Konflik Palestina vs Israel

Palestina Peringati 76 Tahun Nakba di Tengah Pembantaian yang Dilakukan Israel di Gaza

Sekarang, banyak orang Palestina khawatir akan terulangnya sejarah pahit mereka dalam skala yang bahkan lebih dahsyat.

Editor: Faisal Zamzami
SERAMBINEWS.COM/Al Jazeera screenshoot
Setidaknya 20 warga Palestina tewas dan lebih dari 150 orang terluka di bagian utara Kota Gaza setelah helikopter tempur Israel menyerang kerumunan orang yang menunggu bantuan kemanusiaan. 

Al-Gazzar yang kini sudah menjadi kakek, dipaksa melarikan diri lagi akhir pekan lalu. Kali ini ke tenda di Muwasi, daerah pantai yang tandus di mana sekitar 450.000 orang Palestina tinggal di kamp kumuh.

Dia mengatakan kondisinya lebih buruk daripada pada tahun 1948, ketika Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) secara teratur memberikan makanan dan kebutuhan lainnya.

"Harapan saya pada tahun 1948 adalah untuk kembali, tetapi harapan saya hari ini adalah untuk bertahan hidup," katanya.

"Saya hidup dalam ketakutan seperti ini," tambahnya sambil menangis.

"Saya tidak dapat menyediakan kebutuhan untuk anak-anak dan cucu saya."

Serangan Israel atas Gaza telah membunuh lebih dari 35.000 warga Palestina, menurut pejabat kesehatan setempat, menjadikannya putaran pertempuran yang paling mematikan dalam sejarah konflik ini.

Sedangkan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang.

Serangan Israel memaksa sekitar 1,7 juta warga Palestina, sekitar tiga perempat populasi Gaza, untuk melarikan diri dari rumah mereka, sering berkali-kali.

Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat jumlah warga Palestina yang melarikan diri sebelum dan selama perang 1948.

Israel telah menutup perbatasannya. Mesir hanya memperbolehkan sejumlah kecil warga Palestina untuk pergi, sebagian karena khawatir akan terjadi arus masif pengungsi Palestina yang dapat menyebabkan krisis pengungsi jangka panjang lainnya.

Masyarakat internasional sangat menentang setiap pengusiran massal warga Palestina dari Gaza, gagasan yang dianut oleh anggota sayap kanan jauh pemerintah Israel, yang menyebutnya sebagai "emigrasi sukarela."

Israel telah lama meminta agar para pengungsi tahun 1948 diserap negara-negara lain, dengan mengatakan tuntutan untuk kembali mereka tidak realistis dan akan membahayakan eksistensinya sebagai negara mayoritas Yahudi.

Israel merujuk pada ratusan ribu orang Yahudi yang datang ke Israel dari negara-negara Arab selama kekacauan yang terjadi setelah pendiriannya di atas tanah Palestina, meskipun sedikit dari mereka yang ingin kembali.

Baca juga: Terancam Diserang Israel, Kelompok Dokter Dunia Hentikan Layanan Kesehatan di RS Lapangan Rafah

 
Bahkan jika warga Palestina tidak diusir secara massal dari Gaza, banyak yang khawatir mereka tidak akan pernah bisa kembali ke rumah mereka atau kehancuran yang ditimbulkan di wilayah itu akan membuatnya tidak mungkin untuk tinggal di sana.

Perkiraan PBB baru-baru ini mengatakan, dibutuhkan hingga tahun 2040 untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur di Gaza.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved