangunan nasional, RAN-API merupakan rencana tematik lintas bidang yang lebih spesifik dalam mempersiapkan rencana pembangunan yang memiliki daya tahan terhadap perubahan iklim. RAN-API juga merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun strategi dan rencana aksi daerah perubahan iklim dan sebagai arahan dalam menyiapkan dokumen perencanaan pembangunan yang tahan perubahan iklim.
Dalam hal ini, Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang juga rawan dan akrab dengan beberapa fenomena alam dan bencana juga harus segera merespons imbauan Pemerintah Pusat tentang pentingnya perencanaan pembangunan responsif adaptasi perubahan iklim. Adaptasi menjadi penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim, apalagi menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini frekuensi kejadian bencana di Indonesia yang berkaitan dengan perubahan iklim cenderung meningkat. Penanganan terhadap dampak perubahan iklim di Indonesia bersifat mendesak meski pun diakui masih sulit diperhitungkan secara pasti. Oleh karena itu, perubahan iklim menjadi salah satu agenda pemerintah daerah di dalam perencanaan pembangunan.
Penyusunan program aksi adaptasi perubahan iklim yang tertuang dalam sebuah dokumen rencana aksi harus diletakkan pada kerangka untuk menjamin atau pencapaian sasaran utama pembangunan daerah serta meningkatkan ketahanan (resilience) masyarakat, baik secara fisik maupun ekonomi dan sosial terhadap perubahan iklim. Penyusunan Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD-API) harus melibatkan lintas-sektor dengan merujuk pada sejumlah dokumen rencana pembangunan daerah seperti RPJMD, Renstra SKPD, RKPD dan Renja SKDP sehingga terbentuk sinergisitas dan keterpaduan antar pemangku kepentingan. Dengan demikian, pencapaian sasaran adaptasi menuju ketangguhan masyarakat sejalan dengan visi misi pembangunan daerah dan implementasinya menjadi satu keniscayaan.
Pemerintah Aceh harus segera melakukan analisis data iklim yang berasal dari kementerian dan lembaga terkait seperti data bencana dari BNPB, peta spasial Indonesia dari BIG, data kualitas udara dari KLHK, dan data harian mengenai kondisi iklim setiap kabupaten kota dari BMKG, untuk mendukung kebijakan program aksi adaptasi perubahan iklim mengingat seluruh data ini merupakan indikator yang berhubungan dengan faktor pembentuk kejadian suatu penyakit. Pemerintah Provinsi Aceh juga harus segera memetakan masalah ketersediaan fasilitas kesehatan serta kecukupan, distribusi sumber data tenaga kesehatan dan indeks kinerja rumah sakit dan puskesmas.(bruryapriadi@gmail.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.