DERAP NUSANTARA

Membangun Indonesia dalam Keberimbangan Ekonomi dan Lingkungan

Semangat kamikaze tentara Jepang dalam perang dunia II patut menjadi pelajaran tersendiri.....

Editor: IKL
ANTARA/YUDI/WPA
Petani menanam mangrove di kawasan mangrove Desa Simandulang, Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, Kamis (14/12/2023). Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bersama Kelompok Tani Hutan (KTH) Bahagia Giat Bersama melakukan pelestarian mangrove seluas 25 hektare. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Semangat kamikaze tentara Jepang dalam perang dunia II patut menjadi pelajaran tersendiri.

Ketika perang dunia terjadi di kawasan Pasifik, para tentara pilot Jepang menerbangkan pesawat tempur bermuatan mesiu lalu menabrakan diri pada kapal perang pendarat pesawat udara Amerika yang besar.

Mereka gugur dalam kamikaze dengan semangat juang yang patriotik.

Sebaliknya Amerika Serikat membalas Jepang dengan meledakkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang meluluhlantakkan kedua kota itu.

Dari contoh, inovasi teknologi bom atom temuan Einstein adalah hasil ilmu sains, teknologi yang mengandalkan akal pikiran manusia.

Memberi hasil yang utama dalam perjuangan kehidupan.

Karena itu maka kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan mendidik anak bangsa dalam ilmu dan teknologi.

Potret perang dunia itu menjadi pelajaran sejarah tersendiri bagi Indonesia, untuk mengambil dua intisari dari kedua kubu, yakni semangat juang dan mencipta teknologi.

Sebab bagi Indonesia sendiri, masih ada setidaknya tiga tantangan yang harus dihadapi yakni keluar dari dari perangkap negara berpendapatan rendah (low income trap) yang dimasuki sejak tahun 1989.

Masa Indonesia masuk ke tahap negara berpendapatan menengah tingkat rendah sejak tahun 90-an, dan sejak itu masih terus berada dalam jebakan negara berpendapatan menengah hingga sekarang.

Tantangan kedua terkait struktur kependudukan Indonesia, yang berkat program keluarga berencana maka Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030 - 2050.

Ketiga, masyarakat Indonesia masih mengalami tingkat pendidikan yang rendah di bawah rata-rata negara-negara ASEAN, khususnya Singapura sehingga bangsa ini perlu meningkatkan kualitas pendidikan sebagai syarat untuk bisa menjadi negara maju.

Bonus Demografi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merilis hasil studi PISA 2022, pada 5 Desember 2023.

Hasil PISA 2022 menunjukkan peringkat hasil belajar literasi Indonesia naik beberapa posisi dibanding PISA 2018.

Peningkatan ini merupakan capaian paling tinggi secara peringkat (persentil) sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA.

Tercatat pada 2018 literasi sains masyarakat Indonesia ada di peringkat 71 dari 79 negara, literasi matematika ke-73, dan membaca ke -74.

Kemudian pada tahun 2022, Indonesia ada di peringkat 67 dari 81 negara untuk literasi sains, peringkat 70 untuk matematika, dan peringkat 71 untuk membaca.

Peringkat Indonesia memang naik pada 2022 dibandingkan tahun 2018 namun posisi Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Tiongkok.

Berbagai upaya harus dilakukan termasuk dalam meningkatkan literasi masyarakat untuk menyelaraskan potensi Indonesia yang sedang mengalami bonus demografi .

Bonus demografi ini diproyeksikan akan menghadapi puncaknya pada tahun 2030 hingga 2040.

Bonus demografi yang dimaksud adalah masa di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Tahun 2030 diproyeksikan penduduk Indonesia berjumlah 345 juta jiwa, maka pada rentang tahun tersebut akan ada 207 juta jiwapenduduk produktif.

Jumlah penduduk Indonesia yang meningkat dalam kuantitas apabila disertai kualitas berkat pendidikan yang meningkat, dampaknya sangat baik dalam mendorong pembangunan bangsa menuju ke tahap lepas landas di tahun 2045.

Indonesia harus mengejar ketertinggalannya untuk mencapai kualitas pendidikan yang setara dengan Singapura dan Tiongkok, supaya generasi hasil bonus demografi ini menjadi penggerak utama kemajuan bangsa di tahun 2045.

Dengan mengembangkan kemampuan pendidikan anak bonus demografi Indonesia bisa meningkatkan kemampuan-kemampuan bangsa dalam menanggapi tantangan dampak perubahan iklim pada kehidupan bangsa yang mengancam Indonesia di tahun-tahun yang akan datang.

Perubahan Iklim Namun berbagai upaya yang dilakukan, menghadapi tantangan lain salah satunya berupa perubahan iklim.

Di tahun 2010 ketika Musholla Pluit, di kawasan Penjaringan. Jakarta Utara, mengalami ancaman naiknya muka laut maka Gubernur Joko Widodo di tahun 2012 ketika itu membangun tanggul pantai yang melindungi kawasan Penjaringan dari ancaman naiknya muka laut, sehingga kawasan ini terselamatkan dari kenaikan muka laut sampai sekarang.

Oleh penerusnya, Gubernur Basuki Cahya Purnama, pembangunan tanggul-tanggul lepas pantai di Pluit, Penjaringan dan Muara Baru, diteruskan sehingga kini kawasan tersebut terselamatkan dari ancaman naiknya muka laut.

Pengamanan pantai-pantai kawasan Jakarta diikuti oleh Pemerintah daerah Jakarta di topang oleh instansi Pekerjaan Umum, hingga sekarang Jakarta teramankan dari ancaman naiknya muka laut.

Apabila di beberapa tempat seperti Kota Semarang dan Demak mengalami ancaman naiknya muka laut, maka pemerintah menanggapinya dengan membangun tanggul lepas pantai guna penyelamatannya.

Namun sejatinya dampak perubahan iklim itu juga perlu untuk ditindaklanjuti dengan edukasi dan sosialisasi yang mendalam di kalangan masyarakat.

Masyarakat harus ditradisikan untuk melakukan mitigasi dan antisipasi agar dampak perubahan iklim dalam diminimalkan risikonya.

Secara umum akibat perubahan iklim suhu udara terpantau naik sehingga berdampak pada berkurangnya curah hujan sehingga memerlukan penanganan air minum dengan teknologi Sea Water Reverse Osmosis, dan Atmosferik Water Harvesting.

Karena itu, dampak perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan suhu perlu ditanggapi dengan teknologi engineering genetika, sebab kenaikan suhu berdampak luas termasuk kemungkinan menjangkitnya berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim.

Selain itu juga penyesuaian waktu kerja dengan intensitas perubahan iklim hingga pola migrasi perikanan yang mengikuti perubahan suhu air laut.

Umumnya penyebab perubahan iklim adalah gas rumah kaca terutama CO2 dan metana, yang teknologi penangkapannya perlu dikembangkan seperti dengan “Carbon Capture Storage dan Utilization Technology”, terutama dalam industri perminyakan dan industri energi.

Di samping itu perlu dikembangkan pula energi terbarukan sebagai sumber energi bersih menggantikan energi CO2, seperti energi matahari (solar), angin, geothermal, air, gas dan lain-lain.

Infografis
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved