Jurnalisme Warga

Misteri Ikan Kakap Penunggu Kuala Kiran

Setelah merdeka, kuala Kiran masih tetap eksis berfungsi sebagai kuala yang bisa dimasuki kapal-kapal dagang berukuran sedang dari Penang dan Malaysia

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/dok facebook
Nab Bahany As, budayawan tinggal di Banda Aceh. 

Oleh: Nab Bahany As, praktisi kebudayaan melaporkan dari Jangka Buya, Pidie Jaya

KUALA Kiran merupakan sebuah kuala yang dialiri dari hulu sungai (krueng Kiran) yang ada di Desa Meunasah Beureumbang, Kemukiman Kiran, Kecamatan Jangka Buya, Pidie Jaya. Zaman Belanda, kuala Kiran ini difungsikan sebagai kuala pendaratan pasukan Belanda yang hendak menyerang benteng pertahanan pasukan Aceh di Kuta Gle Batee Iliek, Samalanga.

Melalui kuala Kiran, pasukan Belanda menyusup lewat Cot Meurak (mengikuti tepi sungai Batee Iliek) untuk menyerang benteng Kuta Gle Batee Iliek untuk  menaklukkan wilayah Samalanga.

Selain mendarat melalui kuala Kiran, pasukan Belanda juga mendarat lewat kuala Ulim. Lalu menyusup jalan darat dengan mesin perangnya untuk membangun serangan merebut benteng Kuta Gle Batee Iliek.

Baca juga: Misteri Kematian Wanita Muda Usai Terjatuh dari Lantai 9 Apartemen Pluit, Surat Jadi Bukti

Setelah merdeka, kuala Kiran masih tetap eksis berfungsi sebagai kuala yang bisa dimasuki kapal-kapal dagang berukuran sedang dari Penang dan Malaysia untuk memuat hasil bumi masyarakat yang  diekspor ke Singapura, Malaysia, dan Penang.

Malah menurut Keuchik Razali  (mantan Keuchik Gampong Keurisi Meunasah Raya), hingga tahun 1950-1960-an kuala Kiran masih didatangi  kapal-kapal untuk memuat hasil bumi masyarakat yang diekspor ke Malaysia.

Dibandingkan  kondisi kuala Kiran saat ini yang terlihat sudah sangat dangkal. Jangankan untuk dimasukan kapal seperti dulu, perahu nelayan saja sudah tak dapat lagi masuk untuk bertempat di tepi kuala Kiran.

Sehingga para nelayang dalam Kemukiman Kiran yang membawa pulang ikan hasil tangkapannya di laut, terpaksa harus menambatkan perahunya di bibir pantai, karena tak bisa lagi memasuki kuala sudah tersumbat dangkal.

Mamang, setelah tsunami 2004 dulu, kuala Kiran ini melalui program Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh sudah pernah membangun kuala Kiran ini untuk menjadi Tempat Pendaratan Ikan (TPI) bagi nelayan.

Namun, beberapa bangunan yang dibangun BRR dulu, kini tampak terbengkalai, tak berfungsi. Penyebabnya, karena kuala Kiran terus mengalami pendangkalan, hingga sarana TPI di kuala ini juga tak dapat difungsikan oleh kaum nelayan.

Bahkan, saat BRR membangun sarana TPI dulu, kuala Kiran ini pernah dikeruk untuk memperdalam debit air kuala saat terjadi pasang surut air laut.

Sehingga perahu nelayan dapat keluar-masuk kuala dengan leluasa. Selain itu, BRR juga membangun tebing kuala dengan susunan batu besar untuk tidak terjadi abrasi pada mulut kuala Kiran ini.

Namun apa yang telah dibangun BRR untuk memfungsikan kuala Kiran saat itu, tidak seperti yang diharapkan dengan kondisi kuala saat ini yang terus mengalami pendangkalan.

Penyebab utama kedangkalan kuala Kiran ini, menurut Keuchik Gampong Kiran Dayah Syarifuddin, karena debit air Krueng Kiran sekarang semakin menyusut.

Sehingga aliran air Krueng Kiran tak mampu lagi mendorong pasir-pasir yang mengendap di mulut kuala ke laut. Kalau pun di keruk, kata Keuchik Syarifuddin, hanya percuma saja, bila debit air Krueng Kiran ini makin terus menyusut.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved