Berita Banda Aceh

Setiap Ayah Berperan Besar Dalam Imunisasi Anak, Ulama Bisa Menjadi Role Model

Sebaliknya, jika seorang ayah bersikap ragu, menghambat, bahkan melarang anaknya diimunisasi karena alasan tetentu, maka sikapnya itu akan merugikan s

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Mursal Ismail
SERAMBI FM/ILHAM          
Aprizal Rachmad (anggota AJI Banda Aceh), Tgk Marbawi Yusuf SH (Himpunan Ulama Dayah Aceh) dan dr Dita Ramadonna MSc (Unicef Perwakilan Aceh), menjadi narasumber talkshow bersama Yayasan Darah Untuk Aceh dengan dukungan UNICEF bertema “Mengapa Ayah Perlu Terlibat dalam Imunisasi Anak” di Radio Serambi FM 90.2, Jumat (17/5/2024) pagi. Talkshow satu jam ini dipandu Yarmen Dinamika, Wartawan Serambi Indonesia. 

Sebaliknya, jika seorang ayah bersikap ragu, menghambat, bahkan melarang anaknya diimunisasi karena alasan tetentu, maka sikapnya itu akan merugikan si anak untuk saat ini maupun untuk masa depannya. 

Laporan Yarmen Dinamika | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Seorang ayah memiliki peran penting dan strategis dalam mendorong agar anaknya mendapatkan imunisasi dasar lengkap pada waktu yang tepat.

Sebaliknya, jika seorang ayah bersikap ragu, menghambat, bahkan melarang anaknya diimunisasi karena alasan tetentu, maka sikapnya itu akan merugikan si anak untuk saat ini maupun untuk masa depannya. 

Soalnya, ada sejumlah penyakit yang hanya bisa dicegah melalui imunisasi.

Hal itu mengemuka dalam talkshow radio dengan judul Mengapa Ayah Perlu Terlibat dalam Imunisasi Anak. Talkshow satu jam itu berlangsung di Studio Radio Serambi FM 90,2 pada Jumat (17/5/2024) pukul 10.00-11.00 WIB.

Talkshow ini menghadirkan tiga narasumber, yakni dr Dita Ramadonna dari UNICEF Perwakilan Aceh, Tgk Marbawi Yusuf SH dari Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), dan Afrizal Rachmad dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Aceh.

Talkshow dalam rangka Pekan Imunisasai Dunia 2004 ini dipandu oleh Wartawan Harian Serambi Indonesia, Yarmen Dinamika.

Baca juga: Program MEUSEURAYA Diluncurkan, 40 Bidan Desa Dilatih untuk Tingkatkan Capaian Imunisasi Rutin

Dokter Dita mengawali talkshow dengan mengungkap fakta bahwa cakupan imunisasi di Aceh memang menjadi perhatian serius banyak pihak, mengingat Aceh merupakan wilayah dengan cakupan imunisasi dasar anak paling rendah se-Indonesia.

Ditargetkan 100 persen, yang tercapai justru hanya 40 persen. Sehingga, posisi Aceh dalam cakupan imunisasi secara nasional berada nomor tiga dari bawah bersama Papua Tengah dan Papua Pegunungan.

Di Papua, kata Dita, kondisi geografisnya sangat berat dan itulah yag menyebabkan cakupan imunisasi anak di sana rendah.

Di Aceh, faktor geografis tak begitu jadi kendala. Yang ikut jadi penghambat justru persepsi sebagian masyarakat yang menganggap imunisasai itu tak ada gunanya, berisiko, di samping ada pula yang meragukan kehalalan vaksinnya.

“Padahal, hampir semua vaksin halal dan sejauh ini hanya dua vaksin yang masih bersinggungan dengan zat yang tidak halal, yakni, vaksin MR (campak dan rubella) serta vaksin polio. 

Namun, MUI dan MPU sudah memfatwakannya boleh digunakan  sebelum ditemukan zat pengganti yang syar’i,” kata dr Dita.

Baca juga: Capaian Imunisasi Anak Masih Rendah, Camat Peudada Bireuen Ajak Gelar Kelas Ayah

Dita menambahkan, berdasarkan hasil capaian indikator program imunisasi pada tahun 2023, baik bayi maupun baduta di Aceh, belum mencapai target yang diharapkan.

Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuksesan program imunisasi  ini, menurut Dita, adalah mengadakan diskusi dengan dukungan tokoh agama dan jurnalis untuk advokasi imunisasi sebagai salah satu strategi efektif dalam meningkatkan kesadaran dan penerimaan masyarakat terhadap program imunisasi.

Ustaz Marbawi mengatakan, anak sebetulnya tanggung jawab ayahnya, demikian juga aspek kesehatannya. 

Jadi, kalau ada ibu yang terlihat lebih perhatian menjaga kesehatan anaknya, itu sebagai bentuk kebaikannya kepada sang suami dan anak.

“Anak ini milik bersama, ayah dan ibunya. Jadi, untuk urusan imunisasi jangan dibebankan sepenuhnya kepada istri. 

Seorang suami atau ayah juga harus lebih proaktif mendorong bahkan mengantar anaknya ke posyandu untuk imunisasi,” kata Tgk Marbawi.

Baca juga: Puskesmas Sakti Libatkan Penyuluh Agama Lakukan Imunisasi

Sementara itu, Afrizal Rachmad menyampaikan testimoni bahwa bayinya yang baru lahir hendak dia dan istri bawa ke posyandu untuk diimunisasi. 

Akan tetapi, orang tua dan mertuanya mencegah dengan alasan kasihan anak baru lahir sudah harus diimunisasi. Dikhawatirkan sang bayi akan demam, nanti kasihan.

Namun, sebagai jurnalis yang bergabung di Forum Jurnalis Peduli Kesehatan, Afrizal berupaya meyakinkan orang tua dan mertuanya bahwa imunisasi itu lebih besar manfaatnya daripada mudaratnya. 

Sebab, banyak penyakit yang hanya bisa dicegah dengan imunisasi sejak dini. Di antaranya, polio, campak, dan difteri.

Afrizal bahkan menunjukkan video yang dia rekam sebagai jurnalis tentang sejumlah anak Aceh yang menderita difteri hanya karena saat bayi tidak diimunisasi. Dia tak ingin anak dia satu-satunya nanti akan terjangkit difteri atau bahkan polio jika tidak diimunisasi sejak dini. 

“Setalah saya kasih pengertian, apalagi ada videonya yang saya perlihatkan, barulah orang tua dan mertua saya paham tentang pentingnya imunisasi untuk anak,” kata Wartawan LKBN Antara ini.

Baca juga: Ibu Perlu Tau, Ini Jenis-Jenis Imunisasi yang Diberikan Kepada Anak Untuk Cegah Penyakit Difteri

Dokter Dita menambahkan bahwa orang tua perlu selektif dan kritis saat mendengar informasi tentang imunisasi. 

“Jangan termakan hoaks bahwa seolah imunisasi itu pekerjaan sia-sia yang tak ada manfaatnya. Beberapa imunisasi memang baru dirasakan manafaatnya ketika bayi berumur remaja atau dewasa,” kata Dita.

Dita sadar bahwa efektivitas dan cakupan program imunisasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti aksesibilitas layanan kesehatan, pendidikan masyarakat tentang pentingnya imunisasi, serta tantangan logistik, dan infrastruktur.

Namun, Dita yakin bahwa  tokoh agama yang memiliki banyak jemaah akan lebih mudah memengaruhi masyarakat melalui komunikasi kultural tentang pentingnya imunisasi bagi anak.

“Bahkan ulama bisa menjadi ‘role model’ untuk urusan imunisasi ini. Misalnya, dengan membawa sendiri anak atau cucunya ke posyandu untuk diimunisasi. 

Maka, para santri atau pengikutnya pun akan mengikuti apa yang dilakukan sang ulama tersebut karena di Aceh ulama adalah sosok panutan umat,” demikian Dokter Dita. (*)

Baca juga: Imunisasi, Investasi Besar Orang Tua pada Anak

 

 

 

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved