Konflik Palestina vs Israel

Penjajah, PM Israel Netanyahu Terang-terangan Ingin Dirikan Pemerintah Sipil di Gaza Pasca-Perang

Penjajah, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/AFP
Penjajah, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang tanpa melibatkan otoritas Palestina. 

SERAMBINEWS.COM - Penjajah, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang tanpa melibatkan Otoritas Palestina (PA).

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam beberapa minggu terakhir secara pribadi telah menarik kembali penentangannya terhadap keterlibatan individu-individu yang terkait dengan Otoritas Palestina dalam mengelola Gaza setelah perang melawan Hamas.

Hal ini sebagaimana disampaikan tiga pejabat yang mengetahui masalah tersebut kepada The Times of Israel, dilansir pada Selasa (2/7/2024).

Baca juga: Israel Huru-Hara, Demo di Sana Sini Sampai Polisi Cekik Warga Sendiri hingga Ancam Rudapaksa Ibu

Baca juga: Kecam Wajib Militer Bagi Siswa, Masyarakat Israel Turun ke Jalan hingga Serang Mobil Menteri

Perkembangan ini terjadi setelah kantor Netanyahu selama berbulan-bulan mengarahkan lembaga keamanan untuk tidak memasukkan otoritas Palestina dalam rencana apa pun untuk pengelolaan Gaza pasca-perang.

Dua pejabat Israel itu mengatakan, perintah tersebut secara signifikan menghambat upaya untuk menyusun proposal realistis pasca-perang yang dikenal sebagai "hari setelahnya."

Secara terbuka, Netanyahu terus menolak gagasan kekuasaan otoritas Palestina atas Jalur Gaza.

Dalam wawancara yang dimuat Channel 14 minggu lalu, perdana menteri Israel itu tidak akan mengizinkan negara Palestina didirikan di wilayah pesisir tersebut.

"Tidak siap untuk memberikan [Gaza] kepada PA," ucap Netanyahu.

 

 

Sebaliknya, dia mengatakan kepada jaringan sayap kanan bahwa ia ingin mendirikan pemerintahan sipil di Gaza.

“Pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mudah-mudahan dengan dukungan dari negara-negara di kawasan tersebut,” ucap Netanyahu.

Baca juga: Sekelompok Pemuda di Kediri Keroyok Pasutri, Suami Teriak Histeris: Istriku sedang Hamil

Namun secara pribadi, para pembantu utama Netanyahu menyimpulkan, individu-individu yang memiliki hubungan dengan PA adalah satu-satunya pilihan yang layak bagi Israel jika ingin mengandalkan warga Palestina setempat untuk mengelola urusan sipil di Gaza pasca-perang.

Hal itu sebagaimana dikonfirmasi dua pejabat Israel dan satu pejabat AS selama seminggu terakhir.

“Warga Palestina Lokal adalah kode untuk individu yang berafiliasi dengan PA,” kata seorang pejabat keamanan Israel.

Dua pejabat Israel menjelaskan, individu yang dimaksud adalah warga Gaza yang digaji oleh PA yang mengelola urusan sipil di Jalur Gaza hingga Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007, dan sekarang sedang diselidiki oleh Israel.

Pejabat Israel lainnya mengatakan kantor Netanyahu mulai membedakan antara pimpinan PA yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dengan pegawai Otoritas Palestina tingkat bawah yang merupakan bagian dari lembaga yang sudah ada di Gaza untuk urusan administratif.

Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dianggap belum secara terbuka mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.

Berita Lainnya: AS Akui Tak Mungkin Bantu Israel Jika Perang Meluas ke Lebanon

Sementara sebelumnya diberitakan, Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (AS), Jenderal Angkatan Udara Charles Q Brown juga mengatakan AS tidak mungkin bisa membantu Israel mempertahankan diri melawan perang Hizbullah yang lebih luas.

AS tidak bisa membantu dengan cara yang sama efektifnya seperti saat Israel melawan serangan rudal dan drone Iran pada April lalu.

Lebih sulit untuk menangkis roket jarak pendek yang rutin ditembakkan Hizbullah melintasi perbatasan ke Israel, katanya.

Ketika ditanya apakah AS telah mengubah postur pasukannya di wilayah tersebut untuk lebih menjamin perlindungan pasukannya, dia mengatakan keselamatan pasukan telah menjadi prioritas selama ini.

Pihaknya mencatat bahwa tidak ada pangkalan AS yang diserang sejak Februari lalu.

Menurut Brown, Amerika terus berbicara dengan para pemimpin Israel dan memperingatkan agar tidak memperluas konflik.

Pesan utama yang disampaikan kepada mereka adalah untuk memikirkan dampak keduanya dari segala jenis operasi di Lebanon.

"Dan bagaimana dampaknya tidak hanya terhadap wilayah tersebut, namun juga dampaknya terhadap pasukan kita di wilayah tersebut," kata Brown dilansir dari Times of Israel, Minggu (23/6/2024).

Iran Kemungkinan Ikut Perang Bila Israel Serang Hizbullah

Perwira tinggi militer AS memperingatkan bahwa setiap serangan militer Israel ke Lebanon akan berisiko terhadap respons Iran dalam membela kelompok pejuang Islam Hizbullah itu di sana.

Pasukan AS juga akan ditantang untuk memperkuat payung pertahanan udara Israel.

Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Angkatan Udara Charles Q Brown mengatakan, Iran akan lebih cenderung mendukung Hizbullah dibandingkan kelompok Hamas di Gaza.

“Terutama jika mereka merasa bahwa Hizbullah secara signifikan dirugikan atau terancam," kata Brown.

Hal itu disampaikannya kepada awak media saat melakukan perjalanan ke Botswana untuk pertemuan para menteri pertahanan Afrika.

Para pejabat Israel telah mengancam akan melakukan serangan militer di Lebanon jika tidak ada langkah negosiasi untuk mengusir Hizbullah dari perbatasan.

Tindakan ini diambil setelah lebih dari delapan bulan serangan semakin intens terhadap kota-kota dan pos-pos militer di Israel utara.

Beberapa hari yang lalu, militer Israel mengatakan pihaknya telah menyetujui dan memvalidasi rencana serangan di Lebanon.

Langkah ini diambil bahkan ketika AS berupaya mencegah pertempuran tersebut berkembang menjadi perang besar-besaran.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu berharap, solusi diplomatik dapat dicapai. Tetapi akan menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang berbeda jika diperlukan.

″Kami bisa bertarung di beberapa bidang dan kami siap melakukan itu,” ucapnya Minggu kemarin.

Masalah tersebut diperkirakan akan muncul pekan ini ketika Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengunjungi Washington untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, dan pejabat senior AS lainnya.

Penasihat senior Presiden AS Joe Biden, Amos Hochstein, bertemu dengan para pejabat di Lebanon dan Israel pekan lalu dalam upaya untuk meredakan ketegangan.

Hochstein mengatakan kepada wartawan di Beirut pada Selasa lalu bahwa ini adalah situasi yang sangat serius, diperlukan solusi diplomatik untuk mencegah perang yang lebih besar.

Sementara Pejabat Pentagon mengatakan, pihaknya juga menyampaikan kekhawatirannya tentang konflik yang lebih luas ketika dia berbicara dengan Gallant melalui panggilan telepon baru-baru ini.

"Mengingat banyaknya serangan roket yang kami lihat terjadi dari kedua sisi perbatasan, kami tentu saja prihatin dengan situasi tersebut," kata Mayjen Pat Ryder, sekretaris pers Pentagon pada pekan lalu.

"Secara publik maupun pribadi telah mendesak semua pihak untuk memulihkan ketenangan di sepanjang perbatasan tersebut, dan sekali lagi, untuk mencari solusi diplomatik," sambungnya.

Diketahui sejak tanggal 8 Oktober 2023 lalu, pasukan yang dipimpin Hizbullah telah menyerang komunitas dan pos militer Israel di sepanjang perbatasan hampir setiap hari.

Dan dalam beberapa pekan terakhir, Hizbullah telah melancarkan serangan lebih jauh ke wilayah Israel utara sambil mengancam infrastruktur sensitif di kota besar Haifa.

Serangan-serangan tersebut telah memicu kampanye udara Israel yang terbatas terhadap kelompok pejuang Islam tersebut dan beberapa komandan utamanya di Lebanon selatan.

Pertempuran di perbatasan telah mengakibatkan 10 kematian warga sipil di pihak Israel, serta kematian 15 tentara dan cadangan IDF. Ada juga beberapa serangan dari Suriah, tanpa ada korban jiwa.

Hizbullah telah menyebutkan 349 anggotanya yang dibunuh oleh Israel selama pertempuran yang sedang berlangsung, sebagian besar di Lebanon tetapi beberapa juga di Suriah.

Di Lebanon, 64 anggota kelompok teror lainnya, seorang tentara Lebanon, dan puluhan warga sipil telah terbunuh.

Perang antara dua negara yang bersenjata lengkap dapat menimbulkan dampak buruk bagi kedua negara dan menimbulkan banyak korban sipil. Persenjataan roket Hizbullah diyakini jauh lebih luas dibandingkan milik Hamas.

Hizbullah, proksi Iran yang paling penting di kawasan, mengatakan serangannya ditujukan untuk mendukung Hamas.

Meningkatnya konflik juga dapat memicu keterlibatan lebih luas kelompok pejuang Islam lain yang didukung Iran di wilayah tersebut.

Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah mengatakan dalam pidatonya pada Rabu kemarin, para pemimpin kelompok pejuang Islam dan milisi dari Iran, Irak, Suriah, Yaman dan negara-negara lain sebelumnya telah menawarkan untuk mengirim puluhan ribu pejuang untuk membantu Hizbullah.

Namun dia mengatakan, kelompok tersebut sudah memiliki lebih dari sekedar bantuan dan 100.000 pejuang.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved