Berita Aceh Timur
Ketua ForMAT Sebut Masa Jabatan Keuchik 8 Tahun Perlu Dievaluasi
“Perlu ada pertimbangan ulang terhadap durasi jabatan Kepala Desa yang mencapai delapan tahun per periode. Pentingnya pergantian generasi dalam...
Penulis: Maulidi Alfata | Editor: Nurul Hayati
“Perlu ada pertimbangan ulang terhadap durasi jabatan Kepala Desa yang mencapai delapan tahun per periode. Pentingnya pergantian generasi dalam kepemimpinan desa menjadi alasan utama, mengingat antusiasme masyarakat yang tinggi terhadap pemilihan Keuchik langsung (Pilchiksung). Banyak anak muda desa yang berbakat dan berkeinginan kuat untuk ikut serta dalam pembangunan gampong,” ujar Mahyuddin Kubar, Ketua Forum Masyarakat Aceh Transparansi (ForMAT), Sabtu (20/4/2024).
Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur
SERAMBINEWS.COM, IDI - Periode jabatan delapan tahun bagi Kepala Desa (Keuchik) dianggap berlebihan dan berpotensi menghalangi partisipasi warga lain dalam pembangunan desa.
“Perlu ada pertimbangan ulang terhadap durasi jabatan Kepala Desa yang mencapai delapan tahun per periode. Pentingnya pergantian generasi dalam kepemimpinan desa menjadi alasan utama, mengingat antusiasme masyarakat yang tinggi terhadap pemilihan Keuchik langsung (Pilchiksung).
Banyak anak muda desa yang berbakat dan berkeinginan kuat untuk ikut serta dalam pembangunan gampong,” ujar Mahyuddin Kubar, Ketua Forum Masyarakat Aceh Transparansi (ForMAT), Sabtu (20/4/2024).
Mahyuddin, yang sebelumnya menjabat sebagai ketua DPC APDESI Aceh Timur, menyatakan bahwa aspirasi untuk perubahan adalah hal yang normal dalam demokrasi, termasuk menyampaikan kritik dan saran.
Ia mengibaratkan situasi ini dengan permintaan tambahan uang saku dari anak-anak kita, dimana sebagai orang tua, kita harus bijak dalam menentukan prioritas dan berlaku adil terhadap kebutuhan lainnya.
Baru-baru ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi undang-undang.
Pengesahan ini terjadi di Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, yang berlangsung di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta.
Baca juga: Keuchik Lamteumen Timur Banda Aceh Kembali Boyong Yatim ke Suzuya, Beli Baju Lebaran Sesuai Selera
Keputusan ini disambut dengan suka cita oleh banyak Kepala Desa, khususnya mereka yang hampir memasuki masa pensiun, karena mereka melihat peluang untuk melanjutkan tugas dengan penambahan masa jabatan dua tahun lagi.
Kepala Desa yang sedang menjabat, termasuk di Provinsi Aceh, menyambut baik pengesahan ini. Mereka yang merasa masa jabatannya hampir berakhir juga mendesak DPRA untuk merevisi undang-undang pemerintahan Aceh (UU PA), agar selaras dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh DPR RI.
DPR RI telah mempertimbangkan aspirasi dari Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang mendesak revisi UU Desa.
Salah satu keputusan penting yang diambil dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI bersama Mendagri adalah mengenai masa jabatan Kepala Desa yang ditetapkan menjadi delapan tahun dan dapat dipilih untuk dua periode.
Namun, ada pihak yang berpendapat bahwa masa jabatan delapan tahun terlalu panjang dan bisa menghambat regenerasi di lingkungan masyarakat desa.
Pendapat ini disampaikan oleh Mahyuddin Kubar, Ketua ForMAT dan anggota Presidium Korps Alumni HMI (KAHMI) Aceh Timur.
Menurutnya, desa adalah tempat bagi generasi muda yang terbaik untuk berkontribusi dalam membangun bangsa melalui pemerintahan desa.
Oleh karena itu, ia menambahkan, perlu ada pembatasan masa jabatan Kepala Desa menjadi enam tahun, sesuai dengan Undang-undang Pemerintah Aceh nomor 11 tahun 2006.
“UUPA adalah hukum khusus, untuk mengubahnya DPRA harus melakukan penelitian yang komprehensif, menyaring semua aspirasi, khususnya dari masyarakat desa, dan memerlukan studi mendalam untuk menentukan apakah penambahan masa jabatan yang panjang itu penting atau tidak,” tegasnya.
Dengan adanya batasan masa jabatan, masyarakat dapat mengevaluasi kemajuan dan kinerja Kepala Desa. Jika kepemimpinan dan kebijakan dalam membangun desa dinilai baik, maka Kepala Desa tersebut berpeluang untuk terpilih kembali di pemilihan berikutnya.
Namun, jika Kepala Desa dinilai tidak kompeten, korup, atau terlibat dalam kolusi dan nepotisme, masyarakat tidak akan bersedia menunggu selama delapan tahun.
Pembatasan masa jabatan juga membuka peluang bagi warga lain untuk mencalonkan diri. Jika Kepala Desa yang sedang menjabat dianggap mampu, masyarakat akan memilihnya kembali, bukan dengan cara yang tidak adil.
DPRA harus melakukan penelitian yang komprehensif dan mengevaluasi kembali masa jabatan ini. Apakah masa jabatan delapan tahun itu merupakan keinginan masyarakat atau hanya mereka yang sedang menjabat, perlu dilakukan survei ke masyarakat.
"Harus dihindari agar sesuatu yang dimaksudkan untuk kebaikan tidak berubah menjadi masalah di masa depan,” ujarnya.
Meskipun demikian, Mahyuddin juga memberikan tanggapan positif terhadap langkah dan usaha Kepala Desa yang sedang menjabat dalam memperjuangkan aspirasi mereka.
“Dalam demokrasi, undang-undang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat di depan umum, termasuk aspirasi Kepala Desa yang disampaikan kepada DPRA masih dalam batas yang wajar,” pungkasnya.(*)
Baca juga: Mantan Keuchik Blang Lango Nagan Raya dan Bendahara Segera Disidang Kasus Dana Desa, Kerugian Rp 1 M
Anggota TNI Gugur dalam Kecelakaan Maut di Aceh Timur, Mobil Rusak Parah |
![]() |
---|
Menjelajahi Keindahan Laut Aceh Timur sambil Memancing bersama Idi Fishing |
![]() |
---|
Selundupkan Etnis Rohingya ke Aceh, 4 WN Myanmar Divonis 66 Bulan Penjara |
![]() |
---|
Ajang Pemilihan Agam Inong Aceh Timur 2025 Dimulai, 15 Finalis Bersiap Menuju Grand Final |
![]() |
---|
Bupati Aceh Timur Coret Anggaran Mobil Dinas, Alihkan Bangun Jembatan Pante Bidari |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.