Kupi Beungoh
Fenomena Badut Jalanan di Banda Aceh: Menghibur atau Mengganggu Kenyamanan?
Badut-badut ini memanfaatkan momen lampu merah menyala untuk menari sambil diiringi musik dari tape yang mereka jinjing.
Badut jalanan merupakan sebuah fenomena hiburan baru di Kota Banda Aceh. Ini adalah bentuk baru dari aktivitas seperti mengamen atau mengemis, di mana seseorang mengenakan kostum dan topeng.
Mereka menari di jalan-jalan atau di tempat umum sambil mengenakan kostum badut dan membawa speaker musik serta perlengkapan lainnya.
Badut jalanan memancing perhatian masyarakat dengan cara menari diiringi oleh musik dari speaker kecil yang mereka pegang atau gantung di leher. Kehadiran mereka sering dianggap menghibur, tetapi bagi sebagian orang, keberadaan mereka dapat mengganggu aktivitas lalu lintas. Biasanya, badut jalanan ini terdiri dari orang dewasa dan anak-anak sekolah.
Bagi sebagian penduduk Aceh, keberadaan para badut jalanan ini dianggap meresahkan, karena hal itu memungkinkan terjadinya tindak kriminalitas. Tindak kriminalitas seperti pencurian atau pencopetan, ekspoloitasi anak, pelecehan seksual dan sebagainya berpeluang terjadi seperti dicontohkan di atas.
Pemerintah Kota Banda Aceh telah berulang kali merazia, namun para badut tetap beraktivitas dan tidak memerdulikan perintah tersebut.
Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP-WH Kota Banda Aceh, Khuzari, mengatakan: “Keputusan ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar badut yang diamankan sebelumnya sudah pernah diberikan peringatan dan bahkan telah menandatangani surat pernyataan di atas materai” (https://diskominfo.bandaacehkota.go.id/2024/02/29/satpol-pp-wh-banda-aceh-pertimbangakan-opsi-sita-permanen-kostum-badut).
Pada akhirnya, kehadiran badut jalanan ini menjadi gambaran atas ketidaksetaraan masalah yang ada di kota. Biar pun mereka dapat menarik simpati dari para masyarakat, masalah ini tetap perlu penanganan secara menyeluruh.
Solusi untuk Badut
Pada bagian akhir tulisan ini kami menawarkan dua solusi. Solusi pertama untuk pemerintah kota Banda Aceh. Solusi kedua untuk masyarakat.
Pemerintah Kota Banda Aceh perlu mengusut dari mana badut-badut jalanan di Banda Aceh berasal. Pak Pj Walikota Amiruddin tak boleh berdiam diri, sebelum tindak kriminal terjadi di Banda Aceh.
Pemko Banda Aceh harus berani membuka topeng badut dan meninterogasi dari mana mereka berasal. Lalu lakukan pengembalian mereka ke daerah asal.
Solusi untuk masyarakat adalah diharapakan untuk tidak memberikan sumbangan berapa pun. Mereka akan merasa dimanjakan jika diberikan uang.
“Masyarakat pengguna jalan raya harus menjauhkan rasa iba dan mampu menahan diri untuk tidak memberikan sumbangan kepada badut bertopeng di jalan. Dengan cara itu, badut akan hilang di Banda Aceh,” ujar Hasan Basri M Nur, dosen kami dalam MK Penulisan Opini/Pendapat di Prodi KPI UIN Ar-Raniry.
Selanjutnya, kepada masyarakat yang ingin memberikan sedekah, infaq dan lain sebagainya, lebih baik disalurkan ke tempat-tempat yang semestinya, misalkan ke Baitul Mal atau langsung ke Panti Asuhan, Panti Jompo atau lembaga pendidikan.
Banda Aceh, 7 Mei 2024
Penulis, Mawaddatul Masthuran dan Asyura Febriandilla, Keduanya adalah mahasiswi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.