Konflik Palestina vs Israel

BREAKING NEWS: Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Terbunuh di Iran karena Serangan Israel

Pimpinan Hamas Ismail Haniyeh dan salah satu pengawalnya tewas setelah kediamannya menjadi sasaran serangan di Teheran, Iran.

|
Editor: Faisal Zamzami
Kolase Tribunnews
Petinggi Hamas, Ismail Haniyeh menyebut bahwa puluhan ribu warga Gaza dibunuh oleh Israel menggunakan senjata AS. 

SERAMBINEWS.COM –  Pimpinan Hamas Ismail Haniyeh dan salah satu pengawalnya tewas setelah kediamannya menjadi sasaran serangan di Teheran, Iran.

Hal ini dipastikan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran dalam sebuah pernyataan.

Pasukan Garda Revolusioner Iran (IRGC) pada hari Rabu pagi, (31/7/2024), mengumumkan bahwa pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, dan pengawalnya tewas.

Mereka tewas setelah tempat tinggal mereka di Teheran diserang Israel.

Iran mengatakan serangan itu masih diselidiki dan hasilnya akan diumumkan kemudian.

IRGC juga menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Haniyeh, seperti dikutip dari Iran International.

Adapun Haniyeh berada di Teheran karena menghadiri upacara pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkin.

Haniyeh memimpin  operasi politik Hamas dari Qatar.

Belum ada tanggapan resmi dari Israel mengenai kematian Haniyeh.

Sementara itu, Hamas lewat akun Telegram sudah mengonfirmasi bahwa Haniyeh tewas dalam serbuan Israel pada hari Selasa.

Baca juga: 10 Anggota Keluarga Pemimpin Hamas Tewas dalam Serangan Israel di Gaza, Termasuk Adik Ismail Haniyeh

 

 

3 Putranya juga dibunuh Israel

April lalu, tiga putra pemimpin Hamas Ismail Haniyeh tewas dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza pada hari Rabu.

Militer Israel mengonfirmasi melakukan serangan itu, dan menyebut ketiga putra itu sebagai anggota sayap bersenjata Hamas.

Ketiga putra itu - Hazem, Amir, dan Mohammad - tewas ketika mobil yang mereka tumpangi dibom di kamp Al-Shati di Gaza, kata Hamas. Empat cucu Haniyeh, tiga perempuan dan seorang laki-laki, juga tewas dalam serangan itu, kata Hamas.

Ketika ditanya tentang keempat cucu yang tewas dalam serangan udara itu, militer Israel mengatakan "tidak ada informasi tentang itu saat ini."

Haniyeh, yang bermarkas di luar negeri di Qatar, telah menjadi wajah tegas diplomasi internasional Hamas saat perang dengan Israel berkecamuk di Gaza, tempat rumah keluarganya dihancurkan dalam serangan udara Israel pada bulan November.

"Darah anak-anak saya tidak lebih berharga daripada darah rakyat kami," kata Haniyeh.

Ketiga putra dan empat cucu tersebut sedang melakukan kunjungan keluarga pada hari pertama hari raya Idul Fitri di Shati, kamp pengungsian asal mereka di Kota Gaza, menurut keterangan kerabat.

Hamas mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka sedang mempelajari usulan gencatan senjata Israel dalam perang Gaza yang telah berlangsung lebih dari enam bulan, tetapi usulan tersebut "keras kepala" dan tidak memenuhi satu pun tuntutan Palestina.

"Tuntutan kami jelas dan spesifik dan kami tidak akan memberikan konsesi atas tuntutan tersebut. Musuh akan berkhayal jika mengira bahwa menargetkan anak-anak saya, pada klimaks negosiasi dan sebelum gerakan tersebut mengirimkan tanggapannya, akan mendorong Hamas untuk mengubah posisinya," kata Haniyeh.

Dalam bulan ketujuh perang di mana serangan udara dan darat Israel telah menghancurkan Gaza, Hamas menginginkan diakhirinya operasi militer Israel dan penarikan pasukan dari daerah kantong tersebut, serta izin bagi warga Palestina yang mengungsi untuk kembali ke rumah.

Putra tertua Haniyeh mengonfirmasi dalam sebuah unggahan Facebook bahwa ketiga saudaranya tewas. "Terima kasih kepada Tuhan yang telah memuliakan kami dengan kesyahidan saudara-saudaraku, Hazem, Amir dan Mohammad beserta anak-anak mereka," tulis Abdel-Salam Haniyeh.

Ditunjuk sebagai pejabat tinggi kelompok militan tersebut pada tahun 2017, Haniyeh telah berpindah-pindah antara Turki dan ibu kota Qatar, Doha, menghindari pembatasan perjalanan yang diberlakukan Israel di Gaza yang diblokade dan memungkinkannya untuk bertindak sebagai negosiator dalam negosiasi gencatan senjata terbaru atau berkomunikasi dengan sekutu utama Hamas, Iran.

Israel menganggap seluruh pimpinan Hamas sebagai teroris, menuduh Haniyeh dan para pemimpin lainnya terus "menarik tali organisasi teror Hamas".

Baca juga: Upaya Israel Bunuh Komandan Hizbullah Fuad Shukr Gagal, Beirut Selatan Jadi Sasaran Militer

 

Sosok Ismail Haniyeh

Ismail Haniyeh merupakan tokoh Hamas yang saat ini paling diburu militer Israel.

Bahkan beberapa waktu lalu, sejumlah anggota keluarganya meninggal dunia setelah diserang militer Israel di Gaza utara.

Serangan pertama Israel menewaskan tiga putra pemimpin Hamas tersebut pada Rabu 10 April 2024.

Serangan udara Israel kedua kalinya menewaskan 10 anggota keluarga Ismail Haniyeh di kamp pengungsi Shati di Gaza Utara pada Selasa 25 Juni 2024.

Ismail Haniyeh lolos dari serangan Israel itu sebab sudah sejak lama dia bermukim di Qatar.

Ismail Haniyeh sudah lama memiliki jabatan penting di Hamas.

Pria kelahiran 1963 di Kamp Pengungsi Shati di Gaza, terpilih sebagai kepala Politbiro Hamas pada tahun 2017.

Ia menjadi Perdana Menteri pemerintah Otoritas Palestina setelah kemenangan Hamas dalam pemilihan legislatif tahun 2006.

Namun diberhentikan dari posisinya oleh Presiden Mahmoud Abbas pada tahun 2007, dikutip dari ecfr-eu.

Pada Agustus 2017, ia memimpin delegasi tingkat tinggi Hamas ke Iran di mana ia bertemu dengan Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei.

Jabatan tersebut menandai pembaruan hubungan hangat menyusul perselisihan mengenai keterlibatan Iran dalam perang saudara di Suriah.

Ismail Haniyeh memimpin blok parlemen “Perubahan dan Reformasi” Hamas  yang memenangkan pemilihan legislatif tahun 2006.

Atas nama Hamas, ia menandatangani perjanjian rekonsiliasi Shati tahun 2014 dengan Fatah.

Dia juga pertama kali menjadi terkenal sebagai rekan dekat pendiri dan pemimpin spiritual Hamas, Sheikh Ahmed Yassin.

Ismail Haniyeh juga pernah menjalani beberapa hukuman di penjara Israel pada tahun 1980-an dan 1990-an.

Ia juga pernah dideportasi dari Gaza ke Lebanon pada tahun 1992 bersama 400 tokoh dan aktivis lainnya, sebelum kembali ke Gaza pada tahun berikutnya.

 

Baca juga: Bendung Karet Krueng Aceh Masuk Tahap Akhir, Pj Wali Kota Lakukan Peninjauan

Baca juga: 610 Pelajar Bersaing di Ajang KSM se-Aceh

Baca juga: Babak Baru Kasus Vina, Aep Laporkan Dede dan Politikus ke Polisi, Iptu Rudiana Bantah Rekayasa Kasus

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved