Kisah Toro Harus Rajin Cuci Darah, Sakit Gunjal Gegara Minum 15 Gelas Kopi Sehari Demi Kuat Kerja

Inilah kisah Toro, mekanik bengkel yang harus rutin cuci darah karena kebiasaan minum 15 gelas kopi sehari.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.COM/DANI JULIUS
Wiji Untara (45), dipanggil Toro, tukang bengkel yang tenggelam pada kesibukan memperbaiki motor pelanggan di rumah sendiri pada Padukuhan Kepek, Kalurahan Pengasih, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

SERAMBINEWS.COM - Kebanyakan minum kopi ternyata tidak bak untuk kesehatan bahkan bisa menimbulkan penyakit.

Bahkan kelebihan minum kopi bisa merusak ginjal hingga harus cuci darah.

Inilah kisah Toro, mekanik bengkel yang harus rutin cuci darah karena kebiasaan minum 15 gelas kopi sehari.

Toro kini merubah pola hidup meski tetap bekerja di bengkel.

Toro membagikan cerita awal mula ia divonis memiliki kista di ginjal.

Toro bekerja di bengkel motor yang berada di Padukuhan Kepek, Kalurahan Pengasih, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saat ditemui, Toro sedang berkutat mengurus Honda Suprafit hitam keluaran pertama.

Ia membuka bak mesin sebelah kanan, tempat kick starter berada.

"Saya buka setengah mesin ini untuk memasang per engkol. Per ini biasa patah karena memang dimakan usia," kata Wiji Untara (45) alias Toro, tukang bengkel motor, melansir dari Kompas.com.
 
Namun pemilik motor baru memperbaiki sejak electrik starternya menyusul tidak berfungsi.

Pemilik motor juga melakukan servis ringan dan memperbaiki onderdil rusak lainya.

Keahlian membengkel mesin motor didapat Toro sejak bekerja di bengkel umum dan AHASS Honda pada masa lalu.

Padahal Toro lulus SMK jurusan bangunan air, tapi berani berdikari membuka bengkel di rumah sendiri mulai 2003, di pinggir desa, jauh dari keramaian kota.

Pelanggannya tidak hanya dari Kulon Progo, tapi banyak dari Yogyakarta hingga Prambanan.

“Banyak juga dari teman-teman mancing,” katanya.

Suprafit motor ke sekian yang diperbaiki hari ini.

Tanpa menunggu lama, motor lain berdatangan.

Energi Toro terlihat banyak meski seorang diri berteman segelas kopi dan sesekali mengisap rokok.

Bekerja keras seperti ini terus dilakukan, meski dirinya memiliki keterbatasann harus cuci darah (Hemodialisis atau HD) dua kali dalam satu minggu di RSU Rizki Amalia Temon.

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah dengan menggunakan mesin dialisis.

Toro mulai cuci darah sejak umur 39 tahun.

“Berangkat pulang ke rumah sakit, sendiri, naik motor,” katanya.

Baca juga: Keseringan Minum Kopi dalam Sehari, Mekanik Bengkel di Jogja Kini Harus Rutin Cuci Darah

Terdapat sejumlah bekas luka di lengan kanan dan kirinya, tanda menanam AV-Shunt sebagai akses aliran bagi HD.

Akses yang berfungsi baik terdapat di lengan atas kiri, membentuk pembuluh darah yang meliuk-liuk besar.

Semua berawal karena kedua ginjalnya bermasalah.

Ia merasa tidak baik-baik saja ketika suatu pagi bangun tidur, enam tahun lalu.

Tubuh berat, tidak enak badan, letih, lemas, sesak nafas.

Seorang teman di laboratorium rumah sakit menyarankan Toro periksa.


Toro akhirnya memeriksakan diri dan didapati kreatinin 16,7 miligram per desiliter (mg/dL) dalam urine.

Ini sangat jauh dari kadar kreatinin normal pada tubuh manusia. 

Dilansir dari laman MedicineNet, kadar kreatinin normal pria dewasa sekitar 0,6-1,2 mg/dL, sementara untuk wanita dewasa 0,5-1,1 mg/dL.

Kreatinin merupakan produk limbah hasil metabolisme dalam tubuh.

Ginjal menjaga kadar kreatinin dengan menyaringnya untuk tetap normal dan tidak berubah.

Kadar kreatinin tinggi menunjukkan adanya gangguan atau kerusakan fungsi ginjal.

Ini vonis berat bagi seorang pekerja keras.

“Kata dokter ada kista di ginjal saya,” katanya.

Ia harus menerima saran dokter untuk HD.

Bila tidak cuci darah, dia mengalami sesak nafas, lemah, sebagai tanda darahnya penuh limbah.

Sepekan pikir-pikir, ia akhirnya memulai lembaran baru jalani cuci darah.

"Diculik teman-teman mancing (untuk cuci darah), dibantu uang, hingga dibantu agar bisa dicover BPJS. Sekarang lebih baik kondisi, tinggal kita jalani penuh semangat kehidupan kita," kata Toro.

Dokter mengupas pola hidupnya yang berimbas pada ginjal di masa lalu.

Selama ini, ia seolah lupa waktu selagi badan sehat.

Ia tenggelam dalam kesukaannya pada mesin, berteman dengan 12-15 saset kopi dalam satu hari dan dua bungkus rokok.

Ia bahkan bisa lupa makan dan hampir tidak minum air putih.

“Dulu bisa bekerja hingga pukul 02.00 WIB pagi. Tidak tahu kenapa. Dulu senang sekali hanya tenggelam di mesin, kopi dan rokok,” katanya.

Mulailah muncul gejala sakit pinggang setiap dua minggu.

Sakit itu bisa reda dengan obat.

Kerja tetap tidak henti dan tidak lupa minum kopi, sedikit air putih.

Suatu waktu, obat tidak lagi meredam.

Tubuh menunjukkan pembengkakan di banyak bagian.

"Ingatlah, sayangi ginjal kalian," katanya.

Kini, Toro masih tetap membengkel. Ia melakoni pekerjaan itu tetap dengan gembira.

Semua demi menghidupi istri yang sesekali jualan jajanan pasar, anak pertama yang putus sekolah namun hobi IT, satu anak SMA, satu SMP dan dua SD, serta satu cucu laki-laki yang baru dua tahun.

Saat ini, ia cepat-cepat menutup bengkel pukul 16.00 WIB.

Kopi hanya tiga kali sehari, rokok berkurang sangat banyak.

"Jam empat selesai. Waktunya bermain dengan anak-anak," kata Toro. Perjuangan Toro menghasilkan Rp 100.000 - 150.000 setiap hari. Sesekali menembus Rp 500.000 sehari bila penuh pelanggan.

“Kalau servis ringan bisa 12 motor sehari, tapi kalau turun mesin tiga kendaraan. Kalau dulu saya siap layani sampai pagi,” katanya.

Semua untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang rata-rata Rp 300.000 per hari, terutama uang saku anak sekolah Rp 10.000 – 15.000 per hari di SD dan SMP.

Sedangkan anaknya yang SMA memerlukan Rp 75.000 sehari karena sekolah kejuruan tata rias di Yogyakarta.

“Kalau dihitung-hitung  tidak masuk di akal pemasukan dan kebutuhan. Tapi inilah rahasia ilahi,” katanya.

Toro pun tetap semangat bekerja mengingat harga diri laki-lakinya tergugah untuk terus bekerja dan berkarya.

"Hakikatnya laki-laki itu bekerja. Bukan mengeluh. Tidak boleh cengeng," katanya.

Baca juga: Pasien Gagal Ginjal Jangan Putus Asa, Zaidul Akbar Bagikan Resep Herbal supaya Tak Cuci Darah Terus

Kisah Lain

Sebelumnya juga viral kisah Aida, remaja yatim piatu yang harus cuci darah seumur hidup.

Alda adalah seorang remaja pejuang gagal ginjal yang sedang menjalani terapi cuci darah di Rumah Sakit Cipta Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

Ia terlihat tidak didampingi oleh orang tua atau keluarganya.

Ia menjalani cuci darah seorang diri.

Diketahui, gadis 17 tahun itu divonis gagal ginjal sejak 2019.

Sehari-hari, Alda tinggal bersama dengan kakak dan juga adiknya.

Kisah Alda viral di media sosial setelah dibagikan oleh TikToker melalui akun @banghady_sp.

Mulanya, Tiktokers itu mendatangi RSCM untuk bertemu dengan anak-anak hebat yang tengah berjuang sembuh dari penyakit yang dialami.

Alda, adalah salah satunya.

Dalam video itu terlihat kesenduan dari wajah Alda saat disapa oleh TikTokers tersebut.

Alda bercerita, ia sedang menjalani terapi cuci darah lantaran penyakit gagal ginjal.

Alda harus cuci darah di rumah sakit sebanyak dua kali dalam seminggu.

"Jadi jadwal cuci darah Selasa sama Jumat. Tadi diantar sama kakak, terus ditinggal pulang, nanti pulangnya (sendiri) naik Grab," kata Alda, seperti dikutip TribunJakarta.

Setiap jadwal cuci darah, Alda harus bolak-balik rumah sakit seorang diri tanpa didampingi oleh keluarganya.

Alda mengatakan, biasanya sang kakak hanya mengantar diirnya menuju rumah sakit.

Setelah itu kakaknya pulang dan Alda menjalani terapi sendirian.

Dalam tayangan video lainnya, Alda bercerita bahwa ibunya telah meninggal dunia karena penyakit komplikasi.

Selama hidupnya, ibunya pernah menderita sakit ginjal hingga kondisinya semakin parah.

"Mama sempet cuci darah. Kalau ayah (meninggal) gak tau, tiba-tiba (meninggal) aku lagi pulkam (pulang kampung)," kata Alda.

Alda sama sekali tak menyangka bisa mengalami gagal ginjal di usia yang masih sangat muda.

Mulanya, Alda divonis gagal ginjal saat ia menjalani pemeriksaan di rumah sakit terkait masalah pada kakinya.

Selama empat tahun terakhir, ia harus bolak-balik rumah sakit seorang diri agar tetap sehat.

"Jadi awalnya itu mau periksa kaki, karena letter X kakinya. Pertama mau kontrol aja. Setelah itu katanya ada penyakit dalam, gagal ginjal dan langsung divonis," ungkap dia.

Di saat anak-anak seusianya sibuk menghabiskan masa remaja untuk bermain dan bersekolah, Alda kini hanya punya mimpi untuk bisa kembali sehat.

Sambil berderai air mata, Alda mengatakan hanya ingin kembali bersama-sama dengan kedua orangtuanya.

Alda tidak memungkiri pernah merasa lelah dan ingin menyerah dengan keadaan,

"Pengen bareng sama mama papa lagi. Sering (doa), ya Allah, Bapak, Mamah, semoga sehat selalu Aldanya. Doain terus pokoknya, gitu. Sedih banget kalau diceritain," kata Alda.

Ia berdoa, agar keajaiban bisa berpihak pada dirinya.

Alda pun berpesan kepada anak-anak lain yang juga berjuang melawan penyakit gagal ginjal agar bisa tetap kuat dan tidak menyerah.

"Semangat terus temen-temen, apapun yang terjadi jangan sampai menyerah," kata Alda.

Baca juga: Dandim Abdya Beri Penghargaan kepada 5 Prajurit Terbaik, Tekankan Optimalkan Etos Kerja

Baca juga: Besok Pangdam IM Kunjungan ke Korem Lilawangsa dan Kodim Aceh Utara, Ini Agendanya

Baca juga: Dosen FKP USK Perkenalkan Budidaya Ikan dengan Teknologi Yumina Bumina kepada Santri

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved