Konflik Palestina vs Israel

Profil Yahya Sinwar, Pemimpin Baru Hamas Musuh Nomor Satu Israel, Dipenjara Zionis Lebih Dua Dekade

Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin politik menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh di Teheran, Iran pada 31 Juli 2024.

Editor: Faisal Zamzami
MAHMUD HAMS/AFP
Ketua sayap politik gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza Yahya Sinwar menghadiri rapat umum untuk mendukung masjid al-Aqsa Yerusalem di Kota Gaza pada 1 Oktober 2022. Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar dikabarkan dikepung dan terisolasi di dalam bungkernya. Pengepungan itu terjadi saat tentara Israel masuk ke Gaza. 

Yahya kemudian kerap terlibat dalam pertempuran Hamas melawan Israel.

Pada 2015, Departemen Luar Negeri AS menetapkannya sebagai teroris global.

Dia juga dikenai sanksi oleh Inggris dan Perancis.

Pada 2017, Yahya terpilih sebagai pemimpin Hamas di Gaza.

Dia terpilih kembali untuk masa jabatan kedua selama empat tahun pada 2021.

Sebagai pemimpin Hamas, dia dikenal sering mengkritik kepala Otoritas Palestina dari Partai Fatah, Mahmoud Abbas yang menguasai Tepi Barat.

Yahya juga bersikap keras melawan Israel.

Karena itu, dia dianggap akan menyulitkan upaya perjanjian gencatan senjata dan pengembalian ratusan sandera dari Israel.

Meski begitu, dia sempat menyatakan Hamas akan terbuka untuk bernegosiasi dengan Israel dengan imbalan Israel dan Mesir mencabut blokade mereka terhadap Gaza.

Pejabat Hamas pernah bersikeras Yahya tidak memiliki keputusan akhir dalam kelompok tersebut.

Namun, keputusan yang diambil Hamas tetap harus dikonsultasikan dengannya.

Tidak seperti Haniyeh, yang telah melakukan perjalanan ke berbagai daerah dan menyampaikan pidato selama perang yang terus berlanjut di Gaza, hingga pembunuhannya, Sinwar telah bungkam sejak 7 Oktober.

Namun dalam sebuah wawancara tahun 2021 dengan Vice News, Sinwar mengatakan bahwa meskipun warga Palestina tidak menginginkan perang karena biayanya yang tinggi, mereka tidak akan "mengibarkan bendera putih".

"Untuk waktu yang lama, kami mencoba perlawanan yang damai dan populer. Kami berharap bahwa dunia, orang-orang bebas, dan organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan pendudukan dari melakukan kejahatan dan membantai rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya berdiri dan menonton," katanya.

Sinwar kemungkinan menggambarkan Great March of Return, di mana warga Palestina melakukan protes setiap minggu selama berbulan-bulan di perbatasan Gaza pada tahun 2018 dan 2019, tetapi menghadapi tindakan keras Israel yang menewaskan lebih dari 220 orang dan melukai lebih banyak lagi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved