Konflik Palestina vs Israel
Siapkan Balasan ke Israel Syahidnya Ismail Haniyeh, Senior Hamas: Tak akan Dibiarkan Begitu Saja
Pejabat Senior Hamas, Moussa Abu mengatakan, pihaknya tidak akan membiarkan begitu saja atas serangan Israel yang menghilangkan nyawa Ismail Haniyeh.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM - Pejabat Senior Hamas, Moussa Abu mengatakan, pihaknya tidak akan membiarkan begitu saja atas serangan Israel yang menghilangkan nyawa Ismail Haniyeh.
Diketahui Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh syahid terkena serangan rudal Israel di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024).
"Tindakan pengecut yang tidak akan dibiarkan begitu saja," kata Abu Marzouk sebagaimana dikutip Times of Israel dari Stasiun TV Al-Aqsa, Rabu siang.
Baca juga: Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Syahid Kena Rudal Israel di Iran, Presiden Palestina: Pengecut
Baca juga: Turki: Genosida PM Israel Netanyahu di Gaza Palestina akan Berakhir seperti Masa Hitler
Sementara Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) juga mengonfirmasi meninggalnya Haniyeh, beberapa jam setelah ia menghadiri upacara pelantikan presiden baru negara itu Masoud Pezeshkian.
Pihaknya mengatakan sedang menyelidiki kasus tersebut lebih mendalam.
Selanjutnya Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas mengatakan, pembunuhan Haniyeh adalah tindakan pengecut.
"Presiden Mahmoud Abbas dari Negara Palestina mengutuk keras pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, menganggapnya sebagai tindakan pengecut dan eskalasi serius," kata kantor Abbas dalam sebuah pernyataan dilansir dari Times of Israel, Rabu siang.
"Ia mendesak rakyat dan pasukan mereka untuk bersatu, tetap sabar, dan berdiri teguh melawan pendudukan Israel," sambung pernyataan itu.
Diketahui Haniyeh yang biasanya berkantor di Qatar, telah menjadi wajah diplomasi internasional kelompok pejuang Islam Hamas di Palestina saat perang yang dipicu oleh serangan itu berkecamuk di Jalur Gaza.
Jalur Gaza juga menjadi tempat tiga putranya tewas dalam serangan udara Israel, Haniyeh adalah pejabat Hamas paling senior yang tewas sejak perang dimulai.
Berdasarkan laporan IRGC, salah seorang pengawal Haniyeh juga dinyatakan syahid.
Baca juga: Roket Hizbullah Tewaskan 12 Anak Israel saat Main Bola, Iran Beri Peringatan, IDF Siapkan Balasan
Sementara seorang juru bicara militer Israel saat dikonfirmasi, tidak segera menanggapi. Kemudian hingga kini belum ada komentar resmi dari Israel.
Di sisi lain, Hamas mengatakan Haniyeh terbunuh dalam serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran setelah ia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru Iran.
“Hamas menyatakan kepada rakyat Palestina yang agung dan rakyat negara-negara Arab dan Islam serta semua orang merdeka di dunia, saudara pemimpin Ismail Ismail Haniyeh sebagai seorang martir,” kata pernyataan singkat itu.
Dalam pernyataan lainnya, kelompok tersebut mengutip pernyataan Haniyeh bahwa perjuangan Palestina memiliki biaya.
“Kami siap menanggung biaya tersebut: mati syahid demi Palestina, demi Tuhan Yang Maha Esa, dan demi martabat bangsa ini.”
Pejabat senior Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri mengutip Kantor berita Shehab yang terkait dengan Hamas mengatakan, Hamas sebagai sebuah gerakan cukup kuat untuk bertahan lebih lama dari kematian salah satu pemimpinnya.
"Kami melancarkan perang terbuka untuk membebaskan Yerusalem dan siap membayar harga berapa pun," kata Abu Zuhri.
Turki: Genosida Netanyahu akan Berakhir seperti Masa Hitler
Sementara pada kesempatan berbeda, diberitakan sebelumnya Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan mengungkapkan, genosida (pembunuhan besar-besaran suatu bangsa atau ras) yang dilakukan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu akan berakhir seperti masa Hitler.
"Sebagaimana berakhirnya genosida yang dilakukan Hitler, demikian pula genosida Netanyahu akan berakhir," tulis pernyataan Kemlu Turki dilansir dari Anadolu Agency, Senin (29/7/2024).
"Sama seperti Nazi yang melakukan genosida dituntut pertanggungjawaban, mereka yang berusaha menghancurkan Palestina juga akan dimintai pertanggungjawaban," sambungnya.
Kemlu Turki itu mengatakan, semua pihak akan berpihak pada Palestina, negara ini tidak dapat dihancurkan.
"Umat manusia akan berdiri bersama Palestina. Kalian tidak akan dapat menghancurkan Palestina," tambahnya.
Sementara Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan mengatakan, Presiden Turki Erdogan telah menjadi suara bagi hati nurani umat manusia.
"Mereka yang berusaha membungkam suara yang adil ini, terutama kalangan Zionis internasional termasuk Israel, berada dalam keadaan panik yang besar,” ucap Fidan dalam unggahan di platform X.
"Sejarah telah berakhir dengan cara yang sama bagi semua pelaku genosida dan pendukung mereka," imbuh dia.
Pernyataan dari pejabat Turki itu muncul setelah Menlu Israel, Israel Katz melontarkan pernyataan yang memfitnah dan menghina Presiden Recep Tayyip Erdogan di media sosial.
Israel Makin Terisolasi: Dibenci Dunia, Diusir Mahkamah Internasional
Sebelumnya diberitakan, Israel semakin terisolasi. Dibenci dunia karena genosida yang dilakukan dengan membunuh warga sipil, perempuan dan anak kecil, kini diusir Mahkamah Internasional karena menduduki wilayah Palestina secara ilegal.
Mahkamah Internasional (ICJ) mengusir atau meminta Israel angkat kaki dari wilayah Palestina karena sudah melanggar hukum.
Dilansir dari Anadolu Agency, keputusan pengadilan tinggi PBB soal pendudukan Israel atas wilayah Palestina dapat mengubah kalkulasi politik di Barat.
Selain itu dapat membuat Israel lebih terisolasi dalam hubungan internasional menurut para ahli hukum.
Diketahui Hakim Ketua ICJ, Nawaf Salam memutuskan, keberadaan Israel di Wilayah Palestina adalah ilegal.
"Pengadilan memutuskan keberadaan Israel di Wilayah Palestina adalah ilegal," kata Nawaf Salam di Den Haag, Jumat (19/7/2024).
Sebanyak 52 negara menyampaikan argumen mereka di ICJ dengan mayoritas mendukung pandangan bahwa kebijakan Israel di wilayah pendudukan melanggar hukum internasional.
Pendapat pengadilan tersebut tidak akan mengikat secara hukum, tetapi memiliki pengaruh politik yang besar.
Gerhard Kemp, seorang profesor di University of the West of England, Bristol, percaya hasil yang paling mungkin adalah pendapat bahwa Israel secara tidak sah menduduki wilayah Palestina.
“Selain itu, ada kemungkinan ICJ akan menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan apartheid Israel yang diberlakukan terhadap rakyat Palestina di OPT (Wilayah Pendudukan Palestina),” ungkap Kemp kepada Anadolu.
Hal ini, kata dia, akan menguntungkan perjuangan penentuan nasib sendiri Palestina secara politik dan diplomatik.
"Jelas tidak akan diterima dengan baik di Israel. Dalam jangka pendek atau bahkan menengah, saya tidak berpikir pendapat penasihat tersebut akan berdampak langsung pada perilaku Israel, tetapi mungkin membantu mengubah kalkulasi politik di Barat," ujar Kemp.
Israel Terisolasi
Sementara Pakar Hukum Internasional Universitas Westminster, Marco Longobardo mengatakan, pendapat ICJ menjadi instrumen yang ampuh untuk memperjelas kerangka hukum pendudukan Israel.
"Lebih dari sekadar masalah permanensi, inti permasalahannya adalah apakah pendudukan itu sah. Jika pengadilan menyatakan bahwa seluruh pendudukan itu melanggar hukum, ini akan mempersulit negara ketiga untuk mendukung pendudukan Israel yang sedang berlangsung," kata dia kepada Anadolu.
“Berurusan dengan praktik Israel di wilayah pendudukan mungkin menjadi 'radioaktif' dalam hubungan internasional. Lebih banyak negara mungkin memutuskan untuk tidak mendukung Israel, khususnya di bidang kerja sama ekonomi dan pertahanan.”
Meski Tel Aviv kemungkinan besar akan mengabaikan pendapat tersebut, hal itu tetap berdampak ke Israel.
"Membuat Israel semakin terisolasi dalam hubungan internasional," tegas Longobardo.
Longobardo menjelaskan bahwa pengadilan tinggi PBB akan membahas “legalitas seluruh pendudukan wilayah Palestina oleh Israel berdasarkan hukum humaniter internasional, hukum hak asasi manusia internasional, prinsip penentuan nasib sendiri masyarakat, dan aturan hukum internasional lainnya.”
Secara formal, pendapat tersebut tidak mengikat negara karena tidak ditujukan kepada negara.
"Namun, temuan hukum dari pendapat penasihat memiliki kewenangan signifikan karena pendapat tersebut diberikan oleh badan peradilan utama PBB," tegas Longobardo.
Longobardo, yang telah menulis buku berjudul The Use of Armed Force in Occupied Territory, juga percaya waktu munculnya pendapat tersebut sangat penting dalam konteks saat ini.
“Jalur Gaza adalah bagian dari wilayah Palestina dan berada di bawah pendudukan Israel. Israel tidak mengakui tanggung jawabnya sebagai kekuatan pendudukan di wilayah tersebut,” kata dia.
“Pendapat tersebut akan memperjelas masalah ini dan kemungkinan akan mempertanyakan hak Israel untuk mempertahankan kendali atas Jalur Gaza.”
Dalam gambaran yang lebih luas, temuan hukum tersebut juga akan “berdampak pada proses atas tanggung jawab individu dan negara di hadapan Mahkamah Pidana Internasional dan ICJ,” pungkasnya.
Netanyahu Terang-terangan Ingin Dirikan Pemerintah Sipil di Gaza
Sementara diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang tanpa melibatkan Otoritas Palestina (PA).
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam beberapa minggu terakhir secara pribadi telah menarik kembali penentangannya terhadap keterlibatan individu-individu yang terkait dengan Otoritas Palestina dalam mengelola Gaza setelah perang melawan Hamas.
Hal ini sebagaimana disampaikan tiga pejabat yang mengetahui masalah tersebut kepada The Times of Israel, dilansir pada Selasa (2/7/2024).
Perkembangan ini terjadi setelah kantor Netanyahu selama berbulan-bulan mengarahkan lembaga keamanan untuk tidak memasukkan otoritas Palestina dalam rencana apa pun untuk pengelolaan Gaza pasca-perang.
Dua pejabat Israel itu mengatakan, perintah tersebut secara signifikan menghambat upaya untuk menyusun proposal realistis pasca-perang yang dikenal sebagai "hari setelahnya."
Secara terbuka, Netanyahu terus menolak gagasan kekuasaan otoritas Palestina atas Jalur Gaza.
Dalam wawancara yang dimuat Channel 14 minggu lalu, perdana menteri Israel itu tidak akan mengizinkan negara Palestina didirikan di wilayah pesisir tersebut.
"Tidak siap untuk memberikan [Gaza] kepada PA," ucap Netanyahu.
Sebaliknya, dia mengatakan kepada jaringan sayap kanan bahwa ia ingin mendirikan pemerintahan sipil di Gaza.
“Pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mudah-mudahan dengan dukungan dari negara-negara di kawasan tersebut,” ucap Netanyahu.
Namun secara pribadi, para pembantu utama Netanyahu menyimpulkan, individu-individu yang memiliki hubungan dengan PA adalah satu-satunya pilihan yang layak bagi Israel jika ingin mengandalkan warga Palestina setempat untuk mengelola urusan sipil di Gaza pasca-perang.
Hal itu sebagaimana dikonfirmasi dua pejabat Israel dan satu pejabat AS selama seminggu terakhir.
“Warga Palestina Lokal adalah kode untuk individu yang berafiliasi dengan PA,” kata seorang pejabat keamanan Israel.
Dua pejabat Israel menjelaskan, individu yang dimaksud adalah warga Gaza yang digaji oleh PA yang mengelola urusan sipil di Jalur Gaza hingga Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007, dan sekarang sedang diselidiki oleh Israel.
Pejabat Israel lainnya mengatakan kantor Netanyahu mulai membedakan antara pimpinan PA yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dengan pegawai Otoritas Palestina tingkat bawah yang merupakan bagian dari lembaga yang sudah ada di Gaza untuk urusan administratif.
Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dianggap belum secara terbuka mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.