Kupi Beungoh
Tgk H Umar Rafsanjani Lc MA : Pendakwah Internasional Dari Aceh
Ya karena memang beliau ini adalah pendakwah mancanegara, lebih tepatnya ia sering berdakwah ke negeri jiran Malaysia.
Kata beliau, jabatan Agama Islam di Malaysia ini kalau di kita itu adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh.
Jadi prosesnya begini untuk mendapatkan tauliah tersebut.
Setelah melalui proses pemeriksaan identitas, berkas-berkas latar belakang pendidikan kita, dan lalu di interview oleh pihak khusus di kantor jabatan Agama Islam di Malaysia.
"Alhamdulillah saya lulus di tiga-tiga itemnya, tertulis di sertifikat dalam kurung (semua kategori)," kata Abi Umar kepada saya.
Artinya, Abi Umar dianggap Jabatan Agama Islam layak berdakwah di Malaysia baik mengajarkan Al-Qur'an, mengajari fardhu 'ain ataupun dakwah dan ceramah umumnya lainnya. Jadi semuanya oke. Abi Umar memiliki syarat yang lebih dari cukup untuk berdakwah disana.
Jadi disitulah awal mula saya tertarik membuat tulisan ini.
Apalagi.. baru Minggu lalu kami dari Ikatan Sarjana Alumni Dayah selesai mengadakan Simposium dan halal bihalal yang membicarakan tentang dakwah di Aceh dan mengundang banyak aktivis dakwah sebagai peserta serta diisi oleh sejumlah ulama Aceh, guru besar dan sebagainya.
Pada simposium itu yang kami angkat tema "Dakwah Aceh; Masa Lalu, Kini dan Masa Depan", kami mendiskusikan bagaimana caranya meng-go nasionalkan dan internasional-kan pendakwah-pendakwah dari Aceh seperti zaman dulu.
Saat itu kita coba carikan solusi bagaimana caranya kita bisa mencapai tujuan itu karena fakta sejarah menunjukkan bahwa kita Aceh ini pernah menjadi mercusuar di Asia Tenggara dalam hal ekspansi dakwah Islam.
Jadi..
Saya baru terfikir bahwa sebenarnya kita sudah punya banyak pendakwah-pendakwah internasional. Mungkin hanya kurang brandingnya saja. Atau kurang mendapatkan sambutan dari masyarakat Aceh sendiri.
Hal ini karena dewasa ini masyarakat Aceh lebih gandrung dengan pendakwah-pendakwah luar Aceh ketimbang Pendakwah Aceh sendiri.
Nah.. soal itu juga jadi bahan diskusi dalam simposium kemaren. Banyak kita bahas dan carikan solusi dan pemikiran.
Dalam konteks itu, selain soal bahasa yang menjadi kendala menurut ulasan Ustaz Masrul Aidi, saya juga sepakat bahwa kendala krusial lainnya adalah soal kurangnya penataan media Sosial dan penguatan publikasi dakwah di media sosial melalui video-video yang dibuat secara bagus.
Kata Muhammad Balia yang sejak lama terlibat dalam banyak event-event dakwah pemerintah Aceh dimana ia menjadi EOnya, bahwa di antara hal yang sering menjadi perhatian bahkan menjadi persyaratan ketika seorang pendakwah mau diundang ke Aceh mengisi berbagai event dakwah adalah sebanyak mana pengikutnya di media sosial di berbagai platformnya dan sejauh mana ia eksis dengan video-video dakwahnya itu.
Tanpa itu.. kecil kemungkinan Pendakwah itu akan lulus untuk diundang. Kira-kira begitu yang saya tangkap dari ulasan Muhammad Balia, Sang EO yang terkenal dengan sebutan EO Syar'iah dimana ia telah terlibat menjadi EO event peringatan tsunami di Aceh sejak tujuh lalu.
Revisi UUPA, Pengkhianatan di Balik Meja Legislatif yang Menjajah Hak Rakyat Aceh |
![]() |
---|
Baitul Mal Aceh: Masihkah Menjadi Lentera Umat? |
![]() |
---|
September Pendidikan Aceh: Hardikda, Darussalam, dan Jejak Abadi Prof. Safwan Idris |
![]() |
---|
CSR Sektor Ekstraktif dan Imajinasi Kesejahteraan Aceh |
![]() |
---|
Prospek Legalisasi Ganja untuk Terapi Medis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.