Konflik Palestina vs Israel
AS Tawarkan Israel Kasih Tahu Tempat Sembunyi Yahya Sinwar dkk Para Pemimpin Hamas, Ini Syaratnya
Amerika Serikat (AS) menawarkan ke Israel terkait informasi tempat persembunyian para pemimpin Hamas, Yahya Sinwar dkk bila memenuhi syarat berikut.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM - Amerika Serikat (AS) menawarkan ke Israel terkait informasi tempat persembunyian para pemimpin Hamas, Yahya Sinwar dkk bila memenuhi syarat berikut.
Dilansir dari Times of Israel, Pemerintahan Joe Biden dilaporkan telah menawarkan untuk memberi Israel informasi intelijen sensitif tentang keberadaan para pemimpin senior Hamas.
Syaratnya adalah jika Israel setuju untuk menunda operasi militer besar-besaran yang telah lama dijanjikan di Kota Rafah paling selatan, Gaza.
The Washington Post mengutip empat sumber yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan, AS menawarkan bantuan berharga kepada Israel jika mereka menolak invasi ke Rafah.
"Termasuk intelijen sensitif untuk membantu militer Israel menentukan lokasi para pemimpin Hamas dan menemukan terowongan tersembunyi kelompok tersebut,” demikian ucap sumber The Washington Post.
Baca juga: Dulu Jadi Kawan, Kini Inggris Tak Dukung Israel, Ini Persoalannya
Baca juga: Turun! Harga Emas di Banda Aceh Hari Ini per Mayam, Selasa 14 Mei 2024
Laporan tersebut mengatakan, pemerintah juga telah menawarkan bantuan untuk mendirikan tenda-tenda besar bagi warga Palestina yang dievakuasi dari Rafah, serta membantu membangun infrastruktur untuk memberikan bantuan kemanusiaan.
Sumber lain mengatakan, Israel telah memberikan jaminan Pasukan Pertahanan Israel atau IDF tidak akan memasuki Rafah sebelum mengevakuasi sekitar 800.000 dari sekitar 1 juta warga Palestina yang berlindung di sana di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Hal itu disampaikan seorang pejabat senior pemerintah yang mengetahui diskusi tersebut dan juga tidak disebutkan namanya.
Sementara Komentar juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby saat briefing pada Kamis lalu, tampaknya sejalan dengan laporan tersebut.
"Sebenarnya kami juga bisa membantu mereka menargetkan para pemimpin, termasuk [pemimpin Hamas Yahya] Sinwar," kata Kirby.
"Sejujurnya kami lakukan terhadap Israel secara berkelanjutan," sambungnya.
Baca juga: Israel Kalang Kabut Iron Dome Jebol Lagi, Roket Hizbullah Hantam Kota Kiryat Shmona
Laporan Washington Post muncul setelah dua pejabat yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada The Times of Israel pada Jumat kemarin Sinwar tidak bersembunyi di Rafah.
Mengutip penilaian intelijen baru-baru ini, pihaknya menyebutkan pemimpin Hamas di terowongan bawah tanah di wilayah Khan Younis.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berjanji untuk melancarkan serangan besar-besaran di Rafah selama berbulan-bulan.
Alasan, operasi tersebut penting untuk mengalahkan Hamas yang memiliki empat dari enam batalyon aktif yang tersisa di kota tersebut.
Diketahui Israel melancarkan operasi untuk mengambil alih Penyeberangan Rafah di sisi Palestina awal pekan lalu.
Penyeberangan tersebut telah ditutup, dan Israel tidak memberikan jadwal pembukaan kembali untuk pengiriman bantuan.
Gedung Putih pada Jumat lalu mengatakan, AS tidak percaya kampanye tersebut merupakan operasi militer skala besar di kota yang padat penduduk.
Presiden AS Joe Biden memperingatkan, serangan ke Rafah akan membuatnya menghentikan pengiriman senjata ofensif ke Israel.
Dia sudah menahan pengiriman bom dengan muatan tinggi pekan lalu di tengah kekhawatiran tersebut akan digunakan di Rafah.
Di sisi lain, Kabinet keamanan Israel melakukan pemungutan suara pada Kamis lalu untuk menyetujui perluasan operasi Rafah.
Perang di Gaza meletus dengan pembantaian Hamas pada tanggal 7 Oktober, ketika ribuan pejuang Islam menyerbu perbatasan ke Israel melalui darat, udara dan laut.
Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 252 orang.
Bersumpah untuk melenyapkan Hamas, Israel melancarkan kampanye militer skala besar di Gaza yang bertujuan untuk membebaskan para sandera dan menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan kelompok pejuang Islam tersebut.
Otoritas kesehatan Gaza mengatakan hampir 35.000 orang telah meninggal dalam perang yang terjadi di Palestina.
Inggris Tak Dukung Israel soal Serangan ke Rafah
Sementara diberitakan sebelum, dulu jadi kawan, kini Inggris tak lagi dukung Israel, ini persoalannya.
Diketahui selama ini Inggris merupakan salah satu yang mendukung Israel melakukan genosida terhadap masyarakat Palestina dengan dalih penumpasan Hamas.
Kini, secara terbuka Menteri Luar Negeri Inggris menolak serangan yang dilakukan Israel ke Rafah tanpa rencana jelas dengan tujuan menyelamatkan banyak nyawa di sana.
Menteri Luar Negeri Inggris, David Cameron mengatakan, Israel tidak boleh melakukan serangan di kota Rafah di Gaza tanpa rencana yang jelas untuk melindungi warga sipil sebagaimana dilansir dari Times of Israel, Minggu (12/5/2024).
Dalam wawancaranya dengan media terkemuka Inggris Sky News dan BBC, Menlu Inggris itu menekankan bahwa pihaknya tidak akan mendukung operasi militer Israel di Rafah.
Kecuali jika operasi tersebut dapat menjamin keselamatan dan perlindungan bagi orang-orang yang tidak ikut berperang.
"Agar terjadi serangan besar-besaran di Rafah, harus ada rencana yang jelas tentang bagaimana Anda menyelamatkan nyawa," kata Cameron kepada Sky News.
"Bagaimana Anda memindahkan orang-orang, bagaimana Anda memastikan mereka diberi makan, Anda memastikan bahwa mereka memiliki obat-obatan dan tempat berlindung dan segalanya," sambungnya.
“Kami belum melihat rencana seperti itu, jadi kami tidak mendukung serangan seperti itu,” tambahnya.
Pasukan Israel menentang perlawanan internasional yang meluas pada pekan lalu dengan memasuki wilayah timur kota tersebut.
Pihaknya efektif menutup jalur bantuan utama dan menghentikan lalu lintas melalui jalur lain setelah pasukan Israel di perbatasan menjadi sasaran serangan roket Hamas yang mematikan dari Rafah.
Pemerintah menginstruksikan penduduk di beberapa daerah untuk mengungsi.
Kemudian pada akhir pekan, pihaknya menambahkan lebih banyak daerah yang harus dikosongkan dari warga non-kombatan.
Israel mengatakan, sebanyak 300.000 orang telah meninggalkan kota di wilayah Palestina tersebut sejak tentara mulai mendesak warga untuk meninggalkan kota tersebut pekan lalu.
Sementara Menlu Inggris, David Cameron mengatakan Israel perlu berbuat lebih baik dalam mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
“Saya telah berkali-kali mengatakan bahwa saya tidak puas dengan tindakan yang diambil Israel atas bantuan kemanusiaan,” kata Cameron.
Namun masalahnya, katanya, kembali ke Hamas yang tidak menerima proposal baru-baru ini mengenai gencatan senjata sementara yang mencakup pembebasan sandera Israel.
“Dan mereka tidak menerima kesepakatan itu. Jadi pertanyaannya, menurut saya, adalah bagi Hamas, Anda tahu, mengapa Anda membiarkan penderitaan ini terus berlanjut padahal Anda bisa menghentikannya sekarang?” kata Cameron.
“Tekanan nyata seharusnya ada pada Hamas untuk menyetujui kesepakatan penyanderaan itu, pertempuran bisa saja berhenti besok,” sambungnya
Menlu Inggris juga menolak gagasan embargo senjata terhadap Israel setelah AS pekan lalu mengatakan pihaknya menghentikan pengiriman bom karena khawatir akan dijatuhkan di Rafa.
"Jika saya mengumumkan hal itu hari ini, mungkin hal itu akan membantu saya melewati wawancara televisi ini," kata Cameron kepada Sky News.
"Namun sebenarnya hal itu akan memperkuat Hamas. Ini akan melemahkan Israel," sambungnya.
“Saya pikir hal ini mungkin membuat kesepakatan penyanderaan menjadi lebih kecil kemungkinannya,” lanjut Cameron.
“Jadi menurut saya deklarasi politik bukanlah jawaban yang tepat. Kita harus tetap berpegang pada proses ketat untuk memastikan bahwa kita bertindak sesuai hukum ketika memberikan senjata kepada Israel," sambungnya lagi.
Menurutnya, Amerika berada dalam situasi yang sangat berbeda dengan Inggris mengenai pasokan senjata ke Israel.
“Amerika Serikat adalah negara pemasok senjata dalam jumlah besar ke Israel, termasuk, Anda tahu, bom seberat 1.000 pon dan barang-barang lainnya,” katanya.
Sementara Inggris menyediakan kurang dari satu persen senjata Israel dan tidak pemasok negara.
Menlu Inggris itu mengatakan, ia pernah menghadapi tekanan di masa lalu untuk menerapkan embargo senjata.
Namun beberapa hari kemudian terjadi serangan besar-besaran Iran terhadap Israel, termasuk 140 rudal jelajah.
“Jadi menurut saya itu bukan jalan yang bijaksana,” ungkap Cameron.
Saat berbicara kepada BBC, dia juga menyinggung tentang video yang dirilis oleh Hamas pada Sabtu lalu yang menampilkan warga negara Inggris-Israel, Nadav Popplewell (51).
Nadav bersama ibunya diculik oleh Hamas dari Israel selama serangan besar-besaran kelompok pejuang Islam tersebut pada 7 Oktober lalu.
Sementara Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk melancarkan serangan besar-besaran di Rafah selama berbulan-bulan.
Alasan bahwa operasi tersebut penting untuk mengalahkan Hamas, yang memiliki empat dari enam batalion aktif yang tersisa, dari total 24 batalyon sebelum perang, yang terletak di kota paling selatan Gaza.
Pada hari Jumat, Hamas meluncurkan dua serangan roket dari Rafah dan Gaza tengah ke Beersheba, serangan pertama terhadap kota Israel selatan dalam hampir enam bulan.
Serangan tersebut melukai ringan seorang wanita dan menyebabkan kerusakan pada taman bermain umum.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.