Berita Banda Aceh

Hukuman Kasus Pemerkosaan di Aceh Masih Lemah, Aktivis Perempuan: Qanun Jinayat Perlu Ditingkatkan

Menurutnya, hukuman cambuk yang diberlakukan kepada pelaku pemerkosaan di Aceh selama ini masih belum cukup.

|
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Muhammad Hadi
YOUTUBE SERAMBINEWS
Dosen USK Banda Aceh sekaligus Aktivis Peduli Perempuan Ir. Suraiya Kamaruzzaman, ST, L.LM, MT saat menjadi narasumber dalam program Serambi Spotlight bertajuk 'Kasus Kekerasan Perempuan Marak, Siapa yang Salah' yang tayang di YouTube Serambinews, Senin (29/7/2024), dipandu oleh News Manajer Serambi, Bukhari M Ali. (YouTube/Serambinews) 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kasus kekerasan terhadap perempuan kian marak terjadi di Aceh.

Menurut laporan Statistik Kriminal 2023 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa Aceh menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan tingkat pemerkosaan tertinggi di Indonesia.

Dalam laporannya, BPS menemukan kasus pemerkosaan di Aceh sepanjang 2022 meningkat, dari sebelumnya 70 menjadi 135 kasus.

Sementara Mahkamah Syari'ah Aceh justru menunjukkan temuan kasus perkosaan yang jumlahnya lebih banyak dibanding laporan BPS.

Sanksi maksimal bagi pelaku pemerkosa sendiri sudah ditetapkan berdasarkan Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat.

Namun sanksi ini dinilai masih sangat lemah dan tidak bisa memberikan efek jera bagi pelakunya.

Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Aktivis Peduli Perempuan Ir. Suraiya Kamaruzzaman, ST, L.LM, MT dalam program podcast Serambi Spotlight yang tayang di Serambinews.com, Senin (29/7/2024).

"Hukum di Aceh untuk kasus pemerkosaan masih sangat lemah," ujarnya dalam podcast bertajuk 'Kekerasan Perempuan Marak, Siapa yang Salah?', dipandu oleh News Manajer Serambi, Bukhari M Ali tersebut.

Baca juga: Polres Aceh Singkil Bongkar Kuburan Anak Korban Kekerasan Ayah Kandung dan Ibu Tiri 

Berikut tayangan lengkap video perbincangan Suraiya Kamaruzzaman bersama News Manajer Serambi, Bukhari M Ali dalam program Serambi Spotlight yang membahas soal kekerasan terhadap perempuan.

Menurutnya, hukuman cambuk yang diberlakukan kepada pelaku pemerkosaan di Aceh selama ini masih belum cukup.

Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh ini menilai, hukuman cambuk tersebut hanya memberi efek jera sesaat bagi pelaku.

Setelah hukuman cambuk selesai, pelaku dibebaskan sehingga berpotensi mengulangi kembali aksi kejahatannya.

Menurut Suraiya, seharusnya bagi pelaku selain diberikan hukuman, juga harus mendapatkan bimbingan konseling.

Ini bertujuan agar pelaku idak mengulangi Perbuatannya.

"Kalau pelaku tidak mendapatkan hukuman yang optimal, maka yang lain akan lebih mudah (melakukan kejahatan)," kata Suraiya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved