Breaking News

Kupi Beungoh

Aceh, Bihar, dan Ningxia? Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - Bagian Kedua

Akankah karut marut pembangunan dan pemerintahan yang telah berlanjut selama 17 tahun dan membuat Aceh tertinggal akan tidak menemukan titik akhir?

SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Persoalan investasi adalah persoalan kunci yang akan menjadi penentu untuk kemajuan dan peringkat setiap provinsi ketika Indonesia emas terjadi pada 2045. Mampukah Aceh menjadikan dirinya sebagai salah satu provinsi yang paling siap untuk investasi besar-besaran.

Akankah letak geografis, potensi sumber daya alam yang dapat menjadi bahan baku industri seperti migas menjadi petro kimia menjadi aset yang dapat digunakan untuk pembangunan dan kemajuan?

Mampukah Aceh beradaptasi dengan lingkungan ekonomi nasional dan global yang sangat dinamis, tanpa terbelenggu dengan sikap isolasi ”sistem keuangan” daerah yang cenderung tertutup?

Akankah revisi UU 11/2006, terutama yang menyangkut dengan “mengembalikan” pasal 183 ayat 2 tentang dana Otsus 2 persen, secara permanen, ataupun untuk waktu yang relatif panjang seperti layaknya Papua?

Bahkan mungkinkah setelah presiden dan gubernur Aceh terpilih dilantik, akankah Aceh mampu meyakinkan pemerintah pusat untuk memberikan alokasi dana yang jumlahnya setara dengan 1 persen dana otsus yang telah dicabut dengan judul atau nama apapun?

Dimana Aceh akan berada ketika Indonesia meraih predikat Indonesia emas pada 2045? Jika banyak dari jawaban terhadap sejumlah pertanyaan di atas adalah tidak, maka akan sangat sukar untuk kita berimajinasi tentang Aceh, ketika Indonesia menjadi anggota liga utama negara besar yang kaya dan maju pada 2045.

Kesukaran imajinasi itu sesungguhnya akan terbantu ketika hari ini kita melihat dua negara besar Asia yang kemajuan pembangunan dan pertumbuhan ekonominya terhebat di dunia. Negara itu adalah Cina dan India yang diproyeksikan akan menjadi nomor 1 dan 2 di dunia pada 2050.

Untuk hari ini saja ketika Cina dan India masing-masing menjadi nomor 2 dan nomor 5 ekonomi terbesar di dunia dapat menjadi cermin bagi kita. Imajinasi kita tentang Aceh ketika Indonesia emas tercapai pada 2045 dengan mudah dapat dilihat kepada Cina dan India hari ini.

Dengan status peringkat ke 5 ekonomi terbesar dunia hari ini, sejumlah negara bagian di India tetap saja miskin dan terkebelakang.

Tidak saja India, Republik Rakyat Cina yang kemajuan ekonominya terhebat di dunia, tetap saja tak serta merta mempunyai propinsi yang semuanya maju.

Baik Cina maupun India yang berstatus anggota lima besar ekonomi dunia, masih saja mempunyai propinsi dan negara bagian yang miskin dan terkebelakang.

Di India misalnya negara bahagian Bihar, Meghalaya, dan Madhya Pradesh adalah kelompok negara bagian termiskin dan terkebelakang.

Sebaliknya negara bagian termaju dan kontributor GDP terbesar untuk India adalah Maharashtra, Gujarat, Tamil Nadu, Karnataka, dan Uttar Pradesh.

Sama dengan India, disebalik kemajuan, industrialisasi, dan pertumbuhan ekonomi yang hebat, Cina juga masih memiliki sejumlah propinsi yang miskin dan sangat tertinggal.

Tibet, Ningxia, Xinjiang, dan Guizhou adalah propinsi yang kemiskinannya sangat parah di Cina. Keadaannya sangat kontras dengan propinsi maju seperti Guandong, Jiangsu, Shandong, dan Zheiyang.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved