Aceh Tengah
Tak Kunjung Dapat Kepastian dari Pihak Bank, Nasabah BPRS Gayo Mengadu ke Senator Aceh Haji Uma
Ia pun mengaku heran, kasus seperti ini dapat terjadi tanpa kepastian yang seharusnya bank harus segera mengembalikan dana para nasabah...
Penulis: Alga Mahate Ara | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Alga Mahate Ara|Aceh Tengah
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON – Sejumlah nasabah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Gayo menemui anggota DPD RI asal Aceh, Haji Uma, saat berkunjung ke Aceh Tengah pada Sabtu (20/7/2024).
Para nasabah mengeluhkan nasib uang simpanan mereka yang diduga disalahgunakan oleh oknum pegawai BPRS Gayo. Hingga saat ini, mereka belum mendapatkan kepastian dan kejelasan terkait uang mereka.
Sebelumnya, pada Senin (15/7) lalu, para nasabah sempat mengadakan audiensi dengan DPRK Aceh Tengah. Namun para nasabah mengaku tidak mendapatkan kepastian dan hanya diberikan “angin-anginan” semata.
Salah seorang nasabah, Ratna (28), mengaku telah melakukan deposit di BPRS Gayo sejak tahun 2018 bersama suaminya. Ia berprofesi sebagai toke kopi yang menaruh uang di bank daerah itu sehabis masa panen kopi.
"Jadi seperti sekarang sudah tidak ada kopi, jadi tabung dulu di situ" kata Ratna kepada Haji Uma saat menjelaskan kondisinya saat ini pada Sabtu (20/7/2024).
Kini bisnisnya tersebut pun terancam gagal, pasalnya saat ini telah mendekati masa panen kopi, namun ia tak lagi memiliki modal untuk menjalankan usahanya.
“Sekarang mau tarik uang untuk modal usaha sudah tidak bisa lagi,” katanya.
Menurut pengakuannya, setiap pagi sekitar pukul 06.00 WIB, ia bersama para nasabah lainya telah mengantre di BPR untuk menarik uang tabunganya.
Namun, warga hanya dapat mengambil uang apabila ada nasabah lain yang melakukan deposito ataupun pembayaran. Padahal, para nasabah telah mengantre sejak sebelum subuh hingga pukul 16.00 saat bank tersebut telah tutup.
"Bank buka jam 8 tapi kami dengan nasabah lainya sudah mengantri sejak jam 5 subuh. Jadi siapa yang paling cepat datang, itulah nomor antrinya untuk mengambil uang," katanya.
Mirisnya lagi, para nasabah hanya bisa menarik uang tabunganya hanya jika ada nasabah lainya yang melakukan pembayaran atau menyetorkan uangnya.
"Misal ada 10 orang yang menyetorkan uang Rp 1 juta, maka hanya 2 orang yang dapat. Kadang dalam sehari tidak ada yang dapat," ujarnya.
Salah seorang korban lain, Eva Wahyuni (34), telah menyetorkan uangnya sejak 2018.
Ia mengaku, tabungan tersebut merupakan pesangon almarhum suaminya yang sengaja ditabungkan di bank BPRS kala itu.
"Jadi awal kejadiannya, waktu lihat berita di HP dengan kabar, kemudian saya panik. Waktu paginya langsung ke BPRS dan lihat orang sudah ramai dan tidak bisa lagi narik uang," ungkapnya.
Padahal, setiap bulan ia hanya mengambil margin dari tabungannya tersebut untuk biaya sehari-hari dirinya bersama anak-anaknya sekitar Rp 600.000 per bulan.
Eva juga mengaku, sejumlah teman-teman nasabah lainya tidak dapat membayar biaya pendidikan akibat kejadian ini.
"Banyak anak-anak yang nabung di situ tidak bisa bayar biaya sekolah dan kuliah," ungkapnya.
Setelah mendengarkan keluhan para nasabah, Senator asal Aceh, Haji Uma, memberikan komentar dan menilai pemerintah Kabupaten Aceh Tengah telah lari dari tanggung jawabnya sebagai pemilik sekaligus pemegang saham bank milik daerah, seharusnya tabungan para nasabah telah dilindungi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Saya melihat ini adanya pengabaian, dan upaya menghindari dari para pihak yang berkecimpung dalam permasalahan ini. Semua stakeholder harus memberikan peran dan tanggung jawab kepada nasabah," kata Haji Uma kepada Tribungayo pada Sabtu (20/7/2024).
Ia pun mengaku heran, kasus seperti ini dapat terjadi tanpa kepastian yang seharusnya bank harus segera mengembalikan dana para nasabah yang telah dijamin oleh LPS tanpa harus menunggu pengembalian oleh oknum pihak ketiga yang diduga melarikan uang para nasabah.
"Masyarakat harusnya diberikan kepastian, jangan memberikan berita yang tidak akurat. Masyarakat tidak punya pegangan. Tabungan masyarakat ini harusnya dilindungi. Bukankah di sana ada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) ataupun OJK maupun pemda sebagai pemegang saham dan pemilik yang tidak boleh lari dari masalah ini," kata Haji Uma.
"Karena setiap perbankan yang berdiri sudah punya safety ataupun sandaran, untuk aturannya itu bank harus bertanggung jawab bukan pada pihak ketiga, Makanya saya heran ada oknum yang melarikan uang nasabah ini, harusnya itu segera diproses dan perbankan seyogyanya tidak harus menunggu proses dari pada oknum itu untuk mengembalikan," tambahnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Haji Uma yang juga berada di Komite 4 yang membidangi perbankan dan OJK tersebut, dalam waktu dekat akan segera melakukan rapat dengan pihak OJK guna mempertanyakan kejelasan nasib para nasabah BPRS Gayo ini.
"Minggu depan, insya Allah saya akan melakukan rapat dengan OJK Provinsi dan kalau tidak selesai juga segera kita rapat dengan OJK pusat," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.