Kajian Kitab Kuning
Orang Gila Juga Menikah
Orang gila atau orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) yang sudah dewasa apabila memang butuh menikah, maka pernikahannya dapat dilakukan. . .
*) Oleh: Tgk Alizar Usman MHum
Orang gila atau orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) yang sudah dewasa apabila memang butuh menikah, maka pernikahannya dapat dilakukan oleh wali mujbir, yakni ayah dan kakek atas nama orang gila tersebut.
Seandainya tidak ada keduanya, maka dapat dilakukan oleh penguasa, tidak boleh oleh kerabat dekat lainnya.
Pengertian gila di sini adalah gila yang bersifat tetap.
Adapun apabila sifatnya tidak tetap, maka hanya boleh dinikahkan ketika sembuh dan ada izin darinya.
Berikut ini keterangan para ulama yang menjadi dasar kesimpulan ini:
1. Dalam al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin disebutkan :
لَا يُزَوَّجُ مَجْنُونٌ صَغِيرٌ لِأَنَّهُ لَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ فِي الْحَالِ وَبَعْدَ الْبُلُوغِ لَا يَدْرِي كَيْفَ يَكُونُ الْأَمْرُ بِخِلَافِ الصَّغِيرِ الْعَاقِلِ، فَإِنَّ الظَّاهِرَ حَاجَتُهُ إلَيْهِ بَعْدَ الْبُلُوغِ، (وَكَذَا) أَيْ لَا يُزَوَّجُ مَجْنُونٌ (كَبِيرٌ إلَّا لِحَاجَةٍ) كَأَنْ تَظْهَرَ رَغْبَتُهُ فِي النِّسَاءِ بِدَوَرَانِهِ حَوْلَهُنَّ وَتَعَلُّقِهِ بِهِنَّ وَنَحْوِ ذَلِكَ أَوْ يُتَوَقَّعُ الشِّفَاءُ بِهِ بِقَوْلِ عَدْلَيْنِ مِنْ الْأَطِبَّاءِ، (فَوَاحِدَةٌ) لِانْدِفَاعِ الْحَاجَةِ بِهَا، وَيُزَوِّجُهُ الْأَبُ ثُمَّ الْجَدُّ ثُمَّ السُّلْطَانُ دُونَ سَائِرِ الْعَصَبَاتِ كَوِلَايَةِ الْمَالِ، وَقَدْ تَقَدَّمَ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْمُجْبِرَ تَزْوِيجُ مَجْنُونٍ ظَهَرَتْ حَاجَتُهُ
Tidak dinikahkan orang gila yang kecil, karena tidak membutuh kepada nikah pada ketika itu, sedangkan setelah baligh nanti tidak diketahui bagaimana keadaannya. Ini berbeda dengan anak kecil yang berakal, maka dhahir kebutuhan kepada nikah setelah balighnya.
Demikian juga tidak dinikahkan orang gila yang sudah dewasa kecuali ada kebutuhan, seperti dhahir menyukai perempuan dengan berputar-putar di sekitar mereka, berhubungan dengan mereka dan lainnya.
Atau diharapkan sembuh dengan sebab nikah berdasarkan pendapat dua orang dokter yang adil. Seandainya ada kebutuhan kepada nikah, maka dibolehkan satu saja, karena sudah terpenuhi kebutuhan dengan satu orang isteri.
Orang gila ini dinikahkan oleh bapak, kemudian kakek, kemudian sulthan, tidak oleh ‘ashabah lainnya sama halnya dengan kewenangan masalah harta. Sudah ada penjelasan sebelumnya bahwa wajib atas wali mujbir menikahkan orang gila yang dhahirnya membutuhkan nikah. (Hasyiah Qalyubi wa ‘Amirah: III/237)
Dalam mengomentari matan al-Mahalli di atas, Qalyubi mengatakan :
وَالْمُرَادُ بِالْمَجْنُونِ، الْمُطْبِقِ جُنُونُهُ وَإِلَّا فَلَا يُزَوَّجُ إلَّا فِي حَالِ إفَاقَتِهِ وَإِذْنِهِ
Yang dimaksud dengan orang gila adalah yang tetap keadaan gilanya. Seandainya tidak tetap, maka tidak dinikahkan kecuali pada waktu sembuhnya dan izinnya. (Hasyiah Qalyubi wa ‘Amirah: III/237)
2. Dalam Hasyiah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj disebutkan :
عِبَارَةُ النِّهَايَةِ وَالْمُغْنِي إلَّا لِحَاجَةٍ لِلنِّكَاحِ حَاصِلَةٍ حَالًا كَأَنْ تَظْهَرَ رَغْبَتُهُ فِي النِّسَاءِ بِدَوَرَانِهِ حَوْلَهُنَّ وَتَعَلُّقِهِ بِهِنَّ أَوْ مَآلًا كَتَوَقُّعِ شِفَائِهِ بِاسْتِفْرَاغِ مَائِهِ بِشَهَادَةِ عَدْلَيْنِ مِنْ الْأَطِبَّاءِ بِذَلِكَ أَوْ بِأَنْ يَحْتَاجَ إلَى مَنْ يَخْدُمُهُ وَيَتَعَهَّدُهُ وَلَا يَجِدُ فِي مَحَارِمِهِ مَنْ يَحْصُلُ بِهِ ذَلِكَ وَتَكُونُ مُؤْنَةُ النِّكَاحِ أَخَفَّ مِنْ ثَمَنِ أَمَةٍ وَتَقَدَّمَ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْمُجْبِرَ تَزْوِيجُ مَجْنُونٍ ظَهَرَتْ حَاجَتُهُ مِنْ مَزِيدِ إيضَاحٍ اهـ
Keterangan al-Nihayah dan al-Muhni lebih jelas, yakni: Kecuali karena kebutuhan yang wujud pada ketika itu, seperti dhahir menyukai orang gila tersebut kepada perempuan dengan berputar-putar sekitar perempuan dan berhubungannya dengan perempuan
atau diharapkan sembuh dengan mengosongkan spermanya berdasarkan kesaksian dua orang dokter yang adil ataupun orang gila tersebut membutuhkan perempuan yang melayaninya dan menjaganya,
sedangkan dari kalangan mahramnya tidak didapati orang yang mampu melakukannya serta pula belanja nikah lebih ringan dari harga seorang hamba sahaya. Sudah ada penjelasan sebelumnya bahwa wajib atas wali mujbir menikahkan orang gila yang dhahirnya membutuhkan nikah. (Hasyiah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj: VII/285)
Wallahua’lam bisshawab
PEMBAHASAN KAJIAN KITAB KUNING LAINNYA DISINI
----------
*) Salah satu tugas mulia bagi Muslim adalah menjadi penerus risalah kenabian, yakni mensyiarkan Agama Islam dalam berbagai bentuk media.
Serambi Indonesia menyambut baik kerjasama Bidang Dakwah bil Qalam dan Lisan (video) dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh.
Dakwah melalui tulisan diasuh oleh Tgk Alizar Usman, S.Ag, M.Hum, alumni UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Alumni Dayah Istiqamatuddin Darul Muarrif, Lam Ateuk.
Adapun dakwah melalui visual diisi oleh keluarga besar DPP ISAD Aceh.
Dakwah di media besar melalui Serambi Indonesia jangkauannya lebih luas. Dapat dibaca kapan saja dan di mana saja sehingga konten dakwah bisa didapat lebih fleksibel.
Seluruh Isi dan konten menjadi tanggung jawab para narasumber.
Anak Melawan Ayah Demi Membela Ibu, Apakah Termasuk Durhaka? Ini Hukumnya Menurut Tgk Alizar Usman |
![]() |
---|
Hadiri Resepsi Pernikahan Orang Tanpa Diundang, Bagaimana Hukumnya Dalam Islam? |
![]() |
---|
Memahami Sudut Pandang Takdir |
![]() |
---|
Hukum Menggunakan Obat Penunda Haid untuk Ibadah Haji, Umroh hingga Puasa Ramadhan |
![]() |
---|
Memahami Malam Lailatul Qadar, Malam yang Penuh Keberkahan Sampai Terbitnya Fajar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.